JAKARTA, iNews.id - Kurikulum prototipe akan diterapkan mulai 2022 hingga 2024.
Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Kemendikbudristek, Zulfikri mengatakan kurikulum prototipe merupakan penyempurnaan dari kurikulum darurat, yang disederhanakan dari Kurikulum 2013.
Kurikulum darurat merupakan terobosan pada masa pandemi Covid-19 sebagai bagian dari mitigasi hilangnya pembelajaran atau learning loss di masa pandemi.
“Di kurikulum prototipe ini lebih ditata selain disederhanakan juga,” kata Zulfikri, Rabu (29/12/2021).
Zulfikri mengatakan ada beberapa keuntungan dari kurikulum prototipe.
Pertama, guru tidak dikejar-kejar target materi pembelajaran yang padat.
Kedua, guru lebih fokus pada materi esensial yang berorientasi pada kebutuhan dan penguatan karakter siswa.
Ketiga, metode pembelajarannya lebih bervariasi.
Keempat, situasi belajar lebih menyenangkan bagi guru dan siswa. Guru juga diberi kesempatan untuk mengeksplorasi potensi siswa lewat berbagai inovasi pembelajaran.
“Kurikulum prototipe berbasis kompetensi statusnya semacam model. Model untuk pilihan di mana guru dan murid tidak merasa terlalu terbebani,” jelas Zulfikri.
Ia menambahkan, kurikulum prototipe akan mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, serta memberi ruang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar.
Kurikulum prototipe juga berbasis proyek yang mengacu pada nilai-nilai Pelajar Pancasila.
Misalnya, ketika belajar kepedulian terhadap lingkungan dengan cara mengelompokkan sampah, siswa juga belajar bekerja sama. Satu proyek kemungkinan terkait dengan beberapa materi pembelajaran maupun lintas mata pelajaran.
“Orientasinya memberi ruang kepada anak untuk berkreasi dan mengembangkan potensi belajar mereka supaya anak merasa menemukan makna dari belajar itu dan bisa memecahkan masalahnya sendiri secara mandiri maupun berkelompok sehingga sisi akademik dan nonakademiknya berkembang secara utuh,” jelas Zulfikri.
Kemendikbudristek meminta sekolah-sekolah untuk memahami konsep kurikulum prototipe secara mendalam terlebih dahulu.
“Kami ingin, satuan pendidikan menerapkannya berdasarkan pemahaman yang baik sehingga merasa memiliki dengan kurikulum apapun yang dipilih. Bukannya mengatakan, ini kurikulum pusat. Sekali lagi, tidak ada unsur paksaan karena kalau status kebijakan ini wajib, maka siapapun akan menjalankannya meski sebenarnya dia tidak mau atau tidak paham," terang Zulfikri.
Editor : Ikawati