“Ini kan miris sekali. Musibah memang tidak bisa dihindari, namun proses penyelamatan masih bisa dilakukan dengan maksimal apabila tidak terhambat kondisi air yang keruh,” ungkap Daniel.
Daniel lalu menyoroti soal uji laboratorium terhadap sampel air di berbagai lokasi di Kabaena. Hasilnya menunjukkan kandungan nikel mencapai 3 mg/liter, 69 kali lipat dari ambang batas 0,05 mg/liter yang ditetapkan untuk biota laut.
Menurut warga setempat, aktivitas tambang di Kabaena tidak hanya melibatkan eksploitasi lahan, tetapi juga praktik ilegal. Sebab pernah terbukti adanya perusahaan besar yang melakukan penambangan tanpa izin di kawasan hutan lindung.
Daniel meminta ketegasan dari Pemerintah, khususnya penegak hukum dan kementerian/lembaga terkait seperti Kementerian Kelautan, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Lingkungan Hidup.
“Sanksi tegas harus diberikan kepada perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran. Jangan biarkan masyarakat dan alam kita semakin dirugikan hanya demi keuntungan segelintir kelompok,” tukas pria yang juga bertugas di Badan Legislasi (Baleg) DPR tersebut.
Sekalipun perusahaan beroperasi dengan izin resmi, menurut Daniel, praktik tambang di kawasan yang dilindungi juga tidak diperbolehkan. Apalagi sampai merusak kelestarian alam dan lingkungan, serta menyebabkan masyarakat menanggung beban sosial, ekonomi, hingga kesehatan.
“Sekali lagi saya meminta, Pemerintah baik pusat maupun daerah tidak boleh menutup mata. Karena minimnya pengawasan dari Pemerintah semakin memperburuk situasi ini,” sebut Daniel.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait