JAKARTA, iNewsDepok.id – Berdasarkan data tahun 2022, prevalensi hipotiroid mencapai 12,4 juta orang dengan tingkat penanganan masih sangat rendah yaitu 1,9%. Padahal, dalam beberapa kasus hipotiroid dapat diturunkan dari ibu ke anaknya, yakni Hipotiroid Kongenital pada bayi baru lahir, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan serius serta disabilitas intelektual. Sedangkan prevalensi hipertiroid sebanyak 13,2 juta dengan tingkat penanganan yang juga sangat rendah, hanya 6,2%.
Oleh karena itu, peningkatan kapabilitas tenaga kesehatan, khususnya dokter di semua multidisiplin ilmu tentang skrining dan diagnosis gangguan tiroid sedini mungkin sangat penting untuk mencegah komplikasi masalah kesehatan serius lebih lanjut, serta memastikan layanan kesehatan berkualitas terkait penanganan gangguan tiroid dapat diberikan bagi seluruh masyarakat.
Hal ini hanya dapat terwujud melalui kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak berkepentingan untuk mendorong peningkatan pemahaman mengenai gangguan tiroid.
Oleh karena itu, bertepatan dengan Pekan Kesadaran Tiroid Internasional (ITAW) dan Hari Tiroid Sedunia 2023, PT Merck Tbk bersama dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan Pengurus Pusat Indonesian Thyroid Association (PP InaTA), Kamis, 25 Mei 2023 menandatangani Nota Kesepahaman sehubungan dengan program RAISE Tiroid.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk komitmen bersama untuk terus meningkatkan kapabilitas dokter dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya skrining dan diagnosis gangguan tiroid pada populasi dewasa berisiko tinggi dan skrining hipotiroid kongenital (SHK) pada bayi baru lahir, serta pengobatan hipertiroid dan hipotiroid di Indonesia.
“Sebagai mitra bagi tenaga kesehatan, kami melihat adanya kebutuhan edukasi dan peningkatan kapabilitas dokter untuk dapat meningkatkan skrining dan diagnosis gangguan tiroid pada populasi dewasa berisiko tinggi dan bayi baru lahir di Indonesia. Hal ini sangat penting karena peran mereka sebagai lini terdepan yang memberikan layanan kesehatan langsung kepada masyarakat,” kata Evie Yulin, Presiden Direktur PT Merck Tbk.
“Melalui Program RAISE Tiroid yang merupakan bagian dari komitmen Merck Global, kami akan menjangkau sekitar 52.000 tenaga kesehatan serta menyelenggarakan skrining pada 3 juta populasi dewasa berisiko tinggi di 7.000 fasilitas kesehatan. Dengan demikian diharapkan pada tahun 2030 terapi penanganan hipotiroid dapat meningkat menjadi 5,5 kali lipat atau sebanyak 11% dari sebelumnya 1,9% pada 2022 dan hipertiroid menjadi 2,5 kali lipat sebanyak 15% dari sebelumnya 6,2% pada tahun 2022,” tambah Evie.
Head of Medical Affairs Asia Pacific Merck Group, Rajiv Rana, MD, mengatakan, “Sejak 2008, Merck Global telah bekerja sama dengan Thyroid Federation International (TFI) untuk meningkatkan kesadaran akan gangguan tiroid selama Pekan Kesadaran Tiroid Internasional yang diadakan setiap tahun antara tanggal 25-31 Mei. Selain itu, berbagai inisiatif multichannel yang dilakukan Merck Global antara lain dengan meluncurkan platform edukasi berkelanjutan bagi tenaga kesehatan profesional melalui hcp.merckgroup.com dan FlixMD (platform edukasi berbasis video). Sementara itu, untuk masyarakat umum bisa mengakses www.thyroidaware.com, portal online yang tersedia dalam 12 bahasa, termasuk bahasa Indonesia, untuk mempelajari mengenai penyakit tiroid dan memanfaatkan fitur pemeriksa gejala gangguan tiroid.”
Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr. Agustina Puspitasari, Sp.Ok, SubSp.BioKO(K) menyampaikan, "Kami menyadari bahwa pentingnya upaya untuk meningkatkan kapabilitas dokter di Indonesia untuk dapat melakukan deteksi dini gangguan tiroid, terutama pada populasi berisiko tinggi dan bayi baru lahir di daerah endemik. Untuk itu, kami sangat menghargai kolaborasi lintas sektor seperti yang dilakukan Merck ini untuk meningkatkan penanganan masalah gangguan tiroid di Indonesia. Kolaborasi ini membawa harapan baru bagi penanganan masalah tiroid di Indonesia. Melalui kolaborasi dan dukungan dari Merck ini kami berharap dapat meningkatkan pemahaman masyarakat, memperbaiki aksesibilitas skrining, dan memperkuat penatalaksanaan terpadu pasien dengan masalah gangguan tiroid di Indonesia.”
Ketua Pengurus Pusat Indonesian Thyroid Association (PP InaTA), Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, Sp.PD-KEMD., FINASIM mengatakan, “Kebutuhan yang belum terpenuhi untuk diagnosis, terapi dan evaluasi pasien gangguan fungsi tiroid di Indonesia masih belum optimal. Hal tersebut disebabkan oleh karena banyak aspek aspek antara lain: keterbatasan akses informasi, edukasi dari dokter, serta terbatasnya akses skirining awal dan pengobatan yang tepat. Untuk itu, diperlukan kolaborasi multidisiplin untuk menjembatani kerja sama dalam mengatasi tantangan skrining, penanganan dan pelayanan gangguan tiroid di Indonesia. Penanggung Jawab utama kasus-kasus tiroid tidak hanya melibatkan satu spesialisasi saja, melainkan berbagai dokter spesialis di antaranya, dokter spesialis penyakit dalam bidang endokrin, bedah onkologi, patologi, kedokteran nuklir, anak, mata dan lain-lain. Dengan adanya kolaborasi ini, yang bermitra dengan Merck, diharapkan pelayanan tiroid terpadu ke masyarakat akan bisa menjadi lebih optimal di masa depan.”
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait