JAKARTA, iNewsDepok.id - Pemerintah Indonesia diingatkan agar mematuhi aturan yang sudah ditetapkan bagi negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dalam WTO Rules terkait ekspor nikel. Pemerintah Indonesia disarankan mencermati WTO Rules itu agar bisa beradaptasi terhadap WTO Rules agar bermanfaat bagi masyarakat.
Hal tersebut disampaikan oleh Trade Lawyer, Elisa Sugito dalam peluncuran bukunya yang berjudul "Nikel Indonesia: Kunci Perdagangan Internasional".
Elisa menyatakan pelarangan bijih nikel memang dilarang berdasarkan WTO Rules. Tapi aturan tersebut menurutnya dapat diantisipasi.
"Dari WTO Rules, perlu pengkajian ulang terkait pelarangan ekspor ore (bijih) nikel. Kalau merujuk WTO Rules memang pelarangan eskpor di semua negara tidak boleh, tapi juga ada larangan ekspor dibolehkan (oleh WTO). Ada celahnya," kata Elisa dalam peluncuran bukunya, Sabtu (24/6/2023).
Elisa menyebut Pemerintah Indonesia dapat meniru Pemerintah China dalam "mengakali" celah WTO Rules.
Dalam bukunya, Elisa memaparkan bagaimana China beradaptasi terhadap WTO Rules untuk memajukan negaranya sendiri.
"Kalau kita main halus bisa kok kaya China karena pelajari dulu WTO Rules 6 tahun. Kajian itu kadang dilupakan. Ketika bisa mainkan celah hukum WTO kita bisa maju seperti China," ujar Elisa.
Elisa menganalisa China yang baru masuk WTO pada 2001 dapat berkembang ketimbang Indonesia. Padahal Pemerintah Indonesia sudah masuk jadi anggota WTO sejak 1995. Ia menduga hal ini salah satunya disebabkan Indonesia tidak patuh pada aturan WTO itu sendiri.
"Indonesia sudah lama anggota WTO sejak 1950, tapi kenyataannya Indonesia nggak tunduk dengan aturan WTO," ujar Elisa.
Selain itu, Elisa mencontohkan Pemerintah Indonesia sebenarnya punya peluang menang dalam banding ekspor bijih nikel melawan Uni Eropa di WTO.
Selain itu, Elisa yakin Indonesia dapat memanfaatkan pasal tertentu dalam WTO Rules jika mengkajinya dengan baik.
Keputusan akhir dewan panel WTO memang sudah keluar pada 17 Oktober 2022.
Hasilnya kebijakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia dinilai telah melanggar Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) XX (d) GATT 1994. Atas putusan tersebut, Pemerintah Indonesia mengajukan banding.
"Indonesia saat ini sedang banding atas keputusan WTO," ujar Elisa.
Diketahui, peluncuran buku Elisa turut dihadiri diantaranya oleh Direktur promosi wilayah Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika dari Kementerian investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Cahyo Purnomo, pejabat Kemendag Arie Rahmatika, Presidium MN KAHMI Sutomo, Ketua Bidang Konservasi Energi MN KAHMI Farid Djavar, dan Direktur Eksekutif FDN Justin Jogo.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait