Soal kesejahteraan, LaNyalla menyebut guru yang mengemban tugas mulia namun diberikan honor yang jauh dari kelayakan.
"Terkait kesejahteraan para guru, khususnya yang bekerja di lembaga pendidikan swasta atau non-negeri, honor atau gaji yang diterima para guru swasta sangat bergantung kepada kemampuan sekolah dan kesepakatan guru dengan kepala sekolah di lembaga tersebut," jelas LaNyalla.
Sehingga, Senator asal Jawa Timur itu melanjutkan, besaran honor para guru sangat bervariatif. Di mana secara umum, masih sangat banyak yang berada di bawah angka kebutuhan hidup minimum.
"Di daerah pemilihan saya di Jawa Timur, masih saya temukan fakta di lapangan guru yang mendapat honor sangat jauh di bawah standar kebutuhan hidup selama satu bulan. Masih jauh di bawah UMR para buruh pabrik," kata LaNyalla.
Padahal, LaNyalla mengimbuhkan, buruh pabrik menghadapi mesin dengan output barang alias benda mati. Sedangkan guru harus mendidik manusia dengan output produknya adalah moral dan akhlak atau budi pekerti para penerus tongkat estafet bangsa dan negara ini.
"Ini tentu menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan perhatian yang lebih kepada para guru, terutama Kemenko PMK, Kemendikbud dan Kementerian Keuangan. Harus ada skema dan program konkret pembangunan kesejahteraan tenaga pendidik di semua tingkatan, terutama para tenaga pendidik honorer," tegas LaNyalla.
LaNyalla sendiri menegaskan bahwa DPD RI amat konsen terhadap persoalan guru, utamanya guru honorer. "Kami di DPD RI, melalui Komite III akan berusaha untuk senantiasa berpihak kepada kepentingan para guru dalam mewujudkan suksesnya pendidikan dalam kualitas dan kuantitas di Indonesia. Termasuk, apa yang sudah kami kerjakan dengan membentuk Pansus Guru Hononer di tahun 2022 yang lalu," jelas LaNyalla.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta