DEPOK, iNewsDepok.id - Imam al-Ghazali yang dikenal sebagai ulama besar dan ahli tasawuf ini menyebut ada 4 tahap kehidupan manusia di dunia ini. Empat tahap perjalanan manusia di dunia itu ditulis dalam buku “The Alchemy of Happiness” yang diterjemahkan Haidar Bagir menjadi “Kimia Kebahagiaan”.
Adapun 4 tahap kehidupan manusia di dunia berdasarkan Imam al-Ghazali yaitu inderawi, eksperimental, instingtif dan rasional.
Seperti apa 4 tahap kehidupan manusia di dunia? Berikut penjelasan mengenai 4 tahap kehidupan manusia di dunia, seperti dirangkum dari buku “Kimia Kebahagiaan”, pada Selasa (14/2/2023):
4 tahap kehidupan manusia
- Tahap pertama
Dalam tahap yang pertama, manusia seperti seekor rayap, yang meskipun memiliki penglihatan, tapi tak punya kemampuan mengingat dan akan menghapuskan dirinya terus-menerus pada lilin yang sama.
- Tahap kedua
Pada tahap kedua, manusia seperti seorang anjing, yang setelah sekali digigit akan lari ketika melihat sebatang rotan pemukul.
- Tahap ketiga
Pada tahap ketiga, manusia seperti seekor kuda atau domba yang, secara instingtif, terbang seketika tatkala melihat seekor macan atau srigala - musuh-musuh alaminya - sementara mereka tak akan lari jika melihat seekor unta atau kerbau, meskipun kedua binatang ini lebih besar ukurannya.
- Tahap keempat
Pada dalam tahap yang keempat manusia sama sekali mengatasi batas-batas binatang itu, sehingga mampu, sampai batas tertentu, meramalkan dan mempersiapkan diri bagi masa depan.
Gerakan-gerakannya pada mulanya bisa dibandingkan dengan berjalan biasa di atas tanah, kemudian menyeberangi laut dengan sebuah kapal, kemudian pada pendaratan keempat - ketika ia sudah akrab dengan hakikat-hakikat - berjalan di atas air.
Sementara itu, di balik dataran ini masih ada dataran kelima yang dikenal oleh para nabi dan wali yang bisa dibandingkan dengan terbang mengarungi udara.
Dengan demikian, Imam al-Ghazali mengatakan manusia mempunyai kemampuan untuk ada pada berbagai dataran yang berbeda, mulai dari dataran hewaniah sampai dataran malaikat.
Namun, di sinilah terletak bahayanya, yakni kemungkinan manusia terjatuh ke dataran yang paling rendah.
Sebagaimana tercantum di dalam Al-Qur’an, "Telah Kami tawarkan (yaitu tanggung jawab atau kehendak bebas) kepada lelangit dan bumi serta gunung-gunung; mereka menolak untuk menanggungnya. Tetapi manusia mau mananggungnya. Sesungguhnya manusia itu bodoh."
Iman al-Ghazali mengatakan tidak hewan tidak pula malaikat bisa mengubah tingkat dan tempat ia ditempatkan. Tetapi seseorang bisa tenggelam ke dataran hewaniah atau terbang ke dataran malaikat.
“Dan inilah arti dari 'penanggungan beban' sebagaimana disebutkan di atas oleh al-Qur'an," jelasnya.
Lebih lanjut Imam al-Ghazali mengungkapkan sebagian besar manusia memilih untuk berada di dua tahap terendah. Umumnya mereka yang tetap tinggal selalu bersikap bermusuhan dengan orang yang bepergian atau musafir yang jumlahnya jauh lebih sedikit.
Temuan Ahli Ilmu Kalam
Banyak orang dari kelas yang disebut dulu, kata Imam al-Ghazali, karena tidak memiliki keyakinan yang teguh tentang dunia yang akan datang, maka ketika dikuasai oleh nafsu-nafsu inderawi, menolaknya sama sekali.
Mereka mengatakan bahwa neraka adalah suatu temuan para ahli ilmu kalam belaka untuk menakut-nakuti orang. Juga mereka memandang para ahli ilmu kalam dengan penghinaan terbuka.
