Sampai-sampai, Kementerian ATR BPN pun menyediakan kolom keluhan dan kritik terkait pertanahan dan tata ruang dengan memanfaatkan akun media sosial resmi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) @atr_bpn dengan menyertakan tagar #TanyaATRBPN.
“Bahkan, kami di Kantor Pertanahan Kota Depok telah menggagas aplikasi Bermata (Berantas Mafia Tanah). Aplikasi ini disiapkan untuk menampung aduan masyarakat, temuan yang terjadi di lapangan secara faktual dengan menyertakan dokumen terkait,” jelas Indra Gunawan.
Ketika ditanya soal munculnya akuisisi bidang tanah hingga masuk pada ranah hukum atau gugatan, Indra mengatakan ada sejumlah hal yang menjadi faktor pencetusnya. Salah satunya sikap abai terhadap aset tanah itu sendiri.
“Kota Depok merupakan ‘zona baper’. Contoh saja begini, orang-orang yang bekerja di Jakarta memiliki aset tanah di Depok, lalu terkadang mereka tidak mengurusi tanahnya. Dibiarkan bertahun-tahun dan dianggap sebagai investasi,” kata Indra mencontohkan.
Masyarakat yang memiliki tanah yang telah diakui negara kerap lalai, bahwa ketika sudah diberikan sertifikat maka kewajiban pemilik tanah adalah memelihara dan menguasai secara fisik tanah tersebut.
“Yang sering kita temukan, ada tanah yang dibiarkan bertahun-tahun dan tidak dikuasai secara fisik. Sementara riwayat tanah ada di Kabupaten Bogor (sebelum pemekaran). Nah, pembiaran ini yang kerap menimbulkan sengketa konflik dan perkara,” jelas Indra Gunawan.
Untuk diketahui, 7 layanan prioritas Kementerian ATR/BPN yakni:
Editor : M. Syaiful Amri