get app
inews
Aa Read Next : Tak Kunjung Bentuk Pansus Ancol, Pengamat: DPRD DKI Jangan Jadi Macan Ompong

DPRD Disarankan Bahas Kembali Dugaan Pemborosan Rp 7,04 Miliar di Dinkes DKI

Kamis, 10 Februari 2022 | 08:40 WIB
header img
Pengamat kebijakan publik Sugiyanto. Foto: Facebook

JAKARTA, iNews.id - Pengamat Kebijakan Publik Jakarta, Sugiyanto, menyarankan DPRD DKI Jakarta agar membahas kembali temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta tentang pemborosan pada APBD DKI Tahun Anggaran (TA)-2020 yang terjadi di Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta.

"Bahkan bila dianggap perlu dapat melaporkan masalah ini kepada penegak hukum, baik Kepolisian, Kejaksaan atau KPK," katanya melalui pesan WhatsApp, Kamis (10/2/2022).

Pengamat yang akrab disapa SGY itu menjelaskan, pada LHP BPK Tahun 2020 disebutkan ditemukan dua kegiatan pemborosan di Dinkes DKI senilai Rp7.040.908.000 yang dialokasikan untuk pengadaan Rapid Test Covid-19 senilai Rp 1.190.908.000; dan pengadaan Respirator N95 senilai Rp.5.850.000.000. 

"Kepala Dinas Kesehatan DKI Widyastuti memang telah mengatakan bahwa temuan itu akibat kelebihan bayar dan hanya persoalan administrasi, tidak ada kerugian negara," katanya.

Namun, lanjut SGY, ia meminta DPRD membahas kembali anggaran itu karena dari LHP BPK itu diketahui kalau pada tahun anggaran 2020 DKI melakukan refocusing anggaran. Salah satunya adalah Belanja Tak Terduga (BTT) TA 2020. 

Berdasarkan Pergub Nomor 113 Tahun 2020 tanggal 11 Desember 2020 tercatat bahwa realisasi BTT sampai 31 Desember 2020 senilai Rp 5.521.444.220.129 dengan sisa anggaran BTT yang tidak terealisasi Rp 813.506.674.605 atau 14,73%. Seluruhnya digunakan untuk penanggulangan pandemi Covid-19.

Pada pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari BTT tersebut, bidang kesehatan di antaranya menggunakan untuk pengadaan 40.000 pieces Rapid Test Covid-19 senilai Rp 9.090.908.000 (tidak termasuk PPN), dan pengadaan 195.000 Respirator N95 senilai Rp 17.550.000.000 (tidak termasuk PPN) dengan jenis kontrak harga satuan. 

Menurut BPK, pemborosan Rapid Test Covid-19 terjadi karena ada dua penyedia jasa dengan merk yang sama dan dengan waktu yang berdekatan, namun dengan harga yang berbeda. 

Penyedia jasa pertama, PT. NPN, yang pekerjaannya selesai pada 12 Juni 2020 untuk pengadaan 50.000 pieces Rapid Test IgG/IgM Rapid Test Cassete (WB/S/P), di mana dalam satu kemasan berisi 25 test cassette merk Clungene dengan harga per unit barang  Rp197.500 (tidak termasuk PPN).  

Sedangkan penyedia jasa Rapid Test kedua, yakni PT. TKM, kontrak pekerjaan selesai pada 5 Juni 2020 dengan jumlah pengadaan sebanyak 40.000 pieces dengan harga per unit barang senilai Rp227.272,70 (tidak termasuk PPN).

Pada LHP BPK disebutkan seharusnya harga satuan Rapid Test PT. TKM sama dengan PT NPN, yakni Rp 197.500, sehingga untuk 40.000 pieces Rapid Test harganya menjadi Rp7.900.000.000, bukan Rp9.090.908. 

"Dengan demikian BPK menjelaskan terjadi selisih (pemborosan) Rp1.190.908.000," jelas SGY.

Editor : Rohman

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut