DEPOK, iNews.id – Meningkatnya kasus positif Covid-19 dapat menimbulkan rasa cemas dan panik pada masyarakat.
Hamzah Shatri, dokter dari Divisi Psikosomatik dan Paliatif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)-Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) mengatakan perlunya edukasi kepada masyarakat untuk mengatur gejala panik sehingga dapat terkendali dan meminimalisasi panik yang berlebihan.
“Pandemi Covid-19 varian omicron berhubungan dengan peningkatan terjadinya gangguan psikosomatik. Gangguan ini dapat terjadi pada mereka yang terinfeksi virus maupun yang tidak,” jelasnya dalam Simposium Awam bertajuk “Manajemen Panik Akibat Covid-19 Varian Omicron dengan Telemedicine.”
Rasa khawatir akan tertular, khawatir mengenai stigma, pengalaman pandemi, isolasi sosial merupakan beberapa faktor yang dapat menimbulkan gangguan psikosomatik saat pandemi.
Gangguan psikosomatik merupakan keluhan fisik (somatik) yang timbul atau dipengaruhi oleh pikiran atau emosi (psikis). Gangguan psikosomatik terbagi dua, yaitu psikis dan somatik.
Gangguan psikis meliputi gangguan cemas (ansietas), depresi, gangguan tidur, dan fatigue (lelah) akut maupun kronik. Gangguan psikis akan merasakan keluhan seperti sakit kepala, pusing, jantung berdebar-debar.
Lebih lanjut, gangguan ini dapat memicu kambuhnya penyakit somatik seperti maag, hipertensi, serangan jantung, dan stroke. Bahkan, jika stres terjadi terus menerus dapat berujung pada kematian.
Pengabaian masalah psikosomatik akibat pandemi dapat memperparah kondisi tubuh. Oleh karenanya, gangguan ini perlu segera ditangani. Terdapat beberapa opsi terapi non farmakologi pada gangguan psikosomatik, diantaranya adalah psikoterapi suportif seperti perawatan diri, terapi relaksasi, cognitive behaviour therapy, dan olahraga.
“Masalah psikis bukanlah masalah kecil. Diperlukan dukungan psikologis dan sosial baik untuk masyarakat, keluarga, maupun individu,” ujarnya.
Salah satu upaya untuk menangani rasa cemas adalah mengenal sumber kecemasan. Pada gelombang ketiga Covid-19, salah satu faktor pendorong kecemasan adalah penyebaran varian virus omicron yang sangat cepat melebihi varian delta pada gelombang sebelumnya.
BACA JUGA:
Gerakan UI Mengajar Edukasi Siswa di Tiga SDN Kabupaten Sumedang
Sementara itu Staf Divisi dari Penyakit Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM Robert Sinto mengimbau kepada masyarakat untuk melakukan vaksinasi.
Vaksin memang tidak sepenuhnya mencegah terinfeksi, tetapi vaksin dapat mencegah terjadinya penyakit berat.
Robert juga mengimbau agar masyarakat melakukan klasifikasi diri dan gejala. Klasifikasi ini didasari oleh gejala Covid-19.
“Tidak semua gejala harus dilarikan ke rumah sakit. Jika masyarakat teridentifikasi positif tanpa gejala sebaiknya melakukan isolasi mandiri di rumah selama 10 hari,” jelas Robert.
Orang dengan gejala sedang dapat melakukan isolasi di rumah sakit. Untuk orang dengan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri di rumah selama 10 hari ditambah tiga hari tanpa gejala.
Hal ini dilakukan mengingat kapasitas rumah sakit yang terbatas. Masyarakat juga dapat berkonsultasi dengan dokter melalui telemedicine seperti website Kemenkes atau fasilitas lainnya. Dari konsultasi ini masyarakat dapat menentukan klasifikasi dirinya.
Masyarakat harus tetap tenang dan tidak panik. Dokter Spesialis dari Divisi Psikosomatik dan Paliatif Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM Rudi Putranto menuturkan, banyak hal yang dapat dilakukan secara mandiri untuk menghindari kecemasan.
Pertama, membatasi membaca berita melalui ponsel. “Jangan terus menerus membuka ponsel untuk membaca berita agar tidak semakin memicu kekhawatiran yang berlebihan,” ujar Rudi.
Kedua, lanjut Rudi, fokus pada peluang saat ini dan menjadi produktif.
“Dengan demikian, kita akan terdistraksi dari pikiran negatif. Ketiga, tidak bereaksi berlebihan terhadap gejala fisik. Selanjutnya, berbaik hatilah kepada diri sendiri dan orang lain. Jika tips ini tidak berhasil, maka cari bantuan profesional,” pungkas Rudi.
Editor : Ikawati
Artikel Terkait