
JAKARTA, iNews Depok.id - Banyak yang mengira sebutan kopitiam merupakan plesetan dari kata kopi hitam. Namun ternyata, kopitiam atau Kopi Tiam merupakan istilah yang memiliki arti kedai kopi, di mana istilah tersebut berasal dari gabungan kata kopi dan tiam. Tiam sendiri memiliki arti kedai atau toko dalam bahasa Hokkian maupun Hakka.
Bicara soal kopi, nama Lim Kok Tong mungkin tidak asing lagi, apalagi bagi para pecinta kopi dari wilayah Sumatra Utara (Sumut). Berawal dari Pematang Siantar, Sumut, kedai kopi ini telah menjadi saksi perjalanan panjang selama hampir satu abad.
Dennis Nugroho, bagian dari generasi keempat keluarga pendiri Lim Kok Tong, berbagi kisah tentang bagaimana tradisi dan kualitas menjadi kunci keberhasilan usaha ini.
“Usaha ini sudah ada sejak tahun 1925, didirikan oleh generasi pertama keluarga kami, Lim Tie Kie. Awalnya, semua dimulai dari kecintaan terhadap keluarga dan kopi. Bahkan nama usaha ini diambil dari nama panggilan anak pendirinya. Hingga kini, kami tetap mempertahankan kualitas dan tradisi yang diajarkan turun-temurun,” ungkap Dennis di kedai kopi Lim Kok Tong, kawasan Pluit, Jum'at (24/1/2025).
Menurut Dennis, Lim Kok Tong dikenal sebagai kopitiam tradisional dengan cita rasa khas perpaduan budaya Tionghoa dan Batak. Meskipun kini sudah berkembang ke berbagai kota di Indonesia, akar dari usaha ini tetap kuat di Pematang Siantar.
“Rahasia kami bisa bertahan hingga 100 tahun adalah regenerasi yang sukses. Papa dan kakek selalu mengajarkan pentingnya menjaga kualitas. Kami tidak pernah kompromi soal bahan baku. Misalnya, biji kopi yang digunakan selalu dari Sumatra Utara, hasil kerja sama dengan petani lokal. Kami memadukan robusta dan arabika untuk mendapatkan rasa yang pas di lidah orang Indonesia,” jelasnya.
Bahkan saat pandemi COVID-19 melanda, Lim Kok Tong tetap mempertahankan kualitasnya tanpa menurunkan standar. “Kami tidak pernah tergoda untuk mengurangi kualitas meski tantangan begitu besar," kata Dennis.
Ia menjelaskan bahwa Lim Kok Tong memiliki daya tarik lintas generasi. Kopi hitam menjadi favorit pelanggan senior, sementara kopi susu lebih digemari anak muda dan generasi milenial.
Harga yang ditawarkan pun bersahabat, mulai dari Rp12.000 di Pematang Siantar hingga Rp20.000 di Jakarta.
“Biasanya pelanggan kami berasal dari keluarga besar. Orang tua mengenalkan kami ke anak-anak mereka, dan begitu seterusnya. Dari sini, generasi muda mulai mengajak teman-teman mereka. Ini adalah cara alami kami mempertahankan pelanggan dari masa ke masa,” ujar Dennis.
Seiring berjalannya waktu, Lim Kok Tong terus beradaptasi dengan perkembangan zaman. Mereka mulai membuka cabang di luar Sumatera Utara, seperti Jakarta, Bekasi, Cibubur, Cikarang, Pontianak, hingga Samarinda. Selain itu, mereka juga hadir di beberapa lokasi strategis, seperti Bandara Kualanamu dan Soekarno-Hatta.
“Sekarang kami juga memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk promosi. Jika dulu promosi dilakukan dari mulut ke mulut, kini kami aktif di Instagram dan platform online lainnya. Kami juga telah bekerja sama dengan layanan seperti Gojek dan Grab untuk memudahkan pelanggan menikmati kopi kami dari rumah,” katanya.
Sebagai bentuk apresiasi kepada pelanggan Lim Kok Tong, untuk merayakan 100 tahun pada tanggal 25 dan 26 Januari 2025, mereka membagikan kopi dan teh secara gratis. Tradisi untuk merayakan pertama usaha ini berdiri pada hari tahun baru kalender lunar.
“Ini adalah cara kami mengucapkan terima kasih kepada semua pelanggan yang telah mendukung kami selama ini. Kami ingin berbagi kebahagiaan dan menunjukkan bahwa sejarah kami adalah bagian dari kehidupan mereka juga,” tambah Dennis.
