DEPOK, iNewsDepok.id - Sekjen Assosiasi Pemerintah Daerah Seluruh Indonesia (APDESI) pimpinan Arifin Abdul Majid, Muksalmina Asgara, menyesalkan pernyataan Mendagri Tito Karnavian bahwa anggota Ormasnya merupakan para mantan kepala desa.
Menurut dia, pernyataan Tito itu tidak benar dan subyektif.
"Secara pribadi, saya rasa apa yang disampaikan oleh Bapak Mendagri bersifat subektif, karena hingga saat ini, dari tahun 2016, kami belum pernah menerima sepucuk surat pun dari Kemendagri yang meminta data aggota dan pengurus Ormas kami, sehingga dapat saya pastikan apa yang Beliau sampaikan itu berdasarkan pandangan pribadi," kata Muksalmina melalui pesan WhatsApp, Selasa (5/4/2022) malam.
Menurut dia, secara umum selama ini orang mengetahui bahwa kelembagaan atau Ormas yang pengurus dan anggotanya murni berstatus kepala desa dan perangat desa aktif hanya PAPDESI, sedangkan APDESI yang didirikan pada tahun 2005 hingga saat ini beranggotakan kepala desa dan perangkat desa yang masih aktif maupun yang sudah purna bakti.
Namun, jelas dia, komposisi yang purna bakti itu tidak sampai 5% dalam jajaran kepengurusan di setiap jenjang dalam APDESI.
"Pendapat dan pandangan yang disampaikan oleh Bapak Tito sangatlah kami sayangkan. Seharusnya (sebelum memberikan statemen) Beliau memanggil dahulu Ketum kami dan memastikan sebenarnya berapa komposisi purna bakti Kades dan Perkades dalam organisasi kami, dan berapa yang masih aktif. Juga berapa banyak yang masih setia meluangkan waktunya untuk kepentingan masyarakat desa, meski sudah bukan Kades lagi demi keinginan untuk tetap membantu dan ikut aktif dalam pembangunan," katanya.
Muksalmina mengaku sangat miris jika keanggota ADPESI-nya dijadikan sebagai pembenaran setelah peristiwa ini terjadi.
"Kalaupun ini kebenaran, seharusnya hal ini diputuskan dan diumumkan sebelum kegiatan 29 Maret 2022 dilaksanakan," tegasnya.
Seperti diketahui, pada tanggal 29 Maret 2022, Surtawijaya yang merupakan ketua umum DPP ADPESI sebagaimana tertulis pada Surat Keterangan Terdaftar Nomor 1000-00-00/052/III/2022 yang diterbitkan Kemendagri, menyelenggarakan Silaturahmi Nasional (Silatnas) Desa 2022 di Istora Senayan, Jakarta, dengan menggunakan nama ADPESI tanpa embel-embel DPP di depannya.
Padahal, sesuai Keputusan Kemenkumham Nomor AHU-0001295-AH.01.08 Tahun 2021, APDESI adalah nama Ormas yang dipimpin Arifin.
Dalam Silatnas tersebut, Surtawijaya mengatakan bahwa organisasinya mendukung Jokowi untuk menjadi presiden 3 periode, dan setelah lebaran akan melakukan deklarasi di berbagai daerah.
APDESI yang dipimpin Arifin pun meradang, karena selain merasa nama Ormasnya telah dicatut, juga karena mereka paham bahwa wacana itu melanggar UUD 1945 yang mengatur masa jabatan presiden hanya dua periode.
Selain itu, UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu juga melarang perangkat desa berpolitik.
Entah karena ingin membela Surtawijaya atau karena alasan lain, dalam rapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/4/2022), Mendagri Tito Karnavian mengatakan kalau APDESI pimpinan Arifin sebagian pengurus dan anggotanya berstatus mantan kepala desa (Kades).
"Kita tahu bahwa ada dua (APDESI), yang pertama adalah yang mendaftar di Kemenkumham, itu namanya perkumpulan, Perkumpulan APDESI. Nah, ini rata-rata, sebagian besar, isinya anggotanya, pejabatnya itu adalah mantan kepala desa," katanya.
Mantan Kapolri ini mengakui, status kepala desa merupakan jabatan yang seksi. Oleh karena itu, menurutnya, para mantan kepala desa lantas membentuk organisasi untuk mewadahi mereka.
"Karena seksi ini, kepala desa (yang) sudah selesai (menjabat) juga enggak mau lepas," katanya.
Tito mengatakan, orang-orang yang masih menyandang status kepala desa hingga saat ini tidak mau bergabung ke dalam perkumpulan APDESI pimpinan Arifin, karena para kepala desa yang masih aktif itu khawatir akan terjadi benturan bila berada dalam satu organisasi yang sama dengan mantan kepala desa.
"Sementara kepala desa yang real, enggak mau mereka dipimpin oleh mantan. Apalagi antara mantan dan kepala desa itu banyak yang benturan, lawan politik. Sama saja kaya gubernur, bupati," katanya.
Editor : Rohman