Menurut Imam al-Ghazali, berdebat dengan orang-orang seperti ini sedikit sekali manfaatnya. Meskipun demikian, kata Imam al-Ghazali, ada yang bisa dikatakan pada orang yang seperti ini yang mungkin bisa membuatnya berhenti dan merenung.
"Benarkah Anda sungguh-sungguh berpikir bahwa 124.000 nabi dan wali yang percaya pada kehidupan masa akan datang semuanya salah dan Anda, yang menolaknya, benar?"
Jika dia menjawab, "Ya," saya sedemikian yakin - sebagaimana saya yakin bahwa dua lebih besar daripada satu, bahwasanya jiwa dan kehidupan masa depan dalam bentuk kebahagiaan maupun hukuman itu tidak ada, maka manusia seperti itu sudah tidak mempunyai harapan lagi.
Bila menemukan yang demikian, maka yang bisa kita diperbuat hanyalah meninggalkannya sendiri sembari mengingat Al-Qur'an, "Meskipun kau peringatkan mereka, mereka tak akan ingat."
Akan tetapi jika dia mengatakan kehidupan masa depan adalah suatu kebolehjadian, hanya bahwa doktrin itu penuh mengandung keraguan dan misteri, sehingga tidak mungkin untuk bisa memutuskan benarkah hal itu atau tidak, maka seseorang bisa berkata kepadanya, "Jika demikian, sebaiknya Anda selesaikan baik-baik keraguan itu."
Sebagai contoh, Imam al-Ghazali mengatakan bila Anda sedang akan makan makanan, kemudian seseorang berkata kepada Anda bahwa seekor ular telah meludahkan bisa ke dalamnya, maka mungkin sekali Anda akan menahan diri dan lebih baik menahan kepedihan rasa lapar daripada memakannya. Meskipun orang yang memberi informasi kepada Anda mungkin hanya bercanda atau berbohong belaka.
Contoh lain, ketika Anda sedang sakit dan seorang penulis syair berkata, "Beri saya satu dirham dan saya akan menulis sebuah puisi yang bisa kau ikatkan di lehermu, yang akan menyembuhkannya dari sakit."
Boleh jadi Anda akan memberikan dirham yang dimintanya dengan harapan bisa mendapatkan manfaat jimat itu. Atau jika seorang peramal berkata, "Pada saat bulan telah sampai ke suatu bentuk tertentu, minumlah obat ini dan itu dan engkau pun akan sembuh."
Selain itu, meskipun Anda mungkin sedikit sekali percaya pada astrologi, kemungkinan besar Anda akan mencoba pengalaman itu dengan harapan orang itu benar.
Imam al-Ghazali juga mengingatkan, tidakkah Anda berpikir bahwa kebenaran yang bisa dipercaya juga terdapat dalam kata-kata nabi, para wali dan orang-orang suci, yang menyakinkan orang akan adanya kehidupan mendatang, sebagaimana janji seorang penulis jampi-jampi atau seorang peramal.
Bila orang berani melakukan perjalanan melalui laut yang penuh risiko demi mengharap suatu keuntungan, maka tidak maukah Anda menanggung sedikir penderitaan di masa sekarang demi kebahagiaan abadi di akhirat?
Ketika berdebat dengan seorang kafir, Sayyidina Ali Zainal Abidin (Putra Hesain bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah SAW) pernah berkata, "Jika Anda benar, maka tidak seorang pun di antara kita yang akan menderita keadaan yang lebih buruk di masa depan. Tetapi jika kami yang benar, maka kami akan terhindar dan Anda akan menderita."
Hal tersebut dikatakan Sayyidina Ali Zainal Abidin bukan karena ia berada dalam keraguan, tetapi hanya demi menciptakan suatu kesan bagi orang kafir itu. Menurut Imam al-Ghazali, urusan utama manusia di dunia ini adalah untuk mempersiapkan diri bagi dunia yang akan datang.
Sekalipun jika ia ragu-ragu tentang kemaujudan masa depan, nalar mengajarkan bahwa ia harus bertindak seakan-akan hal itu ada dengan mempertimbangkan akibat luar biasa yang mungkin terjadi. Itulah keselamatan atas orang-orang yang mengikuti ajaran-ajaran Allah.
Demikianlah 4 tahap kehidupan manusia di dunia ini berdasarkan Imam al-Ghazali.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani