get app
inews
Aa Text
Read Next : DPR Minta Pemerintah Identifikasi Sebab Kerugian Sejumlah BUMD

BEM UI Minta DPR dan Pemerintah Cabut 4 Pasal dalam RKUHP

Jum'at, 17 Juni 2022 | 08:42 WIB
header img
Mahasiswa menggelar aksi tolak RKUHP. Foto: Istimewa

DEPOK. iNewsDepo.id - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) meminta pemerintah dan DPR agar mencabut empat pasal dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), karena dianggap mengancam kebebasan berpendapat dan demokrasi.

Keempat pasal dimaksud adalah pasal 218, pasal 240, pasal 353, dan pasal 354 .

"Kami merekomendasikan agar keempat pasal itu di-drop seluruhnya, dicabut saja, jangan dimasukkan, karena kami melihat betul bahwa ini mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi, khususnya kritik terhadap pemerintah dan akan mengancam demokrasi itu sendiri," kata Ketua BEM Fakultas Hukum UI Adam Putra dalam diskusi daring bersama Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Kamis (16/6/2022).

Ia menjelaskan, pasal 218 merupakan pasal yang sama dengan pasal penghinaan presiden yang dulu pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal ini memgancam siapa saja yang menyerang kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden di muka umum, dipidana paling lama 3 tahun 6 bulan dan denda maksimal Rp200 juta.

Pasal ini sempat ada dalam KUHP, tetapi dihapus MK pada 4 Desember 2006 melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 karena parameter penghinaan tidak jelas, sehingga dinilai dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.

MK juga menilai pasal tersebut mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara, serta mengabaikan prinsip persamaan di depan hukum.

"Karena itu kami mempertanyakan urgensi dari dihidupkannya kembali pasal yang sejak dulu kontroversial itu. Padahal, pasal penghinaan yang secara khusus ditujukan kepada pribadi kodrat itu sudah ada. Jadi, kami betul-betul mempertanyakan apa urgensi dari dihidupkannya kembali pasal ini," ujarnya.

Pasal 240 yang mengatur tentang penghinaan terhadap pemerintah yang sah. Bunyinya adalah: "setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak Rp200 juta".

Menurut Adam, kalimat 'berakibat terjadinya kerusuhan' pada pasal 240 itu bermasalah, karena pemerintah perlu menegaskan kembali jenis dan bentuk kerusuhan yang dimaksud.

"Kami khawatir dengan tidak dijelaskannya parameter kerusuhan ini nantinya apabila ada seseorang atau siapapun itu yang berpendapat, mengkritik pemerintah yang sah di sosial media dan viral, menimbulkan kehebohan di ranah elektronik, itu dapat juga dianggap sebagai kerusuhan," katanya.

Pasal 353 dalam RKUHP berbunyi: "setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Rp10 juta".

Menurut Adam, pasal ini tidak relevan karena sangat wajar bila sebuah lembaga negara dikritik dan kinerjanya dipertanyakan 

Pasal 354 RKUHP, lanjut Adam, mengatur hal yang sama dengan pasal 353, tetapi lebih mengerucut dengan menyasar penghinaan di ranah elektronik.

Yang unik, pada pasal ini tidak ada ketentuan mengenai delik aduan seperti di pasal 353, sehingga dinilai sangat berbahaya.

"Dapat dibayangkan kekacauan yang dapat terjadi. Implikasi-implikasi buruk yang dapat terjadi terhadap demokrasi, terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi ketika siapapun, tidak harus lembaga negara yang bersangkutan, tapi siapapun bisa melaporkan seseorang atas penghinaan kekuasan umum atau lembaga negara di ranah elektronik. Kami menilai pasal ini sangat berbahaya," katanya.

Karenanya secara tegas Adam meminta pemerintah dan DPR mencabut keempat pasal itu dari RUKHP.

Untuk diketahui, sejak dibahas di DPR pada periode 2014-2019, draf RKUHP itu telah menuai penolakan masyarakat, sehingga pembahasannya ditunda untuk direvisi.

Namun, ketika dibahas lagi oleh DPR periode 2019-2024 yang saat ini sedang bertugas, ternyata masih menuai penolakan masyarakat, sehingga Kemenkumham saat ini masih menggodok RKUHP hasil perbaikan dengan Komisi III DPR.

Hingga saat ini, karena masih dalam penggodokan, draft terbaru RKUHP belum dapat diakses publik, tetapi isu yang beredar menyebutkan, RKUHP rencananya akan disahkan pada Juli 2022.

 

Editor : Rohman

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut