get app
inews
Aa Text
Read Next : Indomie Kembali Terpilih sebagai The Most Chosen Instant Noodle Brand in the World

In Memoriam Eva Riyanti Hutapea: CEO yang Bersinar di Saat Krismon 25 Tahun Silam

Minggu, 10 Juli 2022 | 16:50 WIB
header img
Eva Riyanti Hutapea. Foto: Ist

JAKARTA, iNewsDepok.id - Memang setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya. Seketika muncul niat dari hati untuk menulis in memoriam begitu membaca di media sosial WA Group bahwa telah wafat Ibu Eva Riyanti Hutapea pada hari Jumat, 8 Juli 2022 siang. Saya terkenang dan terkesan akan sosok Chief Executive Officer (CEO) yang namanya moncer atau bersinar cemerlang di masa krisis moneter atau Krismon tahun 1997/1998 atau 25 tahun silam. 

Kata orang bijak setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya. Di masa itulah nama Ibu Eva mendapat panggung besar, panggung terhormat. Media-media mainstream bisnis dan investasi saat itu memberitakan langkah korporasi yang beliau ambil.

Bagi saya pribadi menuliskan kenangan atas diri Ibu yang baik hati ini bukan pujian semata, namun saya ingin mengajak pembaca belajar dari pengalaman berharga Ibu Eva sebagai nakhoda sebuah kapal besar dengan aset puluhan triliun Rupiah, seorang CEO yang membuka lapangan kerja bagi banyak orang dan keluarga di republik ini. Orang pintar belajar dari pengalamannya sendiri. Orang bijak belajar dari pengalaman orang lain.

Ibu Eva lahir di Jakarta, 26 Desember 1949. Tutup usia di umur 73 tahun. Jenazah disemayamkan di Rumah Duka Grand Heaven Pluit Jakarta. Pada hari Selasa, 12 Juli 2022 akan dimakamkan di San Diego Hills Memorial Park, Karawang. 

Almarhumah adalah istri dari Bapak Bunbunan Hutapea. Pasangan ini memiliki tiga anak perempuan bernama Patricia Imelda, Margaret Ivana dan Anastasia, semuanya sudah menikah. Anak nomor satu menikah dengan Richard Simanjuntak. Anak nomor dua menikah dengan Marga Manurung dan anak bungsu menikah dengan Marga Simanjuntak.

Pasangan tokoh eksekutif papan atas di masanya ini - Pak Bunbunan Hutapea di masanya menjabat Deputi Gubernur Bank Indonesia (2002 - 2007) - telah mengarungi mahligai cinta selama 47 tahun hingga maut memisahkan mereka.

Memang di bidang keuangan Ibu Eva pengalamannya komplit. Beliau seorang akademisi, dosen akuntansi di Universitas Indonesia sekaligus praktisi keuangan berpengalaman di kantor akuntan dan menjadi internal auditor di perusahaan korporasi. Ia pernah bekerja di Kantor Akuntan Sidharta. Sebelum menuju puncak eksekutif di Indofood, Ibu Eva ditugaskan sebagai internal auditor di Salim Group yang punya akses langsung ke pemegang saham, Sudono Salim.

Dalam suatu kesempatan Ibu Eva berkisah mulai memimpin Indofood tahun 1996. Dia butuh waktu 15 tahun untuk mencapai puncak. Ia pertama kali bekerja di Salim Group pada 15 Oktober 1981. Ibu Eva berkinerja moncer sebagai CEO wanita pertama di imperium Salim. Lulusan Fakultas Ekonomi UI dan Senior Executive Program Stanford University Amerika Serikat ini adalah orang penting di Salim Group.

Kita perlu belajar dari sosok Ibu Eva yang super-achievers. Layak kita telisik kenapa Ibu Eva mendapat predikat sebagai the most powerful business women dan dicitrakan sebagai iron lady secara positif. 

Menurut saya alasan yang pertama, sebagai pilot baru Indofood waktu itu, di tengah gejolak badai Krismon, secara presisi pada tahun 1997 Ibu Eva berhasil melakukan soft landing nyaris sempurna. Ia adalah tokoh penting di balik penyelamatan PT Indofood Sukses Makmur dari hempasan gelombang krisis moneter tahun 1997/1998 yang merontokkan banyak perusahaan di negeri ini.

Kedua, di tengah ekonomi yang suram, sebagai CEO, Ibu Eva piawai memimpin perusahaan industri makanan dengan kinerja jawara pasar melalui efisiensi di semua lini dan inovasi tiada henti. Ketiga, di masa sulit itu dia mampu mempertahankan 48.000 karyawan tanpa pemutusan hubungan kerja. Untuk mencapai itu semua ia bekerja keras. Menurut Ito Helty Hutapea yang lama menjadi stafnya, Ibu Eva terbiasa bekerja sampai larut malam.

Keempat, pada tahun 1998 Ibu Eva melakukan langkah kuda yang menghebohkan jagat bisnis. Ketika perusahaan lain meminta penundaan utang, Ibu Eva justru melakukan sebaliknya. Langkah berani yang dia lakukan menjual saham Salim di Indofood ke First Pacific di Hong Kong.

Dengan cash begitu banyak di tangan, Ibu Eva mengambil langkah anti-textbook mampu bayar utang 1,2 miliar Dollar AS dan membalik kinerja perusahaan yang merugi, pada tahun 1999 membukukan laba Rp825 miliar. Di masa sulit dan ekonomi suram itu, sejatinya tidak berlebihan bila Ibu Eva diposisikan sebagai Sang Putri tanpa mahkota di imperium Salim.

Sebagai jurnalis, pertemuan pertama saya dengan almarhumah tidak terduga. Karena kejadiannya sudah lama saya lupa apakah tahun 1994/1995, saat itu ada berita menghebohkan, yakni ada warga meninggal dunia setelah makan mie instan yang diduga beracun di Kabupaten OKU, Sumsel. Waktu itu saya bekerja sebagai jurnalis di Harian Umum Sriwijaya Post di Kota Palembang dengan jabatan Wakil Redaktur Pelaksana merangkap Redaktur Ekonomi dan Bisnis. Ketika itu saya dihubungi oleh atasan saya agar menemui bos Indofood yang datang dari Jakarta. Kami bertemu dan berbincang di salah satu ruangan di pabrik mie Indofood Palembang.

Ibu Eva dengan gerak cepat datang ke Palembang karena isunya menjadi liar, muncul pembentukan opini publik agar produk Indomie semua ditarik dari peredaran, bahkan ada yang minta pabriknya sementara ditutup hingga ada penjelasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dan pihak kepolisian.

Saya tidak menyangka sama sekali saat beliau memperkenalkan diri menyebut marganya sama dengan marga saya, Hutapea. Belakangan saya tahu bahwa itu marga suaminya. Beliau bilang bangga dengan menyematkan nama marga suaminya itu di belakang namanya. Duh bangganya awak jadi Marga Hutapea. Dalam hati saya membatin kenapalah di situasi sulit seperti ini berkenalan dan berhadapan muka dengan Ibu yang bersuara halus, lembut dan berwajah teduh ini.

Kesan pertama saya bertemu dan berdiskusi dengan Ibu Eva adalah tipe bos besar yang mau mendengar pendapat orang lain. Ketika itu beliau minta pendapat saya atas permasalahan berita yang dikaitkan dengan perusahaan yang dipimpinnya.

Saya sarankan kepada beliau agar melakukan komunikasi intensif dengan Badan POM dan pihak kepolisian agar kasus ini tidak simpang siur dan isunya melebar. Saya juga menyarankan agar beliau menjalin komunikasi yang intensif dengan elemen masyarakat, tokoh masyarakat, termasuk mahasiswa dalam rangka membangun citra positif perusahaan yang dipimpinnya.

Saya katakan, memang tidak masuk akal sehat Indofood sebagai pihak yang memproduksi mie instan Indomie dengan sengaja meracuni produknya sendiri. Jangan-jangan itu merupakan rekayasa, siasat bisnis curang dari pesaing atau memang ada mie instan yang sudah kadaluarsa dikonsumsi. Ini masih dugaan tanpa bukti. Namun saya katakan bahwa berita atas kematian warga Sumsel itu tidak bisa ditutup-tutupi, justru keterbukaan informasi dari pihak berwenanglah yang dapat menuntaskan permasalahan ini secepatnya. 

Poin yang ingin saya sampaikan dalam pertemuan perdana di Palembang itu adalah Ibu Eva adalah tipe pemimpin yang bergerak cepat dan mau mendengar saran dan pendapat orang lain. Dalam perbincangan saya dengan seorang teman aktivis mahasiswa beberapa tahun kemudian, ia menceritakan bahwa Indofood di era kepemimpinan Ibu Eva lebih terbuka dan mau mendukung kegiatan kampusnya.

Hubungan saya sebagai jurnalis bisnis dengan Ibu Eva kembali terjalin ketika saya pindah ke Jakarta. Tahun 2002/2003 saya bekerja sebagai jurnalis di Majalah Bisnis dan Investasi Prospektif. Di majalah yang berkantor di Menteng, Jakarta Pusat itu, jabatan saya ketika adalah Wakil Pemimpin Redaksi. Dari kesempatan berbincang santai di kantornya di Lantai 12 Gedung Ariobimo Sentral H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan dalam kapasitas beliau sebagai CEO PT Indofood Sukses Makmur bagi saya sosoknya tergambar dua wajah yang menyatu.

Untuk menguatkan penilaian akan sosok Ibu Eva say abaca kembali buku bertajuk “Sisi Lain 50 Tokoh Populer yang Belum Terungkap di Media yang diterbitkan Majalah Prospektif pada tahun 2003. Buku itu disunting oleh guru jurnalistik legendaris Oom Valens G. Doy bersama Pemred Mbak Nanik S. Deyang dan Pemimpin Perusahaan Mas Budi Purnomo.

Dalam penulisan buku ini, saya mendapat tugas peliput dan menjadi salah satu penulisnya. Salah satu tokoh yang masuk di buku itu adalah Ibu Eva Riyanti Hutapea. Dari hasil wawancara yang komprehensif semakin jelas bagi saya siapa sejatinya sosok Ibu Eva Riyanti.

Saat saya berbincang santai dengan stafnya, secara positif Ibu Eva dikesankan sebagai iron lady.  Jika Ibu Eva sudah mengambil keputusan A, maka keputusan itu secara tegak lurus akan dijalankan hingga ke bawah. Ibu Eva dinilai sebagai pemimpin bisnis yang bernyali, berani mengambil keputusan yang sulit, namun terukur.

Nah, bagaimana menggambarkan sosok Ibu Eva? Benarkah Ibu Eva iron lady?

Setelah saya renungkan, dan mencari informasi dari kiri dan kanan, boleh dibilang melekat dua wajah di dalam diri Ibu Eva. Di satu sisi, sosok Ibu Eva terkesan serba kompetitif, overachiever atau setidaknya bercitra globetrotters. Ibu Eva membawa Indofood menjadi perusahaan yang tidak henti berinovasi. 

Di bidang keuangan, Ibu Eva tidak bisa dikadalin atau diperdaya karena memang ahlinya di situ. Sudah terbukti beliau sebagai ahli rekayasa keuangan yang handal. Pada tahun 1995 dia ikut melakukan akuisisi Bogasari, Indomarco, Inti Boga Sejahtera. Sebelumnya Ibu Eva berhasil menjalankan misi akuisisi Bimoli, saat Salim Group dengan Sinar Mas pecah kongsi.

Meski sosoknya determinative dan decisive, namun kepemimpinan Ibu Eva menurut saya tidaklah agresif. Ciri feminitas kepemimpinannya tidak saja pada penampilannya yang keibuan. Wajahnya teduh. Ia keras, tegas tetapi compassionate, hangat. Inspiring dan encouraging.