Dennis Nugroho, bagian dari generasi keempat keluarga pendiri Lim Kok Tong. (Foto: iNews/Tama)
Dengan sejarah panjangnya, Lim Kok Tong memiliki nilai tambah yang sulit disaingi oleh kedai kopi lainnya. Semua produk yang mereka tawarkan adalah hasil produksi sendiri, dari pemilihan bahan baku hingga proses pembuatan.
“Ini yang membedakan kami. Karena semuanya kami produksi sendiri, kualitasnya lebih terjamin dan harga tetap kompetitif,” kata Dennis.
Bagi Dennis, menjaga tradisi dan kualitas adalah bentuk penghormatan kepada para pendahulunya.
“Kami ingin memastikan bahwa apa yang kami bangun bisa terus dinikmati oleh generasi berikutnya. Kopi ini bukan hanya soal bisnis, tapi juga tentang warisan keluarga yang tak ternilai harganya,” pungkasnya.
Dari Pematang Siantar hingga ke berbagai penjuru Indonesia, Lim Kok Tong tidak hanya sekadar kedai kopi, melainkan sebuah cerita tentang sejarah, tradisi, dan cinta terhadap kualitas. Jika Anda belum mencobanya, mungkin sudah saatnya Anda merasakan kopi yang telah melewati perjalanan panjang selama 100 tahun ini.
Seabad Kopi Kok Tong
Sejarah kisah perjalanan Kopitiam Lim Kok Tong dimulai pada tahun 1900, ketika Lim Tie Kie, seorang pemuda berusia 18 tahun dari kota Fu Zhou di Provinsi Fu Jian, Tiongkok, merantau ke Indonesia.
Dengan keberanian dan tekad yang kuat, ia memulai kehidupan baru di tanah rantau yang menjanjikan.
Pada tahun 1925, Lim Tie Kie membuka kopitiam pertamanya di Kota Pematang Siantar, tepatnya di Jalan Cipto. Kopitiam tersebut diberi nama Heng Seng Can dan menjadi tempat berkumpul bagi masyarakat setempat.
Kehangatan suasana dan cita rasa khas kopitiam ini menjadikannya salah satu ikon yang tetap dikenang hingga hari ini.
Seiring berjalannya waktu, tongkat estafet diteruskan kepada generasi kedua. Pada tahun 1970, Lim Kok Tong, putra Lim Tie Kie, mengambil alih pengelolaan kopitiam.
Ia memberikan sentuhan baru dengan mengganti nama kopitiam menjadi Massa Kok Tong, sebuah nama yang mencerminkan identitas baru tanpa melupakan akar tradisi.
Pada tahun 1980, generasi ketiga, Lim Ming, mulai melanjutkan tradisi keluarga ini. Dengan semangat inovasi, Lim Ming menciptakan resep khas yang hingga kini menjadi andalan kopitiam. Tidak hanya itu, ia juga membangun tempat pemanggangan kopi sendiri untuk memastikan kualitas kopi tetap terjaga.
Proses pemanggangan yang dilakukan dengan cermat membuat kopi di semua gerai Lim Kok Tong selalu segar dan bercita rasa tinggi.
Dua dekade kemudian, pada tahun 2010an, Lim Ming kembali membuat perubahan besar dengan mengganti nama kopitiam menjadi Lim Kok Tong. Nama baru ini kemudian diteruskan oleh anaknya, Vincent Forest sebagai generasi keempat, dengan membawa semangat tradisi dan inovasi.
Di tahun yang sama, ia mulai memperluas jangkauan dengan membuka beberapa gerai baru di Sumatra Utara, menjadikan Lim Kok Tong sebagai merek kopi yang semakin dikenal luas.
Langkah besar lainnya terjadi pada tahun 2019, ketika Lim Kok Tong membuka toko utama atau flagship store pertamanya di Pluit, Jakarta.
Kehadiran gerai ini menjadi simbol modernisasi sekaligus komitmen untuk terus menjaga tradisi cita rasa kopi berkualitas yang telah dirintis sejak hampir seabad lalu.
Hingga hari ini, Lim Kok Tong tetap menjadi cerita tentang perjalanan keluarga, tradisi, dan kecintaan pada kopi. Dari sebuah kopitiam kecil di Pematang Siantar, kini nama Lim Kok Tong telah menjadi bagian dari warisan kopi Indonesia.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait