JAKARTA, iNews.id - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) baru saja mengumumkan peringatan waspada Gempa Megathrust dan Hitrometrologi.
Sebelumnya, peringatan tentang gempa megathrust berkekuatan M 8,7 di Selat Sunda telah dikeluarkan Institut Teknik Bandung (ITB) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
“Kalau berdasarkan pemodelan shakemap, kalau (gempa dengan magnitudo) 8,7 goncangan seperti apa? Yang jelas, Lampung, Banten, Jawa Barat terguncang mencapai 7-8 MMI. Kerusakan yang terjadi dalam skala sedang hingga berat,” ujar Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, dalam Polemik MNC Trijaya FM bertajuk “Waspada Gempa Megathrust dan Bencana Hitrometrologi” secara daring, Sabtu (22/1/2022).
Ia memastikan kalau jika gempa megathrust terjadi, Jakarta juga akan terdampak.
"Apalagi karena tanah Jakarta lunak, sehingga kerusakan bisa lebih parah juga," katanya.
Soal tsunami akibat gempa megathrust tersebut, menurut Daryono, berdasarkan hasil modelling yang dapat dijadikan acuan karena sudah dimitigasi oleh para ahli dan metodenya pun telah disepakati, tingginya bisa mencapai 15-20 meter saat menghantam pesisir Selat Sunda, Jabar, dan Bandar Lampung. Kemudian bisa menyusut saat memutar dari Selat Sunda hingga utara Jakarta, tapi hanya 1,5 meter.
Ia berharap, saat megathrust terjadi, laut tidak sedang pasang akibat bulan purnama, karena jika gempa besar itu terjadi saat pasang purnama, tsunami yang muncul bisa lebih tinggi, sehingga juga akan berdampak ke pesisir Sumatera.
Daryono mengaku, BMKG juga membuat pemodelan landakan, sehingga bisa tahu daerah pesisir itu akan terlandak, tingginya berapa dan mana saja daerah yang aman.
“(Mitigasi) Ini diberikan ke putra daerah untuk menjadi acuan mitigasi untuk membuat penataan berbasis mitigasi,” imbuhnya.
Daryono mengingatkan bahwa bangsa Indonesia ditakdirkan untuk hidup di atas batas lempengan, sehingga potensi mengalami gempa megathrust mau tak mau menjadi risiko yang harus dihadapi, dan Indonesia harus bisa bertahan serta menyelesaikan masalah ini.
Namun, kata dia, pemerintah juga terus berupaya melakukan antisipasi dengan memasang alat mitigasi yang lengkap di Selat Sunda. Alat-alat itu terdiri dari 18 unit Sensor system, 5 unit tide gauge (pengukur pasang surut air laut), water level, automatic water system, dan 5 sirene tsunami yang dua di antaranya berada di Lampung dan Anyer.
Selain itu, kata Daryono, di Selat Sunda juga ada Inexpensive Device for Sea Level Measurement (IDSL) milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan BIG juga menaruh sensor tide gauge di Selat Sunda.
Tak hanya itu, kata Daryono, BMKG juga terus mengedukasi masyarakat dan stakeholder agar memiliki respons yang cepat, sehingga dapat mengurangi risiko.
"Kami selalu menyampaikan kepada masyarakat bahwa memang ada proses alam yang membahayakan, tapi masyarakat harus paham cara untuk selamat," kata dia.
Caranya, jelas dia, dengan memahami warning, dan memahami ciri-ciri alamiah. Ketika ada guncangan gempa yang kuat, segera menjauh dari pantai. Ketika ada gempa yang mengayun lama, juga harus menjauh dari pantai.
"Edukasinya kita ajarkan terus,” tutup dia.
Editor : Rohman