Dengan jaminan tanah seluas 452 hektare tersebut, berdasarkan akta 46, BI tidak bisa menjual Promes dan menagih ke nasabah Bank Centris.
”Kami sejak saat itu hingga sekarang tidak menerima dana Rp492 miliar dari BI, jadi bagaimana kami disebut punya utang,” kata Andri Tedja heran.
Masalah diketahui belakangan, tutur Andri Tedja. BI ternyata menjual Promes kepada BPPN (Badan Penyehatan Perbankkan Nasional) melalui skema Cessie. Dengan cara tersebut BPPN menjadi memiliki hak tagih pada Bank Centris karena membeli piutang BI kepada Bank Centris (Cessie).
”Padahal sebenarnya BI tidak mencairkan uang kepada Bank Centris sepeser pun dari pembelian Promes. Jadi harusnya tidak ada Cessie, tidak ada utang Bank Centris sepeser pun kepada negara,” tegas Andri Tedja.
Andri Tedja tak sekedar berbicara. Ia menunjukkan bukti putusan PTUN Jakarta Nomor 428/G/2022.
Dalam putusannya, PTUN Jakarta menyatakan batal keputusan Panitia Urusan Piutang Negara terkait penetapan piutang negara kepada Bank Centris.
”Di Pengadilan terbukti bahwa BI tidak pernah mencairkan uang kepada rekening Bank Centris. Makanya tak ada utang sepeser pun Bank Centris pada negara,” tandas Andri Tedja.
Dalam pengadilan, jelas Andri Tedja, terungkap bahwa uang disalurkan BI kepada bukan rekening Bank Centris melainkan kepada rekening pribadi atas nama Bank Centris.
”Kami tidak tahu menahu ada rekening lain yang mengatasnamakan Bank Centris. Ini berarti ada bank dalam bank. Ini akan jadi persoalan besar untuk ditindaklanjuti aparat penegak hukum,” cetus Andri Tedja.
Editor : M Mahfud