Itu semua membuat Imam harus menerima keadaan. Untuk bisa sampai ke sekolah, Imam pun tak mampu membayar biaya angkot yang murah. Tak heran, Imam harus jalan kaki menuju sekolah termasuk ketika di SMAN 3 Jakarta.
”Keminderan saya luar biasa karena rata-rata siswa SMAN 3 Jakarta berasal dari kelas menengah ke atas,” tutur Imam.
Di SMAN 3 Jakarta, Imam mulai berorganisasi dengan bergabung Rohis (Rohani Islam). Berbagai pengajian Rohis membuat Imam lebih percaya diri. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT hanya melihat ketakwaan, bukan harta dan kedudukan.
Semakin dewasa, tuntutan ayahnya terhadap Imam pun semakin kuat untuk membantunya. Ayahnya sebagai sopir bajaj, membuka usaha sampingan mengecat mobil. Keahlian ayahnya ini karena sering mengecat taxi-nya penyok atau catnya terkelupas di kerasnya jalanan Jakarta.
”Saya harus amplas dempul, memompa ban. Itu mobil harus selesai. Kalau tidak, ya keluarga bisa tidak makan,” ujar Imam mengenang masa lalunya.
Usai tamat SMA, Imam melanjutkan kuliah di Fakultas Teknik UI. Semasa kuliah ini, Imam semakin getol berorganisasi di bidang keagamaan. Langkah ini yang kemudian mengantarkan Imam menjadi politisi di Kota Depok dengan bergabung Partai Keadilan yang kini bernama Partai Keadilan Sejahtera.
Kiprah politiknya diawali sebagai anggota DPRD Kota Depok dan berlanjut anggota DPRD Jawa Barat.
Imam kemudian ikut berlaga dalam Pilkada Kota Depok menjadi calon wali kota Depok berpasangan dengan calon wali kota Mohammad Idris. Pasangan Idris-Imam menang, karier Imam berlanjut menjadi wakil wali kota Depok.
Karier Imam berpotensi kuat makin cemerlang, setelah koalisi PKS, Golkar, PBB dan Partai Masyumi mengusungnya menjadi cawalkot berpasangan dengan dr. Ririn Farabi Arafiq maju Pilkada Depok 2024.
Karier Imam Budi Hartono yang melambung tak lepas dari masa lalunya yang penuh perjuangan. Itu membentuknya menjadi yang santun dan merakyat.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait