get app
inews
Aa Text
Read Next : Kisah Sukses Pemuda Asal Garut Bangun UMKM Khusus Produk Pakaian Kucing Bersama Shopee

'Indonesia Gelap', Pakar Hukum Henry Indraguna Minta Pemerintah Ubah Pesimisme Masyarakat

Sabtu, 22 Februari 2025 | 11:49 WIB
header img
Massa aksi yang menggelar demonstrasi bertajuk Indonesia Gelap mulai melakukan aksi pelemparan kepada petugas kepolisian, di Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, Jumat (21/2/2025). (Foto: iNews.id/Danandaya Arya Putra)

JAKARTA, iNews Depok.id - Massa aksi yang menggelar demonstrasi bertajuk Indonesia Gelap mulai melakukan aksi pelemparan kepada petugas kepolisian, di Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, Jumat (21/2/2025) malam.

Ketegangan terjadi saat malam hari. Berdasarkan pantauan MNC Portal Indonesia di lokasi, sekitar pukul 18.40 WIB kericuhan mulai terjadi. Nampak peserta aksi melakukan pelemparan bom molotov kepada petugas kepolisian.

Unjuk rasa Indonesia Gelap menjadi tema panas di berbagai kota. Pakar hukum Prof Henry Indraguna menyebutkan bahwa ada banyak alasan di balik peristiwa ini.

Henry menilai, pemicu utama diawali dari masalah ekonomi sampai kebebasan berbicara yang dianggap dibatasi dan gaya komunikasi yang kurang bisa diterima akal sehat oleh rakyat. 

"Salah satu alasan adalah masalah ekonomi. Ketika harga-harga barang naik, lapangan pekerjaan terbatas mengakibatkan banyak pengangguran. Lalu terjadi kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin lebar, tentu saja rakyat merasa tertekan sehingga demo yang dilakukan mahasiswa sebagai amplifikasi suara," kata Henry Indraguna, Jum'at (21/2/2025).

"Kondisi masyarakat yang sesungguhnya, adalah reason yang wajar diteriakkan kepada penguasa," imbuhnya.

Henry juga menyoroti kebijakan efisiensi anggaran yang dijadikan preferensi tepat untuk menyiasati keterbatasan fiskal. Tentu kebijakan pemerintah ini memicu protes masyarakat yang tak berpihak kepada mereka, sebagai kelas berpenghasilan rendah bahkan susah hidup. "Terlebih kalau pengeluaran sehari-hari makin berat. Ini terjadi ketika daya beli turun," ujar Henry.

Selain itu Henry menyebut, bahwa penegakan hukum yang berkeadilan sosial juga menjadi masalah bangsa ini.

Henry menilai, negara belum mampu berlaku adil untuk menghukum berat dan memiskinkan para perampok uang rakyat karena tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

"Sementara masih banyak rakyat yang belum mendapatkan penghidupan yang layak dan manusiawi, sebagai warga bangsa yang bermartabat di negeri yang sudah merdeka 79 tahun ini," kata Henry.

"Berbagai saluran untuk protes ternyata juga belum mendinginkan suasana. Selain itu persoalan penegakan hukum terutama korupsi, juga ikut memperburuk situasi. Sehingga rakyat menilai bahwa negara belum berlaku adil untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia seperti amanah konstitusi," bebernya.

"Pemerintah kita lihat sudah berusaha sekuat kemampuan mewujudkan hal ini. Tentu ada perbedaan persepsi antara pemerintah dan masyarakat sehingga apa yang dilakukan pemerintah belum dianggap cukup bijaksana untuk berpihak kepada rakyatnya," ujar Henry.

Dalam hal ini, Henry menawarkan beberapa solusi untuk meminimalisir unjuk rasa, agar tak sampai anarkis dan malah merugikan kepentingan umum.

"Pertama adalah semua penyelenggara negara dari Presiden hingga pemerintahan paling bawah, harus dapat melahirkan pengelolaan uang rakyat secara transparan memberikan pelayanan publik. Prinsipnya pemerintah perlu lebih terbuka soal bagaimana dana negara digunakan dan pastikan tidak ada yang disalahgunakan," tuturnya.

Kedua adalah fokus kerja pemerintah harus memprioritaskan pelaksanaan kebijakan yang benar-benar mendorong kesejahteraan masyarakat. 

"Membuka lebih banyak lapangan pekerjaan yang padat karya, memberikan bantuan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta memberi perhatian lebih pada rakyat yang benar-benar terhimpit oleh kondisi ekonomi. Kebijakan yang lebih inklusif dan merata bisa membantu mengurangi kesenjangan sosial," ungkapnya. 

Yang terakhir, penyebab utama semua adalah kebuntuan komunikasi. Komunikasi yang dilakukan pembantu Presiden antara satu dengan lainnya tidak konsisten bahkan sering terperangkap kepentingan ego masing-masing kementerian atau lembaga. "Sehingga dianggap rakyat bahwa kebijakan yang diambil kepala negara malah tidak berpihak kepada rakyat," ungkap Henry.

Henry masih percaya bahwa Presiden merekrut banyak staf khusus, tentu dimaksudkan untuk memudahkan berkomunikasi dengan publik.

"Kebijakan itu mestinya perlu disosialisasikan secara masif dengan bahasa masyarakat, bukan bahasa pemerintah. Bahasa yang sederhana, lugas, genuine, dan mudah dipahami rakyat. Pertanyaannya, staf-staf khusus dan staf ahli kementerian yang banyak itu, sudahkah melakukan riset dan menjalankannya. Jangan-jangan mereka malah gagap tidak paham tentang job description-nya. Lalu demi untuk bisa dinilai bisa kerja malahan mengeluarkan statement bahkan kebijakan yang blunder bagi rakyat?" jelas Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Menurut Penasihat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar ini bahwa edukasi yang baik akan membantu masyarakat memahami tujuan dari kebijakan tersebut, dan ini bisa mengurangi potensi protes yang berujung pada demonstrasi.

Indonesia Gelap adalah bentuk ekspresi pesimisme masyarakat. Sekarang tugas pemerintah adalah mengubah pesimisme itu menjadi optimisme. 

"Ini hanya bisa terwujud jika kepercayaan publik terhadap pemerintah semakin meningkat. Akan lebih baik bekerja nyata daripada membuat pernyataan-pernyataan yang berujung blunder," pungkasnya.

Editor : M Mahfud

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut