get app
inews
Aa Text
Read Next : Gandum Pangan Dipakai Pakan Ternak, KPPU Segera Panggil Pihak Terkait

KPPU Denda Perusahaan Jepang Senilai Rp3 Miliar, Kuasa Hukum Bakal Ajukan Keberatan

Sabtu, 01 Maret 2025 | 14:55 WIB
header img
Sidang Perkara Nomor 08/KPPU L/2024 di Ruang Sidang KPPU RI di Jakarta, pada Selasa, 25 Februari 2025. Foto: Ist

JAKARTA, iNews Depok.id - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia menjatuhkan denda sebesar Rp3 miliar kepada PT Maruka Indonesia. Perusahaan asal Jepang itu dihukum karena terbukti bersekongkol untuk mendapatkan rahasia perusahaan lain, yakni PT Chiyoda Kogyo Indonesia. 

Sanksi denda tersebut dibacakan dalam sidang Perkara Nomor 08/KPPU L/2024 di Ruang Sidang KPPU RI di Jakarta, pada Selasa, 25 Februari 2025 kemarin. 

Menanggapi hal itu, penasihat hukum dari pihak terlapor Syafrial Bakri yang mewakili PT Maruka, PT Unique, dan Hiroo Yoshida akan mengambil langkah-langkah hukum selanjutnya atas sanksi administrasi tersebut.

"Atas hasil tersebut tim kuasa hukum akan mengambil langkah-langkah hukum selanjutnya, dengan mengajukan keberatan atas putusan tersebut kepada Pengadilan Niaga Jakarta," ujar Syafrial di Jakarta, Sabtu (1/3/2025).

Ke depan, tim kuasa hukum PT Maruka, PT Unique, dan Hiroo Yoshida akan berdiskusi lebih lanjut mengenai langkah hukum yang akan diambil. 

"Baik pihak pelapor maupun terlapor memiliki hak untuk mengajukan keberatan atas putusan KPPU sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku," ucapnya.

Syafrial mengucap rasa syukur atas putusan tersebut. Menurutnya, penolakan tuntutan ganti rugi menunjukkan bahwa ada dalil-dalil yang tidak dapat dibuktikan oleh pihak pelapor. Selain itu, KPPU juga menyatakan bahwa PT. Unique dan sdr Hiroo Yohsida tidak dapat dikenakan sanksi berdasarkan undang-undang yang berlaku.

“Majelis komisioner telah bertindak secara proporsional dan profesional. Klien kami tidak perlu membayar ganti rugi dalam jumlah fantastis tersebut. Ini menjadi kabar baik bagi PT Unique dan Hiroo Yoshida, yang dinyatakan tidak melakukan pelanggaran persaingan usaha,” ucap Syafrial.

Penasihat hukum juga menyoroti mekanisme hukum di KPPU yang berbeda dengan peradilan umum. Dalam sistem KPPU, proses penyelidikan, penyidikan, hingga putusan dilakukan oleh lembaga yang sama. 

Hal ini, Syafrial menilai memerlukan evaluasi lebih lanjut agar dapat menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan mendukung iklim investasi di Indonesia.

“Saya mendukung upaya perbaikan di KPPU agar sistem hukum yang berlaku lebih sesuai dengan prinsip keadilan. Investor harus merasa aman berusaha di Indonesia, tanpa khawatir terhadap proses hukum yang tidak jelas,” ungkapnya.

Sebelumnya, persidangan perkara itu dipimpin oleh Anggota KPPU Eugenia Mardanugraha sebagai Ketua Majelis Komisi, serta Anggota KPPU Mohammad Reza dan Hilman Pujana sebagai Anggota Majelis Komisi. 

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama pada Sekretariat KPPU RI, Deswin Nur, mengatakan sebelumnya investigator KPPU dalam menindaklanjuti laporan publik telah menduga terjadinya persekongkolan yang dilakukan oleh beberapa Terlapor dalam memperoleh rahasia perusahaan milik PT Chiyoda Kogyo Indonesia (PT CKI). 

Ketiga Terlapor tersebut terdiri dari PT Maruka Indonesia (Terlapor I), Hiroo Yoshida (Terlapor II), dan PT Unigue Solution Indonesia (Terlapor III). Terlapor I dan Ill merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) Jepang, sementara Terlapor II merupakan individu warga negara Jepang. 

Pelapor dalam perkara ini, PT CKI yang juga merupakan PMA Jepang, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan mesin industri dan manufaktur. Dalam laporannya, PT CKI juga meminta agar para Terlapor membayar ganti rugi baik secara materiil maupun immateril kepada Pelapor.

Dalam Laporan Dugaan Pelanggaran, Investigator KPPU menjelaskan bahwa Terlapor Il merupakan mantan karyawan Pelapor, yang setelah berhenti dari perusahaan tersebut, bekerja dan menjabat sebagai Presiden Direktur di Terlapor III. Terlapor | yang merupakan perusahaan perdagangan, sebelumnya bekerja sama dengan Pelapor untuk membuat mesin yang dipesan oleh klien Terlapor I. 

Saat itu, Terlapor Il merupakan Direktur Marketing di Pelapor. Pada 23 Juni 2020, diketahui Terlapor I bersama Terlapor Il mendirikan perusahaan Terlapor III, dan menunjuk Terlapor II menjadi Presiden Direktur. Dengan adanya dugaan persekongkolan antara Terlapor | dan Terlapor Il yang membentuk Terlapor III, pekerjaan pesanan mesin penggunaan khusus yang sebelumnya dikerjakan oleh Pelapor berpindah dikerjakan oleh Terlapor III. 

"Pekerjaan pesanan mesin industri tersebut dikerjakan oleh mantan karyawan Pelapor yang diduga telah diajak oleh Terlapor Il untuk berpindah ke Terlapor III," kata Deswin dalam keterangan resmi KPPU, Rabu (26/2/2025). 

Berdasarkan fakta dan bukti di persidangan tersebut, Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Maruka Indonesia (Terlapor 1) dan Sdr Hiroo Yoshida (Terlapor II) terbukti secara sah meyakinkan melanggar Pasal 23 UU No. 5 Tahun 1999. 

Terlapor lainnya, PT Unigue Solution Indonesia tidak terbukti melanggar pasal tersebut karena merupakan perusahaan bentukan Terlapor 1 dan Terlapor 2 untuk menampung hasil persekongkolan mereka. 

"Atas pelanggaran, KPPU menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3 miliar kepada PT Maruka Indonesia, namun tidak menjatuhkan sanksi denda kepada Sdr Hiroo Yoshida (Terlapor II) karena bukan pelaku usaha. Majelis Komisi juga memutuskan untuk menolak permintaan ganti kerugian baik materiil maupun immateril yang diajukan Pelapor, karena besaran kerugian tidak dapat dibuktikan oleh Pelapor dalam persidangan," kata dia.

Editor : M Mahfud

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut