Masyarakat Sipil Serukan Urgensi Kolaborasi di Tengah Ruang Sipil yang Semakin Sempit

Novi
Ki-ka: MC, Tunggal Pawestri, Fransisca Fitri, Lusty Ro Manna Malau, dan Usman Hamid. Foto: Novi

JAKARTA, iNews Depok.id - Demokrasi dan penyempitan ruang sipil di Indonesia semakin memburuk.

Berdasarkan data The Economist Intelligence Unit (EIU), indeks kebebasan sipil Indonesia pada tahun 2023 turun signifikan menjadi 5,29 dari indeks 6,18 pada tahun 2022. Peringkat kebebasan pers Indonesia juga turun 11 peringkat ke peringkat 108 dari 180 negara. 

Merespons hal tersebut, lebih dari 300 perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) melakukan konsolidasi akbar dalam gelaran Indonesia Civil Society Forum (ICSF) pada 25-26 September 2024 di Jakarta.

Salah satu indikator dari penyempitan ruang sipil adalah banyaknya represi terhadap ruang gerak masyarakat sipil.

Lusty Ro Manna Malau, pendiri Perempuan Hari Ini, menceritakan pengalamannya ketika menerima kekerasan dan intimidasi akibat kerja advokasi yang dilakukan masyarakat sipil. “Beberapa organisasi di Medan pernah mendapat serangan bom molotov pasca membahas revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi serta UU Cipta Kerja,” ujar Lusty.

Lusty menambahkan, kekerasan lain yang dialami oleh OMS di Medan adalah peretasan gawai, pembatasan ekspresi bagi perempuan, dan minoritas gender melalui Peraturan Daerah (Perda). “Sebaiknya pemerintah bisa fokus pada implementasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan mendukung pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga serta RUU Masyarakat Adat saja,” tambahnya.

Kondisi demokrasi Indonesia yang darurat ini perlu ditanggapi secara kolektif dan serius oleh para OMS. Tunggal Pawestri, Direktur Eksekutif Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Humanis), mengatakan, “Ada urgensi untuk memastikan aktivasi dan keberlanjutan kerja-kerja kolektif gerakan masyarakat sipil yang terkonsolidasi dalam menghadapi kondisi ringkihnya demokrasi Indonesia saat ini.”

Menurut Tunggal, pemerintah kerap berbicara soal inklusivitas dan partisipasi yang bermakna, yang menjadi prasyarat demokrasi. Tetapi, hal tersebut justru tidak muncul pada praktik demokrasi di lapangan saat ini. Maka dari itu, gerakan rakyat seperti “Peringatan Darurat” untuk menolak revisi UU Pilkada menjadi penting.

Gerakan yang baru-baru ini mencuat dan mengundang dukungan publik dari berbagai lapisan dan kalangan ini menjadi pengingat bahwa gerakan masyarakat sipil harus terus bekerja keras, dipupuk, dan dikuatkan, agar semakin berdampak untuk demokrasi yang lebih kuat bagi sebuah negara.

Editor : M Mahfud

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network