JAKARTA, iNewsDepok.id - Bupati Bogor Ade Yasin mengaku tidak pernah memerintahkan anak buahnya untuk menyuap auditor BPK Perwakilan Jawa Barat (Jabar) agar hasil audit terhadap APBD Kabupaten Bogor tahun anggaran diberi opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Ade bahkan mengatakan kalau penyuapan itu merupakan inisiatif anak buahnya, dan dirinya ketempuan karena dipaksa untuk bertanggung jawab.
"Saya tidak tahu, juga tidak pernah memerintahkan agar menyuap (auditor BPK) demi mendapatkan opini WTP, dan tidak tahu kalau anak buah saya menyuap. Itu inisiatif dari mereka," katanya di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/4/2022).
Ade mengisitilahkan perbuatan anak buahnya itu dengan IMB, yaitu inisiatif membawa bencana.
"Dan saya dipaksa untuk bertanggung jawab terhadap perbuatan anak buah saya," keluhnya.
Meski demikian adik mantan Bupati Bogor Rahmat Yasin ini mengaku kalau sebagai pemimpin, dia harus siap bertanggung jawab.
Sebelumnya, pada Selasa (26/4/2022) dan Rabu (27/4/2022) KPK menangkap 12 orang karena diduga terlibat suap menyuap terhadap auditor BPK Perwakilan Jabar untuk mendapatkan opini WTP bagi APBD Kabupaten Bogor tahun anggaran 2021.
Dari ke-12 orang tersebut, delapan di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka, di mana empat di antaranya merupakan tersangka pemberi suap, dan empat lainnya tersangka yang menerima suap.
Berikut datanya:
Tersangka pemberi suap:
1. Ade Yasin (AY), Bupati Kabupaten Bogor periode 2018-2023
2. Maulana Adam (MA), Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor
3. Ihsan Ayatullah (IA), Kasubdit Kas Daerah BPK AD Kabupaten Bogor
4. Rizki Taufik (RT), PPK pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor
Tersangka penerima suap:
1. Anthon Merdiansyah (ATM), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat (Kasub Auditor IV Jawa Barat 3 Pengendali Teknis).
2. Arko Mulawan (AM), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat (Ketua Tim Audit Interim Kabupaten Bogor)
3. Hendra Nur Rahmatullah Karwita (HNRK), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat (Pemeriksa)
4. Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat. (Pemeriksa)
Menurut Ketua KPK Firli Bahuri, Kamis (28/4/2022). kasus berawal ketika Ade Yasin sebagai Bupati Bogor periode 2018-2023 berkeinginan agar Pemerintah Kabupaten Bogor kembali mendapatkan opini WTP untuk Tahun Anggaran 2021 dari BPK Perwakilan Jawa Barat.
Lalu, Perwakilan Jawa Barat menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan audit pemeriksaan interim (pendahuluan) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2021 Bogor. Tim Pemeriksa yang terdiri atas ATM, AM, HNRK, GGTR dan Winda Rizmayani itu ditugaskan untuk mengaudit berbagai pelaksanaan proyek, di antaranya proyek di Dinas PUPR Bogor.
Pada Januari 2022, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang antara HNRK dengan IA dan MA dengan tujuan mengondisikan susunan tim audit interim.
“AY lalu menerima laporan dari IA bahwa laporan keuangan Pemkab Bogor jelek dan jika diaudit BPK Perwakilan Jawa Barat akan berakibat opini disclaimer. Selanjutnya AY merespon dengan mengatakan, ‘diusahakan agar WTP’,” kata Firli.
Sebagai realisasi kesepakatan, IA dan MA diduga memberikan uang sekitar Rp100 juta dalam bentuk tunai kepada ATM di salah satu tempat di Bandung. ATM kemudian mengondisikan susunan Tim sesuai dengan permintaan IA yang nantinya obyek audit hanya untuk SKPD tertentu. Proses audit dilaksanakan mulai bulan Februari 2022 sampai April 2022.
Hasil rekomendasinya adalah tindak lanjut rekomendasi tahun 2020 sudah dilaksanakan dan program audit laporan keuangan tidak menyentuh area yang mempengaruhi opini.
“Adapun temuan fakta tim audit ada di Dinas PUPR, salah satunya pekerjaan proyek peningkatan jalan Kandang Roda-Pakan Sari dengan nilai proyek Rp94,6 miliar yang pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan kontrak,” jelas Firli.
Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh AY melalui IA dan MA pada tim pemeriksa, yakni dalam bentuk uang mingguan. Besaran minimalnya Rp10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar Rp1,9 miliar.
Sebagai pemberi suap, AY dan ketiga anak buahnya dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedang keempat auditor BPK yang menerima suap disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Editor : Rohman