Daryono mengingatkan bahwa bangsa Indonesia ditakdirkan untuk hidup di atas batas lempengan, sehingga potensi mengalami gempa megathrust mau tak mau menjadi risiko yang harus dihadapi, dan Indonesia harus bisa bertahan serta menyelesaikan masalah ini.
Namun, kata dia, pemerintah juga terus berupaya melakukan antisipasi dengan memasang alat mitigasi yang lengkap di Selat Sunda. Alat-alat itu terdiri dari 18 unit Sensor system, 5 unit tide gauge (pengukur pasang surut air laut), water level, automatic water system, dan 5 sirene tsunami yang dua di antaranya berada di Lampung dan Anyer.
Selain itu, kata Daryono, di Selat Sunda juga ada Inexpensive Device for Sea Level Measurement (IDSL) milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan BIG juga menaruh sensor tide gauge di Selat Sunda.
Tak hanya itu, kata Daryono, BMKG juga terus mengedukasi masyarakat dan stakeholder agar memiliki respons yang cepat, sehingga dapat mengurangi risiko.
"Kami selalu menyampaikan kepada masyarakat bahwa memang ada proses alam yang membahayakan, tapi masyarakat harus paham cara untuk selamat," kata dia.
Caranya, jelas dia, dengan memahami warning, dan memahami ciri-ciri alamiah. Ketika ada guncangan gempa yang kuat, segera menjauh dari pantai. Ketika ada gempa yang mengayun lama, juga harus menjauh dari pantai.
"Edukasinya kita ajarkan terus,” tutup dia.
Editor : Rohman