Maka ketika ratusan masyarakat Pamarican yang mayoritas Muslim datang, pengurus Vihara dengan tangan terbuka mempersilakan warga menempati puluhan ruang di lantai dua. Sedangkan lantai 1 tidak ditempati karena khawatir terendam.
Kawasan Vihara sendiri, permukaan banjir sudah mencapai 1 meter.
“Kami menempati selama 2 hari 3 malam di sini, sambil menunggu air surut,” ungkap Umarah.
Umarah mengaku terdapat ratusan warga Pamarican yang mengungsi ke Vihara. “Saya menempati satu ruangan bersama lima keluarga lainnya,” tambahnya.
Herman, 43, warga Pamarican lainnya mengaku bersyukur terdapat Vihara di kampung mereka. Menurutnya antara warga Pamarican dan pengurus vihara sudah terjaling hubungan erat sejak lama.
“Saat saya lahir, Vihara ini sudah ada. Warga kita sering menggelar acara di sini. Kalau ada acara di kampung, pengurus Vihara selalu hadir,” kata Herman.
Dengan kondisi seperti itu, Herman mengungkapkan tidak pernah ada masalah antara vihara dengan warga sekitar.
“Makanya saat banjir kemarin, kita langsung berbondong-bondong ke sini untuk mengungsi sambil menunggu air surut. Ada sampai tiga hari,” kata Herman.
Hal senada disampaikan Rohman, warga Pamarican yang juga mengungsi ke Vihara bersama keluarganya. “Semua warga sini yang kebanjiran, larinya ke Vihara. Ada ratusan orang,” kata Rohman.
Rohman mengungkapkan meski warga Pamarican berbeda keyakinan dengan pengurus Vihara, hal tersebut tidak menghalangi hubungan mereka sehari-hari.
“Kita saling tolong menolong. Tidak pernah ada masalah kerukunan antar agama di sini. Semuanya rukun dan saling menghormati,” cetus Rohman.
“Kalau tidak ada vihara, kita pasti kebingungan mau mengungsi ke mana. Di sini banyak kamar-kamar di lantai 2. Aman untuk tempat pengungsian untuk ratusan orang,” tambah Rohman.
Editor : Ikawati