JAKARTA, iNewsDepok.id - Beragam cara untuk mempelajari sejarah masa lalu, khususnya sejarah perang dunia II hingga perang kemerdekaan Indonesia. Mulai dari membaca literasi sejarah, reka ulang, teatrikal dan lain sebagainya.
Ada hal unik lain yang tak kalah seru dalam hal mempelajari sejarah perang masa lalu. Salah Dionisius Cahyo, warga Jagakarsa, Jakarta Selatan, yang memiliki hobi unik yaitu membuat replika senjata perang dunia II.
Banyak replika yang dibuat pria yang akrab disapa Dion ini, mulai dari replika senjata model tentara Amerika seperti Thompson, M1 Garand, M1 Carbine. Ada juga senjata Arisaka (Jepang), Geweer Mannlicher 95 (Belanda), Lee Enfield (Inggris), hingga replika senjata era perang Vietnam.
Tim iNews Depok mencoba menyambangi rumah sekaligus tempat Dion membuat replika senjata tersebut, yang berada di Jln. Puspen, Kelurahan Jagakarsa, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Di rumahnya tersebut, Dion tengah sibuk membuat replika senjata Belanda jenis Geweer Mannlicher 95. Sembari bercerita dia mengaku membuat replika senjata tersebut karena ketertarikannya pada sejarah perang, sekaligus mengingat kembali hobi masa kecilnya yaitu bermain perang-perangan.
"Bikin mainan senjata perang seperti adalah mengingat kenangan masa lalu. Anak laki-laki saat kecil, biasanya kan bikin mainan tembak-tembakan dengan cara yang sederhana, sekaligus untuk mengenang masa lalu," kata Dion kepada iNews Depok, Sabtu (29/10/2022).
Selain itu, alasan Dion membuat replika senjata ini juga untuk memenuhi kebutuhan lainnya dalam hal reka ulang sejarah. Dalam reka ulang sejarah tersebut, sangat diperlukan properti yang mendukung kegiatan tersebut.
Oleh karena itu, Dion mencoba membuat sendiri replika senjata yang akan digunakan sesuai kebutuhan tema reka ulang yang akan dilakukan.
"Kita kan butuh properti untuk reka ulang. Oleh karena itu kita, butuh properti yang terjangkau dan akhirnya membuat sendiri," kata Dion.
Dalam membuat replika senjata ini Dion tidak sembarangan. Dia benar-benar membuat sesuai dengan aslinya.
Dion memanfaatkan internet sebagai wadahnya untuk riset cara pembuatan replika tersebut. Selain itu, Dion juga mengunjungi museum yang sekaligus sebagai tempat untuk mencari tahu model senjata yang dia maksud.
"Saya paling cari-cari info tentang senjata tersebut di internet, kita coba mereka-reka dimensinya, bentuknya," ujar Dion.
"Sekaligus kalau kita ke museum yang ada koleksi senjata, kita pelajari model bentuknya. Syukur kalau bisa megang, jadi kita bisa lebih tahu model senjata tersebut baik ukuran atau materialnya," imbuhnya.
Unit-unit replika yang telah Dion ciptakan, banyak dilakukan secara manual. Mulai dari memotong kayunya, memilih bahan bakunya dan lain sebagainya. Hal itu yang diakui Dion sebagai kendala, karena dia mengaku tidak memiliki keahlian di bidang itu.
"Itu kendala kita, mulai dari memotong kayu bahan dasar masih manual. Apalagi kita tidak ada latar belakang paham dalam bidang tersebut," ujarnya.
Namun dengan ketekunannya selama sembilan tahun, Dion mengaku telah membuat belasan model replika senjata.
Bicara bahan dasar pembuatan, Dion memanfaatkan limbah-limbah kayu yang sudah tidak digunakan. Tak jarang, dirinya berburu kayu hingga ke kuli bangunan yang sedang merenovasi rumah. Meskipun demikian, ia tetap memilih kayu yang masih solid dan kuat.
"Pembuatan kita memanfaatkan kayu-kayu bekas. Tinggal kita cari yang masih bagus dan kuat," kata Dion.
Dalam pembuatannya, Dion tidak sendiri. Ia dibantu beberapa rekan sehobinya. Salah satunya Vincentius Rendy, mahasiswa semester tujuh di salah satu kampus swasta di daerah Depok, Jawa Barat.
Rendy mengaku, ia membantu membuat replika ini karena latar belakang ketertarikan pada sejarah. Selain itu, ini menjadi cerita kenangan Rendy untuk mengingat masa kecilnya yang menyukai bermain perang-perangan.
"Rasa baru kemarin jaman masih kecil main tembak-tembakan. Untuk sekarang bermain lagi, tapi sambil reka ulang sejarah perang," kata Rendy.
Selain itu, sebagai pemuda Rendy mengaku membuat replika senjata dan memainkannya bisa menjadi ajang mempelajari sejarah pada masa lalu, khususnya perang kemerdekaan Indonesia.
Senada dengan Rendy, Dion juga mengaku replika senjata yang ia buat bisa menjadi sarana untuk mempelajari sejarah.
"Dari replika yang dibuat, ini bisa jadi sarana belajar sejarah perang pada masa lalu. Kita bisa jelaskan model senjatanya, serta kelengkapan pada senjata tersebut," ujar Dion.
Bicara nilai ekonomi, Dion mengaku saat ini tidak menjual replika senjatanya tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan, kedepannya Dion siap menerima pesanan jika ada yang berminat dengan koleksi replika yang ia buat.
"Sekarang sih belum jual, dulu sih pernah. Mungkin kedepannya akan saya pertimbangkan jika ada orang yang minat mau bikin sama saya," kata Dion.
Harga replika paling mahal yang Dion buat sekitar Rp. 1,4 juta, tergantung tingkat kerumitannya.
"Kalau harga mungkin nanti ya sekitar 800 hingga 1,4 juta rupiah tiap unit, tergantung detail kerumitannya," kata Dion.
Hingga saat ini, Dion bersama rekan-rekannya telah membuat replika 12 unit senjata perang dunia II dari berbagai model.
Editor : M Mahfud