JAKARTA, iNewsDepok.id – Sejumlah calon Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menangis tersedu-sedu usai sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Mereka ingin mengetuk hati Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto terhadap nasib mereka.
Salah satu calon PPAT yang menangis tersedu-sedu adalah Ariyati Fitri. ”Kami berharap Pak Menteri ATR/BPN mendengar suara kami, tolong berikan hak kami. Mungkin Pak Menteri tidak mengetahui permasalahan ini.” kata Ariyati sambil terisak-isak menangis.
Ariyati mengaku sangat lelah memperjuangkan haknya bersama ribuan calon PPAT lainnya. Ariyati dan rekan-rekannya menggugat Kementerian ATR/BPN di PTUN Jakarta. Sidang di PTUN, Rabu (6/9/2023) merupakan sidang ke-5.
”Kami terpaksa menempuh ini karena hak-hak kami diabaikan. Suara kami tak didengar padahal sebelumnya kami sudah menempuh cara non litigasi,” tambahnya.
Ariyati menceritakan pada tahun 2022 ia bersama sekitar 6.000 orang mengikuti ujian jadi calon PPAT yang diadakan di Bogor dan Yogyakarta. Ariyati yang berasal dari Bandung mengikuti ujian di Bogor.
Ia bersama 3.000 orang dinyatakan lulus setelah nilainya di atas ambang batas 80. Sedangkan 3.000 ribu orang lainnya tidak lulus.
”Saya sendiri nilainya 100 dan dinyatakan lulus karena di atas ambang batas 80,” tutur ibu 2 anak ini.
Meskipun lulus, Ariyati mengungkapkan Kementerian ATR/BPN tidak juga memberikan Surat Keterangan Lulus. Surat tersebut menjadi salah satu persyaratan untuk menjadi PPAT.
”Kami malah justru diminta ujian lagi. Ini sungguh aneh, kita sudah lulus diminta ikut ujian lagi,” terang Ariyati.
Sementara itu Tommy Sumadinata, calon anggota PPAT lainnya mengungkapkan bersama ribuan calon PPAT yang lulus, mereka sempat menanyakan kepada pejabat ATR/BPN. Tak juga digubris, mereka akhirnya menggelar demonstrasi di depan Kantor ATR/BPN pada Maret 2023.
Pada bulan Mei 2023, para calon anggota PPAT kemudian mengadukan masalah ini ke Ombudsman RI.
”Ombudsman menegur Kementerian ATR/BPN yang dinilai maladministrasi karena seharusnya menerbitkan Surat Keterangan Lulus,” kata Tommy yang juga ikut sidang gugatan di PTUN Jakarta.
Menurut Tommy Kementerian ATR/BPN bersikukuh perlunya kuota PPAT di masing-masing daerah dibatasi. Padahal, lanjut Tommy, alasan itu tidak bisa dipakai lagi.
”Berdasar PP 24 tahun 2016 sudah tidak ada lagi kuota atau formasi di masing-masing daerah. Tetapi aturan yang ditangatangani Presiden ini tidak dilaksanakan Kementerian ATR/BPN,” ungkap Tommy
Tommy juga mengungkapkan berdasarkan Permen ATR/BPN No 20/2018, peserta yang lulus ujian PPAT wajib diberi keterangan lulus.
”Aturan ini juga dilanggar sendiri oleh Kementerian ATR/BPN, ini yang membuat Ombudsman menegur Kementerian ATR/BPN,” lanjut Tommy.
Editor : Mahfud