CIANJUR, iNews.id - Induk Holding BUMN Farmasi, PT Bio Farma, telah mulai membuat vaksin sendiri, namanya Vaksin BUMN.
Saat ini proses pembuatan vaksin tersebut baru mulai pada tahap proses prauji klinik, dan diharapkan seluruhnya rampung pertengahan tahun depan, namun sudah terdaftar di tahap pengembangan kandidat vaksin WHO Covid-19 sejak Juni 2021.
Vaksin buatan Indonesia ini akan menggunakan metode Subunit Protein Rekombinan (protein Receptor Binding Domain/RDB).
"Pembuatan vaksin BUMN ini bertujuan untuk mendukung kemandirian Indonesia dalam memproduksi vaksin Covid-19, mengingat Indonesia membutuhkan vaksin Covid-19 dalam jumlah cukup besar, yakni untuk 208 juta penduduk. Jumlah ini belum termasuk vaksin Covid-19 untuk anak usia 6-11 tahun," kata Dirut Bio Farma, Honesti Basyir, seperti dikutip dari Sindonews.com, Rabu (15/12/2021).
Ia menjelaskan, produksi vaksin ini akan dikerjakan secara mandiri dari hulu hingga hilir, sesuai dengan harapan Menteri BUMN Erick Thohir. Sementara penelitian vaksin Covid-19 merupakan hasil kolaborasi global Bio Farma bersama Baylor College of Medicine, USA.
Vaksin BUMN akan diskenariokan menjadi vaksin dengan adjuvant alum untuk indikasi booster (dosis ketiga), dan sebagai vaksin primer (untuk pemberian dosis pertama dan kedua).
"Untuk vaksin primer, menggunakan formula dengan novel adjuvant (alum + CpG)," jelas Honesti.
Perbedaan mendasar pada kedua vaksin ini adalah dari adjuvant atau bahan tambahan untuk memperkuat dan/atau memodulasi respons imun terhadap antigen. Pada vaksin primer, diberikan adjuvant alum dan CpG yang akan bertujuan untuk mengurangi dosis vaksin dan frekuensi. Dengan demikian, diharapkan untuk vaksinasi primer cukup diberikan sebanyak dua kali.
Honesti menjelaskan, setiap vaksin jenis baru untuk penyakit baru, harus melalui tahapan-tahapan yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Juga harus benar-benar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan unsur, keamanan, khasiat atau efikasi, dan mutu dari vaksin demikian juga dengan Vaksin BUMN.
"Dalam kondisi normal, satu jenis vaksin bisa dikembangkan dalam waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari 10 tahun. Namun, dalam kondisi darurat seperti saat ini, penelitian vaksin Covid-19 bisa dilakukan akselerasi dengan tetap memperhatikan standar keamanan, khasiat, atau efikasi, dan mutu yang dikeluarkan oleh Badan POM," katanya.
Editor : Rohman