DEPOK, iNewsDepok.id - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melarang penggunaan klason telolet. Klakson tambahan ini dinilai menjadi pemicu kecelakaan maut yang melibatkan truk tangki Pertamina beberapa waktu lalu. Menanggapi hal itu, pengusaha bus menilai hal itu berlebihan.
Seperti diketahui, hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menemukan, kecelakaan maut truk Pertamina di Jalan Transyogi Cibubur, Bekasi, Jawa Barat pada Senin 18 Juli 2022 dipicu penggunaan klakson tambahan atau telolet.
Anthony Steven Hambali, pemilik PO Sumber Alam mengaku mendukung penyelidikan penuh terkait kecelakaan Truk Pertamina di Jalan Transyogi Cibubur, Bekasi beberapa waktu lalu. Dirinya juga mengkritisi langkah KNKT, bila penggunaan klakson tambahan menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan.
"Tanggapan saya tentu kita harus menindaklanjuti usulan KNKT tersebut. Berarti dalam kecelakaan itu, ditemukan sistem rem yang tidak maksimal, karena bocor karena ada sistem klakson variasi," kata Anthony kepada iNews Depok, Senin (24/10/2022).
Namun demikian, Anthony tidak setuju terhadap usulan KNKT untuk melarang klakson telolet tersebut, khususnya klakson tambahan yang berada di bus. Karena banyak kendaraan besar memiliki sistem pembuangan angin untuk sistem klakson dan rem, yang memiliki sistem angin yang berbeda.
Anthony juga mengaku, penggunaan klakson telolet juga tidak mempengaruhi sistem pengereman pada kendaraan besar khususnya bus.
"Di tempat kami saat ini tidak ada masalah. Memang sistem di klakson terhubung dengan sistem rem, namun pada bus tidak berpengaruh kepada beban pengereman kendaraan."
"Jadi kinerja rem masih bisa diandalkan," kata Anthony.
Pengusaha bus asal Purworejo, Jawa Tengah ini juga menilai Kemenhub tak perlu melarang klakson variasi tersebut. Bagi Anthony, pemerintah lebih penting memberikan edukasi bagaimana menggunakan klakson variasi dengan cara yang aman, khususnya untuk kendaraan besar seperti bus dan truk.
"Saya pikir telolet kan hanya variasi, tidak perlu dilarang. Tapi diedukasi bagaimana instalasi yang tepat dan aman," ujar Anthony.
Anthony menilai banyak regulasi yang dimunculkan hanya menjadi aturan tertulis semata, jarang dilakukan penindakan di lapangan.
"Seperti penggunaan lampu strobo yang katanya dilarang, tetapi masih banyak ditemui di jalan," ujar Anthony.
"Daripada mengeluarkan regulasi tapi tidak bisa menertibkan, mending berikan edukasi," imbuhnya.
Senada dengan Anthony, pemerhati transportasi bus Andriawan Pratikto juga tidak setuju terkait larangan penggunaan klakson 'telolet'.
"Jangan dilarang, cukup diedukasi cara pemasangan variasi yg aman seperti apa," kata Andriawan, Youtuber transportasi kereta api dan bus.
Seperti diketahui, hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menemukan, kecelakaan maut truk Pertamina di Jalan Transyogi Cibubur, Bekasi, Jawa Barat pada Senin 18 Juli 2022 dipicu penggunaan klakson tambahan atau telolet.
Truk mengalami kegagalan pengereman dikarenakan persediaan udara tekan di tabung yang berada di bawah ambang batas. Sehingga tidak cukup kuat untuk melakukan pengereman.
Penurunan udara tekan dipicu dua hal, pertama adanya kebocoran pada solenoid valve klakson tambahan dan kedua adalah travel stroke kampas rem. Penggunaan klakson tambahan itu memicu keborosan pada angin pengereman.
Oleh sebab itu, dalam konferensi persnya KNKT meminta Kemenhub melarang penggunaan klakson tambahan.
"Kita merekomendasikan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat untuk sementara waktu agar melarang semua penggunaan klakson tambahan yang instalasinya mengambil sumber daya tenaga pneumatic dari tabung udara sistem rem," ujar Senior Investigator KNKT, Ahmad Wildan, Selasa 18 Oktober 2022.
Editor : M Mahfud