Urgensi Pendanaan Transisi Energi, CPI Luncurkan Buku “Siapa Bayar Apa Untuk Transisi Hijau?"
JAKARTA, iNews Depok.id - Perubahan iklim bukan lagi sekadar isu global, dampaknya kini terasa nyata di Indonesia.
Banjir, kekeringan, dan cuaca ekstrem lainnya menjadi pemandangan yang semakin familiar, dan tren peningkatan kejadian bencana ini sejalan dengan pemanasan global.
Mengatasi tantangan ini memerlukan investasi besar dalam transisi energi, sebuah langkah yang seringkali memicu perdebatan sengit mengenai alokasi biaya.
Sebuah inisiatif baru, hadir dalam bentuk buku yang berusaha menjernihkan perdebatan ini. Buku ini mengupas beragam kebutuhan dalam transisi energi, mulai dari investasi untuk mempercepat adopsi energi terbarukan, upaya menjaga keterjangkauan listrik bagi masyarakat, hingga alokasi dana untuk penanggulangan bencana akibat perubahan iklim.
Perspektif Indonesia menjadi landasan utama dalam menganalisis siapa membayar apa untuk kebutuhan-kebutuhan yang berbeda tersebut.
Digagas oleh Climate Policy Initiative (CPI) Indonesia, buku ini memperkaya pemikiran-pemikiran penting seputar transisi energi di Indonesia. Pemetaan tantangan pembiayaan transisi energi ini tentunya merupakan landasan untuk mencari solusi pembiayaan transisi energi di Indonesia.

Tiza Mafira selaku Direktur Climate Policy Initiative (CPI) menyatakan, “Peluncuran buku ini diharapkan dapat memperluas kesadaran publik dan mendorong kolaborasi multi-pihak dalam mendukung transisi energi di Indonesia. Salah satu kolaborasi tersebut adalah blended financing di upaya transisi energi, sebagaimana dijelaskan dalam salah satu bagian di buku ini,” ujar Tiza. “Transisi energi tidak hanya mengantarkan Indonesia menuju masa depan yang lebih bersih, namun juga yang lebih berdaya saing,” tambahnya.
Buku “Siapa Bayar Apa Untuk Transisi Hijau?” ini disusun secara kolaboratif oleh sejumlah pakar dan praktisi yang kompeten di bidang energi dan kebijakan iklim.
Buku ini terdiri dari 10 bab yang disunting oleh Dr. Adrian Panggabean dan Albertus Prabu Siagian, MSc. Melalui pendekatan yang realistis dan berbasis konteks nasional, buku ini menyajikan analisis komprehensif terkait implementasi dan pembiayaan transisi energi di Indonesia dengan harapan dapat memberikan kontribusi nyata bagi pembentukan kebijakan yang efektif dan inklusif.
Dr. Adrian Panggabean selaku Editor Buku mengatakan, “Buku ini ditujukan untuk membuka ruang diskusi yang adil dan terbuka tentang realitas pembiayaan transisi energi di Indonesia. Kami berharap buku ini tidak hanya menjadi referensi, tetapi juga menjadi pemantik diskusi dan kolaborasi lintas sektor dalam merancang solusi transisi energi yang kontekstual.”
Albertus Prabu Siagian, MSc. juga menambahkan, “Salah satu aspek penting yang dibahas dalam buku ini adalah penguasaan teknologi untuk transisi energi. Dengan demikian, agenda transisi energi dapat dimanfaatkan sebagai peluang peningkatan dan perluasan ekonomi Indonesia, ketimbang sebagai risiko.”
Abdul Kohar selaku Direktur Pemberitaan Media Indonesia menambahkan, “Kami sangat antusias dan berkomitmen untuk menjadi bagian dari upaya kolektif dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, khususnya melalui penyediaan informasi yang akurat dan mendalam. Peluncuran buku ‘Siapa Bayar Apa Untuk Transisi Hijau?’ merupakan langkah konkret kami dalam mendukung pemahaman publik terhadap tantangan dan peluang pembiayaan transisi energi di Indonesia. Harapan kami, buku ini dapat menjadi referensi penting bagi para pengambil kebijakan, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat luas dalam mendorong transisi yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.”
Ironisnya, di tengah urgensi transisi energi, kebijakan yang ada justru menunjukkan arah yang berlawanan. Para pegiat transisi hijau melihat ini sebagai peluang emas untuk memajukan perekonomian Indonesia.
Energi terbarukan, sebagai teknologi masa depan, berpotensi menarik investasi, menciptakan lapangan kerja, bahkan menurunkan biaya listrik bagi masyarakat sekaligus membuka peluang mereka menjadi produsen energi.
Tren global pun menunjukkan perusahaan-perusahaan kini aktif mencari negara dengan pasokan energi bersih.
Namun, narasi yang berbeda justru mendominasi bahasan kebijakan. Transisi energi seringkali dianggap sebagai beban biaya yang terlalu tinggi bagi Indonesia. Hal ini tercermin dalam revisi target bauran energi terbarukan yang ambisinya justru diturunkan.
Padahal, para pegiat melihatnya sebagai peluang investasi yang seharusnya dikejar. Pertanyaan mendasar pun muncul: bagaimana cara menarik investasi untuk membiayai perubahan krusial ini?
Kabar baiknya, transisi energi di Indonesia sebenarnya sudah mulai berjalan. Pembangunan fasilitas energi terbarukan, baik skala besar maupun kecil, sudah terlihat. Bahkan, beberapa rumah tangga, kawasan industri, dan bangunan komersial telah memanfaatkan panel surya. Namun, akselerasi menjadi kunci. Target-target yang ditetapkan belum tercapai, sehingga diperlukan upaya yang lebih cepat dan terkoordinasi.

Buku ini hadir sebagai panduan bagi para pembuat kebijakan, pengamat ekonomi, keuangan, dan kebijakan, serta para pegiat transisi energi.
Ditulis oleh 10 penulis dengan latar belakang beragam, mulai dari pakar hingga praktisi di bidang perbankan, energi, ekonomi, dan akademisi, buku ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam mengenai mekanisme pendanaan transisi energi.
Lebih dari sekadar menambah wawasan, buku ini diharapkan mampu menumbuhkan kepedulian terhadap isu krusial ini, menyadarkan masyarakat akan pentingnya transisi energi bagi lingkungan, daya saing bangsa, pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan pemanfaatan teknologi dalam negeri.
Mengingat energi adalah kebutuhan fundamental bagi semua sektor, transisinya harus menjadi perhatian seluruh elemen bangsa.
Salah satu argumen kuat yang dikemukakan adalah peningkatan daya saing melalui energi terbarukan. Biaya teknologi energi terbarukan terus menurun seiring perkembangan zaman, sementara biaya energi fosil diprediksi akan terus meningkat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkannya, seperti polusi.
Pergeseran ke energi terbarukan menjadi pilihan yang semakin kompetitif. Meskipun tantangan dalam transisi ini tidak bisa diabaikan, tantangan tersebut harus dihadapi dan dicarikan solusinya bersama, bukan dihindari.
Buku ini tersedia dalam format cetak (terbatas 100 eksemplar gratis) dan digital (gratis melalui QR code dan tautan). Proses pembuatannya memakan waktu lebih dari satu tahun, menunjukkan keseriusan dalam menyajikan informasi yang komprehensif dan relevan bagi para pemangku kepentingan.
Editor : M Mahfud