Keterbatasan Fisik, Kakek Sugito Asal Muntilan Pilih Berkeliling Jualan Sapu Lidi Ketimbang Mengemis
BANJARNEGARA, iNewsDepok.id - Cuaca pagi di sekitar Dieng, Banjarnegara masih terasa dingin, meskipun matahari sudah mulai memberi kehangatan bagi seluruh mahluk hidup yang ada di bumi. Meskipun waktu masih menunjukkan pukul 09.00 pagi, Sugito, pria asal Muntilan, Kabupaten Magelang ini sudah mulai mencari nafkah di sekitar kawasan Candi Arjuna, di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah.
Bagi Sugito di umurnya yang semakin menua, belum saatnya bagi Sugito hanya berpangku tangan. Bahkan haram bagi pria yang berumur lebih dari 60 tahun ini untuk mengemis.
Meskipun kulit semakin mengeriput, kakinya tak lagi sempurna berjalan, dan tangan kanannya yang tidak lagi menggenggam keadaan hidup dengan baik karena keterbatasan fisiknya, Sugito tua ini masih mampu menjadi inspirasi bagi kaum muda yang masih terbersit rasa malas dan berpangku tangan.
Bagaimana tidak, meskipun rumahnya yang berada di Muntilan, sejak pagi Sugito sudah membaur dengan sejumlah wisatawan di kawasan wisata Candi Arjuna.
"Mas... Mba, mari beli sapu (lidi) saya. Buat penglaris," kata Sugito saat menyapa wisatawan di pelataran Candi Arjuna, Minggu (20/8/2023).
Sesekali ada wisatawan iba, memberikan Sugito sejumlah uang. Meskipun Sugito menerima uang tersebut, di tengah keterbatasan fisiknya Sugito sigap meletakkan setumpuk sapu lidi yang ia letakkan di atas kepalanya.
"Mas, ini sapu lidinya. Saya tidak minta uang Mas, saya sedang dagang, jadi ini sapu lidinya," ujar Sugito kepada pria yang memberikan uang kepadanya.
Sugito memang diketahui enggan mengemis, sekalipun dagangannya tidak laku. Hal tersebut diamini oleh sejumlah pedagang makanan dan oleh-oleh di sekitar kawasan wisata Candi Arjuna.
Rodiah, salah satu pedagang suvenir dan makanan di kawasan tersebut mengatakan, Sugito sudah berjualan sejak lama. Banyak pedagang yang iba dan seringnya, para pedagang makanan enggan menerima uang yang dibayarkan Sugito. Namun Sugito selalu menolak, dan selalu membayar makanan yang ia beli.
"Bapak itu (Sugito) sering jualan di sini. Bahkan pedagang banyak yang kasihan, kalau dia beli enggak pernah kami minta dibayar. Tapi ya begitu, bapak itu selalu menolak dan membayar makanannya," kata Rodiah kepada iNews Depok.
Komplek wisata Candi Arjuna Dieng, Kec. Batur, Banjarnegara. Foto: iNews Depok/Tama
"Kalau dikasih gratis, si bapak selalu bilang, 'saya di sini jualan', jadi benar-benar dia enggak mengemis di sini," imbuhnya sambil menirukan ucapan Sugito.
Setelah berselang waktu, terlihat sapu lidi yang dijual Sugito sudah laku empat batang. Tidak jarang, banyak pembeli yang melebihkan uang kepada Sugito saat bertransaksi sapu lidi yang dijual Rp10 ribu tiap batangnya.
Kepada iNews Depok, Sugito mengatakan, ia berasal dari Muntilan, Kab. Magelang. Setiap hari dengan menggunakan angkutan umum jenis mikrobus, dari Magelang menuju Wonosobo hingga ke kawasan Dieng.
"Saya aslinya dari Muntilan, Magelang. Setiap hari saya naik engkel (sebutan untuk mikrobus), dari Magelang naik bus yang ke arah Purwokerto lalu ya sampai sini," kata Sugito, sambil menata barang dagangannya.
Bahkan tidak jarang setibanya di Dieng, Sugito sudah tidak memiliki uang lantaran modalnya sudah habis untuk membayar tarif bus. Tidak jarang pula, Sugito menahan lapar dan haus jika barang dagangannya belum laku terjual.
Bagi Sugito, hidup bukanlah senda gurau. Di tengah keterbatasan fisik, yakni tak tangan kanan dan kaki kanannya tak sempurna karena disabilitas yang ia miliki. Namun ia tetap berjuang mencari nafkah halal tanpa harus menadahkan tangannya untuk mengemis dan meminta-minta.
"Banyak yang kadang hanya kasih uang ke saya karena kasihan. Tetapi saya ya enggak mau mengemis, lha wong saya di sini jualan. Kalau ada yang memberi uang ya saya kasih sapu dagangan saya," kata Sugito.
Sapu lidi yang dijual tergolong cukup bagus. Sugito mengaku, ia membeli sapu dari pengrajin seharga Rp8 ribu, lalu ia jual seharga Rp10 ribu.
Dalam sehari rata-rata, Sugito mampu menjual lima hingga 15 sapu lidinya.
"Pernah cuma laku satu, ya menahan lapar kalau jualan sepi. Ya kadang bawa pulang Rp150 ribu jika dagangan laku," ujar Sugito.
Kisah Sugito menjadi tamparan keras bagi para kaum muda yang masih bermalas-malasan dan hanya mengemis. Di usianya yang jauh dari kata muda, namun mental semangat bekerja tanpa mengemis masih sangat tinggi.
Kakek Sugito dengan dagangan sapu lidinya. Foto: iNews Depok/Tama
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait