Adapun faktor risiko kanker kolorektal yang perlu diwaspadai antara lain riwayat keluarga, serta kebiasaan diet rendah serat dan tinggi lemak.
“Jika faktor risiko kanker kolorektal tersebut merupakan pola hidup yang dijalankan, maka tes skrining di antaranya melalui kolonoskopi ini penting dilakukan, khususnya bagi orang berusia di atas 50 tahun,” katanya.
Kanker kolorektal biasanya dimulai pertumbuhan seperti kancing di permukaan lapisan usus atau dubur yang disebut polip. Saat kanker tumbuh, kanker mulai menyerang dinding usus atau rektum.
Kelenjar getah bening di dekatnya juga dapat diserang. Pasalnya, darah dari dinding usus dan sebagian besar rektum dibawa ke hati, kanker kolorektal dapat menyebar ke hati setelah menyebar ke kelenjar getah bening di dekatnya.
Oleh karena itu, Prof Aru mengingatkan tentang pentingnya kewaspadaan terhadap sindrom Lynch dan sindrom poliposis MUTYH.
Sindrom Lynch berasal dari mutasi gen bawaan yang menyebabkan kanker kolorektal pada 70 hingga 80 persen orang dengan mutasi tersebut. Orang dengan sindrom Lynch sering berkembang menjadi kanker kolorektal sebelum usia 50 tahun.
Mereka juga berisiko lebih tinggi terkena kanker jenis lain, terutama kanker endometrium dan kanker ovarium, tetapi juga kanker perut dan kanker usus kecil, saluran empedu, ginjal dan ureter.
Lantas bagaimana pengobatannya? Prof Aru menjelaskan beberapa opsi pengobatan kanker kolorektal, di antaranya operasi, kemoterapi, terapi radiasi, terapi target, dan imunoterapi kanker kolorektal, disesuaikan dengan kondisi dan lokasi kanker kolorektal.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani