Cerpen: Bapak dan Bukit Kota Batu

Laurent Nabila Tanjung

Masih melekat erat dalam kenangan saat Bapak mengajakku duduk berdua di dataran tinggi Kota Batu suatu malam. Awalnya berlalu seperti biasa. Tidak ada sesuatu yang berarti sampai saat Bapak mengajakku keluar untuk sekedar bepergian mengelilingi Kota Batu. 

Rasanya aneh pergi berdua bersama Bapak di malam hari untuk sekadar mengelilingi kota. Biasanya aku dan Bapak hanya pergi membeli dua kotak martabak telur dan keju di pinggir jalan belakang komplek tempat kami tinggal. 

Seperti malam-malam yang lainnya, Kota Batu diselimuti dinginnya udaranya dalam setiap lekuk semilirnya. Tidak lupa kubawa cardigan tebal berwarna biru kesayangan.

Bapak sengaja mengajakku ke sebuah bukit di Kota Batu. Rupanya ia ingin berbincang mengenai segala hal yang berputar dalam kehidupan. Malam itu aku dan Bapak duduk bersebelahan di atas rerumputan yang berembun. Malam itu adalah kali terakhirku menghabiskan waktu berharga bersama Bapak.

Malam ini, aku mengenang Bapak di tempat yang sama, di tengah hujan deras yang mengguyur Kota Batu. Bau segar menguar dari rumput-rumput setengah basah. Netraku terfokus pada lampu-lampur kota yang berpijar-pijar di bawah taburan kerlip bintang. 

Mengenang Bapak di tengah hujan deras, seharusnya menjadi momen spesial. Bapakku tahu betul, betapa aku mencintai hujan sebagai fenomena romantik dalam genggaman langit.

Namun tidak untuk kali ini. Izinkan aku membenci hujan. Perasaanku tersiksa atas rindu yang tak berujung atas kehadiranmu dalam ingatan ini. Hari ini aku kembali, Pak. Aku kembali duduk disini, di tempat di mana kita menghabiskan hampir satu malam duduk berbincang ditemani dua gelas kopi susu hangat kesukaan Bapak. 

“Nak, kamu tahu, di hidup ini, kita tidak bisa memaksa orang untuk tinggal, kita juga tidak bisa memaksa orang untuk pergi. Setiap orang ada masanya, setiap masa juga ada orangnya,” kata Bapak dengan pandangan menembus langit-langit.

“Bapak selalu ingat, dulu waktu kecil kamu suka sekali menonton film Barbie. Dalam film-film itu hampir selalu ada adegan dimana penghuni kastil itu ada yang keluar dan justru orang luarlah yang menggantikan kepergian orang yang telah pergi tersebut. Nah, kita dan hidup ini bagaikan kastil dan pemiliknya,” Bapak menghela nepas dalam-dalam dan menghembuskan butiran CO2 secara perlahan.

Sejurus kemudian, Bapak melanjutkan : “Suatu hari nanti, penghuni yang kini tinggal di dalam kastil atau kehidupan kita akan pergi, dan mungkin beberapa dari mereka yang kini masih ada di luar kastilmu nanti akan ada yang masuk ke dalamnya. Maka dari itu, Bapak harap kamu akan selalu siap jika sewaktu-waktu kamu harus merayakan kehilangan dan menerima penghuni baru yang datang hanya untuk sekedar berkunjung atau bahkan menetap hingga kemudian hari.”

“Perkara menyambut dan melepaskan dalam hidup itu adalah sebuah hal yang pasti terjadi dan siklusnya akan terus berulang. Entah dengan manusia, masalah, luka, atau apapun itu.” 

“Jadi, Bapak berpesan, hidupilah hidupmu dengan baik ya, Nak? Jaga mereka yang masih ada di dalam hidupmu dengan sebaik-baiknya. Ikhlaskan mereka yang sudah tidak ada lagi disini bersamamu. Berikanlah segala hal yang terbaik kepada mereka yang terkasih selagi mereka masih ada di sampingmu,” lanjut Bapak dengan masih memandang langit.

Bapak kemudian memandangku. Kali ini kalimatnya lebih pelan: “Karena kepergian mereka adalah salah satu dari jutaan hal di dunia yang kamu tidak akan bisa tebak kapan terjadinya. Jangan sia-siakan mereka apalagi mengecewakannya. Bahagiakan lah dirimu dan juga orang-orang di sekitarmu.” 

Apa Bapak ingat pesan Bapak yang satu ini? Pesan Bapak masih hidup disini, di tempat ini, dan juga di hidupku. Dan kini aku kembali, Pak. 

Aku kembali merayakan kehilangan Bapak untuk kesekian kalinya dengan ditemani rekaman kenangan sekali seumur hidup kita yang tersimpan abadi di tempat ini. 

Pak, sulungmu ini rindu. Sulungmu ini masih menaruh harap besar akan selamanya yang aku kira mampu kita genggam bersama namun berakhir tak sampai. 

Bapak, aku sering bercerita kepada Tuhan bahwa aku akan selamanya bangga memiliki seorang ayah sepertimu. 

Selamat beristirahat di keabadian dengan tenang bersama bintang-bintang cantik di angkasa, Pak. Semoga kita bisa bertemu di surga nanti.
 

Editor : M Mahfud

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network