Ibu Eva adalah sosok yang bergerak cepat mengubah kesulitan menjadi tantangan. Stereotip keibuan justru menjadi kekuatan kepemimpinannya. Pribadinya humble, memahami arti bersyukur. Baginya prestasi yang diraih adalah mukjizat Tuhan. Beliau tidak sombong. Dalam suatu kesempatan wawancara, Ibu Eva berkata kepada saya bahwa tidak semua produk Indofood itu unggul dari pesaing. Artinya masih banyak PR yang harus dibenahi dan diperbaiki.

Ibu Eva yang keibuan selaras dengan perbuatannya yang senang berbagi. Prinsipnya adalah give and take, bukan take and give. Dia berusaha bisa bersikap giving is gaining, berusaha untuk living without power untuk invest in charity. “Bagi saya ini semua mukjizat Tuhan,” katanya merendah.

Dalam hidup bermasyarakat, baik secara pribadi maupun sebagai CEO, Ibu Eva bertekad membalas lebih banyak kebaikan kepada masyarakat yang tidak lain adalah konsumen Indofood yang loyal selama bertahun-tahun. Tanpa mau publikasi, hatinya tergerak untuk membantu masyarakat. Saat memberi niatnya tulus memberikan yang terbaik.

Contoh yang saya saksikan sendiri adalah ketika Krismon dulu, hatinya tergerak membantu masyarakat, termasuk membantu banyak Keluarga Besar Hutapea yang tinggal di Jabodetabek dengan memberikan bantuan beras impor kualitas premium, mie instan dan minyak goreng. Sudah diberi ini dan itu, masih juga diberikan nasi kotak yang enak. Sungguh mulia hatinya. Inilah kesempatan saya mengucapkan terima kasih secara tulus.

Hatinya penuh syukur karena saat menjalani aktivitas di kantor dan di rumah mendapatkan sisi baik yang luar biasa dalam kehidupannya. Dari wawancara yang saya kutip dari Buku Sisi lain 50 Tokoh Populer yang Belum Terungkap di Media, Ibu Eva Riyanti bersyukur karena punya tipe suami yang mencintai dengan sukma. Pada tahun 1975, Ibu Eva dan Bunbunan Hutapea bersepakat di depan Tuhan untuk bersatu dalam cinta sepanjang hidup mereka. Dan tepat pada tanggal 8 Juli 2022 maut memisahkan pasangan ini.

Ibu Eva Riyanti Hutapea meninggalkan banyak legacy, ia peduli terhadap usaha kecil dan menengah. Saya mencatat dalam perjalanan kariernya sebagai eksekutif papan atas selama 22 tahun di Indofood, ada dinamika yang tidak terungkap di media. Pada 15 Desember 2003 ia menyampaikan surat pengunduran diri untuk memberikan kesempatan kepada Dewan Komisaris merekrut penggantinya yang dilaksanakan dalam RUPS Mei 2004.

Pelajaran yang bisa kita petik dari peristiwa bisnis ini adalah Ibu Eva adalah orang yang bertanggung jawab. Dia memutuskan mundur di saat performa perusahaan sehat dan fundamentalnya baik. Selanjutnya Ibu Eva mendirikan PT Usaha Kita Makmur Indonesia (PT UKMI). 

Ibu Eva Riyanti Hutapea telah mengakhiri pertandingan yang baik, beliau telah mencapai garis akhir dan telah memelihara iman. Dan beliau telah memenuhi janji sucinya hanya maut yang dapat memisahkannya dengan kekasih hati, belahan jiwanya. Kepada Bapak Bunbunan Hutapea dan keluarga terkasih agar tabah di masa duka ini. Tuhan memberi, Tuhan pula yang mengambilnya.

Selamat jalan Ibu Eva Riyanti Hutapea yang baik hati. Selamat kembali ke surga Bapak nan damai. Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya. Rest in Peace. RIP.

Biarlah kisah dan pengalaman Ibu Eva Riyanti menjadi berkat bagi orang lain. Segala kebaikan dan kemurahan hatinya menjadi pohon yang berbuah lebat. Biarlah butiran beras demi beras yang diberikan sebagai tali asih kepada banyak orang yang tidak mampu menjadi berkat dan suka cita. Sebagai Marga Hutapea saya bangga dan salut pernah mengenalmu Ibu.

Editor : Kartika Indah Kusumawardhani

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut