get app
inews
Aa Read Next : Presiden Jokowi Meninjau RS Konawe: Bangga Atas Pecapaian Kepala Daerah

Dinilai Bekerja Buruk, Ketum DPP KNPI Minta Jokowi Reshuffle Menteri-menteri Bidang Perekonomian

Sabtu, 28 Mei 2022 | 08:16 WIB
header img
Presiden Jokowi. (Foto: Biro Setpres).

JAKARTA, iNewsDepok.id - Kinerja pemerintah di bidang perekonomian mendapat sorotan publik karena dinilai buruk.

"Presiden Joko Widodo perlu menyikapinya dengan langkah-langkah strategis. Contohnya dengan melakukan reshuffle kabinet, khususnya yang bertugas di bidang ekonomi," kata Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama di Jakarta, Jumat (27/5/2022) malam.

Haris membeberkan, setidaknya ada beberapa catatan evaluasi pemerintahan bidang perekonomian terkait bahaya ketimpangan rasio orang kaya hingga masalah buruknya kinerja menteri bidang perekonomian. 

Pertama, terdapat ketimpangan yang terus meningkat selama kurun waktu 2019 hingga saat ini yang sudah sangat membahayakan. Sebab, jumlah orang kaya terus meningkat, sementara orang yang menjadi pengangguran baru meningkat.

"Ketimpangan tersebut tidak hanya karena pandemi Covid-19, melainkan juga karena kebijakan-kebijakan yang dibuat menteri bidang ekonomi yang buruk seperti, kebijakan perlindungan sosial yang terlambat diberikan selama pandemi juga sangat mempengaruhi," jelasnya.

Haris menyebut, jumlah orang kaya baru naik 65 ribu, namun tingkat gini rasio khususnya di perkotaan, mencapai level 0,4. 


Ketum DPP KNPI Haris Pertama. Foto: Sindonews

Menurut dia, ketimpangan ini harus diwaspadai, karena ketimpangan yang terlalu melebar akan sangat mengganggu stabilitas ekonomi dan politik dalam waktu yang cukup panjang. 

Kedua, lanjut Haris, mengenai pertumbuhan ekonomi semasa pandemi tidak solid. Sebab, pada Kuartal II-2021, pemerintah terlalu terburu-buru melakukan pelonggaran ekonomi, sehingga pada kuartal II-2021 ekonomi tumbuh 7,07%,.

Akan tetapi, sambungnya, setelah itu muncul gelombang ke 2 penularan Covid-19 yang mengakibatkan penularan Covid-19 kembali meningkat.

Haris menyebut kelemahan mendasar dari kinerja buruk pemerintahan bidang perekonomian, yakni koordinasi kebijakan ekonomi yang tidak jelas. 

"Ada peran-peran yang seharusnya diisi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, malah dikerjakan oleh kementerian lainnya. Sementara Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) malah dialihtangankan oleh Kemenko Perekonomian, bukan di bidang yang terkait dengan kesehatan, sehingga terdapat koordinasi yang tidak jelas," kata Haris. 

Ketiga, Kemenko bidang perekonomian sangat lemah dalam mengelola dana penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. 

"Jika kita merujuk pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) terhadap penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (KPCPEN), terdapat borok yang luar biasa dengan temuan BPK RI selisih dana KC yang mencapai Rp146,69 triliun. Ini semua uang rakyat loh, harus dipertanggungjawabkan," tegasnya. 

Haris menilai, persoalan temuan BPK ini berakar dari adanya 887 kelemahan pada sistem pengendalian internal, 715 ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan, dan 1.241 permalahan ekonomi yang mencakup efisiensi dan efektivitas. 

"Dalam pemeriksaan PC-PEN tersebut, BPK mengidentifikasi sejumlah masalah terkait serta realisasinya, kemudian pertanggungjawaban, pelaporan PC-PEN, dan manajemen program kegiatan pandemi. Nah loh, ini menterinya kerja atau tidur? Atau hanya sibuk nyapres 2024?" tanyanya.

Keempat, masalah kebijakan kartu Pra Kerja yang tidak tepat sasaran dan rawan penyimpangan. 

"Implementasi kebijakan kartu pra-kerja banyak masalah, dari sistem pendaftaran yang tidak tepat sasaran, berikutnya fitur face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta dengan anggaran Rp 30,8 miliar tidak efisien. Harusnya cukup dengan data NIK KTP, kan NIK sudah terintegrasi dengan data kependudukan lainnya", ujar Haris. 

Sorotan aspek lainnya adalah pelaksanaan metode program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara karena metode pelatihan hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang baik. 

"Ada dua faktor yang menjadi alasan program pelatihan berpotensi fiktif. Pertama, lembaga Pelatihan sudah menerbitkan sertifikat meskipun peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih. Kedua, peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli, sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta," ujar Haris. 

Kelima, adalah persoalan kelangkaan minyak goreng dan kebijakan larangan ekspor CPO yang berimbas pada keresahan masyarakat, petani sawit maupun sektor swasta akibat lemahnya kebijakan yang dikeluarkan oleh jajaran kementerian bidang perekonomian menambah carut marut perekonomian dan politik nasional. 

"Larangan ekspor CPO malah menimbulkan masalah baru yaitu tidak terserapnya produksi tandan buah segar (TBS) sawit petani," kata Haris. 

Ketika sudah ada larangan ekspor kemudian keuntungan perusahaan kelapa sawit jauh berkurang, maka berdampak ke petani, dimana pembelian TBS ditekan untuk mengatasi masalah profit perusahaan. 

"Menteri jajaran bidang perekonomian khususnya Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan sejak awal tidak memiliki pemahaman komprehensif dari rantasi pasok (supply chain) sawit. Hal ini terlihat dari dampak kebijakan larangan eskpor CPO kepada petani sawit yang tidak diantisipasi. Situasi ini akan membuat kolaps industri sawit dan yang paling menjerit pasti petani”, jelas Haris. 

Berdasarkan kelima alasan tersebut, Presiden sepatutnya memberikan kartu merah terhadap jajaran menteri bidang perekonomian, terutama Menko-nya, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustriannya. Jika tidak, ini akan memperburuk kondisi ekonomi nasional, terlebih sudah menjelang tahun politik 2024. 

"Presiden layak berikan kartu merah kepada Menko Perekonomian, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian dengan kinerja buruk", tutup Haris.

Editor : Rohman

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut