"Mereka (kakek buyut) diberangkatkan naik kapal dari Jawa ke Suriname sebagai seorang Muslim. Mereka berpamitan kepada keluarganya untuk kembali dalam waktu dekat. Mereka tak pernah benar-benar pamit. Ketika dibawa, mereka tak tahu akan ke mana dan tak tahu bahwa nyatanya mereka tak akan pernah kembali," kata Christa.
Ia juga bercerita tentang nama 'Wongsodikromo' yang melekat di nama lengkapnya.
Christa merupakan generasi keempat kakek buyutnya yang bernama Wongsodikromo. Nama tersebut juga pemberian paksa oleh pemerintah kolonial Belanda kepada kakek buyutnya, ketika mereka dipindahkan ke Suriname dari Indonesia.
"Aku generasi keempat. Saat itu kakek dan nenek buyutku tiba di Suriname dan mendapatkan nama yang diberikan oleh pemerintah Belanda bernama Wongsodikromo," kata Christa kepada iNews Depok.
Christa juga menghimpun catatan sejarah keluarganya di masa lalu. Ia mengaku kakek dan nenek buyutnya memiliki sekitar delapan anak. Dan anak terakhir dari keluarga Wongsodikromo yang perempuan, merupakan nenek dari Christa.
"Buyut saya memiliki tujuh atau delapan anak, saya kurang terlalu ingat. Di antaranya ada di Indonesia. Nenekku adalah anak terakhir, dan tinggal di Suriname," ujarnya.
Dari neneknya tersebut lahir dua orang anak kembar, yang mana salah satunya ayah Christa. Salah satunya sempat ada yang bekerja di Papua. Meskipun akhirnya harus kembali ke Suriname.
Selanjutnya, ayah Christa diadopsi oleh sepasang misionaris dari Belanda. Dan akhirnya mereka pindah ke Belanda hingga saat ini.
Editor : Mahfud