JAKARTA, iNewsDepok.id - Kasus langkahnya minyak goreng pada akhir 2021 hingga pertengahan 2022, membawa beberapa nama sebagai biang kerok. Salah satunya ialah kelompok usaha Wilmar Group, yang diduga menjalankan praktik kartel di industri minyak goreng nasional.
Mendengar hal tersebut, pihak Wilmar Group buka suara dan mengatakan tudingan tersebut tidak berdasar, dan bahkan sejauh ini belum dapat dibuktikan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai representasi pemerintah dalam kasus ini.
Hal itu disampaikan oleh Rikrik Rizkiyana, dari kantor hukum Assegaf, Hamzah & Partners (AHP), selaku kuasa hukum dari lima pihak terlapor keluarga Grup Wilmar, yang KPPU tuduh telah saling bersepakat dan bersekongkol untuk menerapkan praktik kartel di industri minyak goreng nasional.
"Tidak ada kesepakatan antara produsen dalam menetapkan harga (kartel) maupun membatasi peredaran atau penjualan produk minyak goreng. Sejauh ini (KPPU) juga belum mampu memberikan bukti empiris tentang tuduhan adanya kesepakatan antar-terlapor," ujar Rikrik, Minggu (15/1/2023).
Dalam tuduhannya, Rikrik, KPPU meyakini bahwa kelima kliennya telah melakukan tindakan bersama dalam menyepakati keputusan strategis berupa nominal harga di pasar.
Tak hanya lima perusahaan, KPPU bahkan menduga sedikitnya ada 27 produsen minyak goreng yang bersepakat dalam penetapan harga yang bakal diterapkan di pasar domestik.
Rikrik menilai banyaknya jumlah terlapor dalam kasus ini membuat kartel penetapan harga menjadi sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin dilakukan. Terlebih, terdapat sejumlah perusahaan yang berada di luar asosiasi produsen minyak nabati.
"KPPU tidak mampu membuktikan adanya komunikasi dan koordinasi para terlapor untuk menetapkan harga minyak goreng di pasar," jelas Rikrik.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait