JAKARTA, iNewsDepok.id - Ramadan adalah momen yang tepat bagi masyarakat untuk menjaga atau meningkatkan kesehatannya dengan menjaga kadar glukosa darah dan tekanan darah normal.
Puasa, menahan diri untuk tidak makan dan minum selama kurang lebih 12 jam dimulai saat fajar dan berakhir saat berbuka puasa di waktu Maghrib, yang artinya tubuh tidak mendapat asupan kalori selama periode tersebut.
Selama berpuasa, tubuh kita akan menghasilkan energi dari berbagai sumber. Sementara tubuh kita biasanya menghasilkan energi dari glukosa atau gula darah yang tersimpan di dalamnya, selama puasa, energi dihasilkan dari keton yang disimpan dalam lemak kita.
Proses mengubah keton menjadi energi disebut ketogenesis. Ketogenesis mengurangi kadar lemak dalam tubuh, mengakibatkan penurunan berat badan.
Seseorang dapat merasakan manfaat penuh dari puasa, jika ia melakukannya secara teratur untuk waktu yang lama, seperti sebulan selama Ramadan, dan melengkapinya dengan diet sehat saat berbuka puasa dan menjaga tingkat stres serta pola istirahat yang cukup.
Sebaliknya, jika seseorang mengonsumsi makanan yang berlebihan saat berbuka puasa dan makanan tersebut kurang seimbang gizinya, seperti gula tinggi, tinggi lemak, rendah serat, dan sebagainya, kita tidak dapat mencapai manfaat tersebut.
Menurut temuan studi LORANS (London Ramadan Study) yang diterbitkan dalam Journal of American Heart Association pada tahun 2021, proses ketogenesis dalam tubuh kita juga menyebabkan penurunan kadar insulin, yang dianggap sebagai penyebab utama penurunan tekanan darah setelah puasa.
Puasa juga dapat membantu menurunkan peradangan dan kadar lipid darah serta menstabilkan kadar gula darah dan kolesterol.
Selain itu, sebuah studi yang dilakukan National Institute on Aging dimana melibatkan perempuan overweight berusia 55 hingga 77 tahun menemukan bahwa puasa selama delapan minggu berdampak positif pada kualitas memori dan keterampilan berpikir, sehingga mengurangi risiko Alzheimer.
Sebelum berpuasa, kita juga harus memastikan bahwa tubuh kita akan baik-baik saja jika tidak mengonsumsi makanan dan minuman selama lebih dari 12 jam setiap hari.
Hipertensi dan diabetes melitus adalah salah satu masalah kesehatan yang harus diperiksa sebelum memulai puasa.
Bagi mereka yang memiliki hipertensi berat, kurangnya konsumsi elektrolit karena puasa dapat meningkatkan risiko aritmia jantung, yaitu detak jantung yang tidak teratur.
Selain itu, bagi mereka dengan jenis diabetes tertentu (misalnya, diabetes tipe 2), puasa dapat mengakibatkan hipoglikemia yang bisa berdampak fatal.
"Orang dengan risiko hipertensi dan diabetes yang tinggi harus mengukur tekanan darah dan kadar gula darah mereka sebelum memutuskan untuk berpuasa setiap hari selama Ramadan," ujar Tomoaki Watanabe, Direktur OMRON Healthcare Indonesia dalam acara virtual Media Briefing OMRON Kamis, 30 Maret 2023.
"Mengukur tekanan darah dan alat vital lainnya dapat dilakukan secara mandiri di rumah menggunakan alat medis yang teruji secara klinis dan banyak digunakan, seperti monitor tekanan darah dan komposisi tubuh OMRON," ucap Tomoaki Watanabe.
Diterangkan Herry Hendrayadi, Marketing Manager PT OMRON Healthcare Indonesia, monitor tekanan darah baru OMRON kini hadir dengan konektivitas Bluetooth dan antarmuka dengan aplikasi seluler OMRON Connect.
"Pengguna bisa dengan mudah mengunggah, menyimpan, dan berbagi data tekanan darah mereka dengan dokter serta anggota keluarga, yang membuat mereka mendapatkan wawasan tentang tren tekanan darah dalam jangka waktu yang lebih lama. Berbagi info secara real time ini juga membantu para dokter membuat keputusan yang lebih tepat yang mengarah pada kontrol yang lebih besar atas peristiwa yang mengancam jiwa," urai Herry.
Spesialis Gizi Klinik di RS Pondok Indah Jakarta, Juwalita Surapsari, menekankan pentingnya mengukur tekanan darah dan kadar gula darah secara rutin selama Ramadan.
"Pengukuran tekanan darah dan gula darah selama Ramadan harus dilakukan secara rutin untuk mengetahui secara akurat kondisi tekanan darah dan kadar gula darah serta menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, seperti hipoglikemia atau hiperglikemia," kata Juwalita.
"Hasil pengukuran yang terekam dengan baik akan memudahkan pasien, keluarga pasien, dan tenaga medis untuk memberikan perawatan yang tepat jika hal buruk terjadi," tutup Juwalita.
Editor : M Mahfud