DEPOK, iNewsDepok.id - Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) melaksanakan sidang terbuka promosi doktor atas nama Muh. Arief Rosyid Hasan. Dalam disertasinya, Arief membahas rumusan kebijakan penggunaan asuransi tambahan pada pengguna Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang didasari banyaknya permasalahan dalam penggunaan JKN di Indonesia.
Sidang dipimpin oleh Prof. dr. Mondastri Korib Sudaryo, M.S., D.Sc. dengan Promotor dr. Adang Bachtiar, M.P.H., D.Sc., serta Ko-promotor Prof. Dr. dr. Fachmi Idris, M.Kes. dan Prof. dr. Hasbullah Thabrany, M.P.H., Dr.PH. Bertindak sebagai tim penguji Prof. dr. Anhari Achadi, S.K.M., Sc.D.; Prof. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D.; Prof. Dr. Dra. Dumilah Ayuningtyas, MARS.; Dr. drg. Julita Hendrartini, M.Kes., AAK.; serta Prastuti Soewondo, S.E., M.P.H., Ph.D.
Arief berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Rumusan Kebijakan Asuransi Kesehatan Tambahan untuk Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional dalam Memperkuat Peran sebagai Negara Kesejahteraan” dan lulus sebagai Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan predikat cum laude.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kini menjadi skema asuransi kesehatan sosial dengan peserta terbanyak di dunia. Penduduk yang sudah menjadi peserta program JKN adalah 90,34 persen dari populasi atau 248,77 juta penduduk.
Program JKN adalah capaian terbaik Indonesia sebagai negara kesejahteraan. Disertasi Arief berangkat dari permasalahan penggunaan JKN di Indonesia.
Namun, program JKN masih dapat dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya. Saat ini, tercatat masih ada 25 juta rakyat Indonesia yang kesehatannya belum terjamin dengan JKN. Selain itu, masih terdapat pula pelayanan kesehatan yang tidak dijamin dengan JKN.
Hal ini membuat rakyat Indonesia masih harus menggunakan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) dengan rata-rata pengeluaran out of pocket (OOP) mencapai Rp2,7 juta.
Persentase OOP di Indonesia masih melebihi batas rekomendasi WHO, yaitu tidak melebihi 20% dari total belanja kesehatan.
“Jumlah kepesertaan JKN merupakan hal yang penting, tapi yang perlu dipikirkan adalah bagaimana keikutsertaan tersebut aktif sehingga prinsip gotong-royong dalam Pancasila bisa dilaksanakan dengan baik,” tutur Muh. Arief, Rabu (19/7/2023).
Pembiayaan mandiri dan adanya pelayanan yang tidak dijamin oleh program JKN, memunculkan permintaan atau demand terhadap asuransi kesehatan tambahan (AKT).
Penelitian Arief membuktikan, permintaan untuk naik kelas kamar rawat inap meningkat dengan rata-rata kenaikan 509 persen setiap tahun dari 2019-2022. Kenaikan kelas rawat ini salah satu dari manfaat yang tidak dijamin oleh Program JKN yang menjadi peluang produk dari AKT.
“Asuransi Kesehatan Tambahan untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional menunjukkan bagaimana mekanisme pasar secara terkendali bersinergi dengan peran Negara dalam mewujudkan kesejahteraan. Bila dioptimalkan, maka sinergi ini akan hadir sebagai masa depan politik ekonomi kesehatan di Indonesia,” imbuhnya.
Penelitian yang dilakukan Arief bertujuan untuk mendapat rumusan kebijakan AKT bagi peserta program JKN.
Penelitian yang menggunakan metode campuran kuantitatif dan kualitatif ini mendapat hasil bahwa responden yang menggunakan AKT memiliki karakteristik berpendidikan tinggi, dalam usia produktif, masyarakat urban, serta pengeluaran selain makan melebihi rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP).
AKT masih menjadi penjamin asuransi terbanyak yang digunakan untuk pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Sedangkan, kombinasi antara JKN dan AKT masih menjadi opsi asuransi dengan pengguna paling sedikit.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Arief menyarankan kepada pembuat kebijakan untuk melakukan peningkatan dan penguatan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, mendorong upaya kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan melalui penyusunan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK), serta memastikan ekosistem yang kondusif terhadap pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia.
Arief juga menyarankan untuk dilakukan analisis kebijakan serta kajian lebih dalam terkait pemanfaatan AKT dan alasan masih adanya out of pocket di masyarakat Indonesia.
Dalam kesempatan ini, disampaikan visioning speech oleh Prof. Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si., sebagai Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial mewakili Menko PMK RI Prof. Muhadjir Effendy yang menekankan bahwa sehat adalah hak segala negara.
Oleh sebab itu, program JKN yang mewajibkan iuran menerapkan prinsip gotong royong dalam menanggung beban biaya jaminan sosial.
Tercatat pada Juni 2023, keikutsertaan JKN telah mencapai 93,47 persen dari seluruh penduduk Indonesia.
"Berbagai penyempurnaan terus didorong oleh pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan, termasuk tentunya hasil penelitian Doktor Arief Rosyid yang sangat bermanfaat ini. Salah satu yang menjadi kunci dari penelitian ini adalah rumusan kebijakan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) bagi peserta JKN perlu dilakukan sebagai bagian dari penyempurnaan JKN. AKT adalah masa depan kategorisasi politik ekonomi kesehatan,” tutur Prof. Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si.,
Sidang terbuka ini menghadirkan sejumlah tokoh nasional dari berbagai latar belakang, mulai dari Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Muzani; Dubes RI untuk Swiss 2018-2022/Komut BSI, Muliaman Hadad; Mendag 2020-2022, M. Lutfi; Menristekdikti 2014-2019, M. Nasir; Ketua DPD RI 2009-2016, Irman Gusman; Cendekiawan Politik Ekonomi, Fachry Ali; Rektor UIII, Komaruddin Hidayat; Din Syamsuddin, tokoh lintas partai, tokoh media, Direksi dan Komisaris BUMN, hingga aktivis ormas NU, Muhammadiyah, HMI, dan lain sebagainya.
Doktor drg. Muh. Arief Rosyid Hasan, M.KM. adalah lulusan program Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat tahun 2023 yang ke-18, lulusan S3 IKM ke-293, dan lulusan S3 FKM ke-377.
Editor : M Mahfud