BANDUNG, iNews.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, Jawa Barat, memberikan pendampingan pada 12 santriwati yang menjadi korban pencabulan HW (36), pimpinan yayasan pesantren di Bandung sekaligus guru ngaji mereka.
Pendampingan diberikan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) sejak awal Juni 2021 lalu.
Walikota Bandung Oded M Danial mengatakan, sejak kali pertama kasus ini terkuak pada akhir Mei 202, ia langsung memerintahkan DP3A untuk mengawal kasus asusila ini.
"Waktu itu saya langsung tugaskan Bu Rita (Kepala DP3A) untuk mengawal penanganan. Saya minta agar psikologis korban dijaga dan dilindungi," kata Oded di Bandung, Kamis (9/12/2021), seperti dikutip dari Antara.
Oded menjelaskan, psikologis para korban menjadi fokus DP3A. Bukan hanya akibat kejadian yang dialaminya, tetapi juga jangan sampai para korban mengalami perundungan. Karena informasi yang bermunculan berpotensi memperbesar risiko trauma hingga depresi.
"Saya juga sudah ingatkan pendampingan ini harus ekstra. Apalagi ini remaja di usia sekolah yang masih memiliki masa depan yang harus dijaga. Saya sudah tekankan semua hak-haknya bisa terpenuhi," ungkapnya.
Oded berharap proses hukum yang saat ini sedang berjalan terhadap HW bisa menghasilkan putusan yang seadil-adilnya, karena perbuatan pria itu sangat mencederai nilai sosial, agama, bahkan kemanusiaan.
"Seharusnya institusi pendidikan adalah lembaga untuk menempa karakter anak. Apalagi (dia) guru agama. Jadi, seharusnya menguatkan moral muridnya, bukan malah merusaknya," kata dia.
Kepala DP3A Kota Bandung, Rita Verita, menjelaskan, pihaknya bersama UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Jawa Barat telah bergerak untuk melaksanakan langkah-langkah strategis untuk memulihkan kondisi psikis korban.
Pada Juni lalu, kata dia, tim DP3A juga telah berkoordinasi dengan orang tua para korban untuk melakukan penjemputan tiga orang santriwati asal Kota Bandung yang tercatat sebagai peserta didik di pondok pesantren tersebut.
Awalnya, kata dia, hanya satu anak yang diizinkan oleh orangtuanya, namun setelah itu yang dua orang juga diizinkan untuk dibawa.
"Beberapa minggu kemudian kami menjemput dua anak lagi. Salah satu dari dua anak ini adalah saksi kunci karena sebagai korban," ungkapnya.
Setelah dijemput, tim DP3A langsung mengembalikan anak kepada para orang tuanya. Kemudian DP3A terus mendampingi dan membimbing secara intensif.
Sesuai Perda Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Perlindungan Anak, DP3A terus memberikan bimbingan dan konseling secara rutin sampai kesehatan psikologis anak kembali membaik.
"Tugas kami dari DP3A sebetulnya yaitu penjemputan, pendampingan, konseling sampai psikisnya baik. Sekarang sudah masuk ranah hukum, tapi kita tetap lakukan pendampingan. Korban juga terus berkomunikasi. Terakhir juga mengabarkan kalau sudah masuk sidang," ujarnya.
Perihal hak-hak pendidikan para korban, Rita menyebutkan, telah berkoordinasi dengan Kementerian Agama Kota Bandung.
"Hak-haknya sudah difasilitasi oleh Kemenag, seperti mendapatkan sekolah kembali," katanya.
Seperti diketahui, ada 12 santriwati yayasan pesantren tempat HW mengajar yang menjadi korban kebuasan nafsu seks guru ngaji tersebut. Empat di antaranya bahkan sampai melahirkan, di mana seorang di antaranya bahkan melahirkan hingga dua kali.
Kasus ini sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Kelas 1A Khusus Bandung. Sidang perdana dilakukan pada 11 November 2021.
Pada Selasa (7/12/2021), persidangan baru menyelesaikan agenda mendengarkan keterangan para saksi, termasuk saksi korban.
Oleh jaksa penuntut umum (JPU) Agus Murjoko, HW didakwa dengan pasal berlapis, yakni pasal 81 ayat (1) dan (3), pasal 76 D UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo. pasal 65 ayat (1) KUHP dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Selain itu, HW juga didakwa melanggar pasal 81 ayat (2) dan ayat (3) jo pasal 76D UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
HW melakukan perbuatan bejadnya pada tahun 2016 hingga 2021 dengan korban rata-rata berusia 16-17 tahun.
Selain di apartemen TS Bandung, Hotel A, Hotel PP, Hotel BB, Hotel N, dan Hotel R, HW juga melakukan aksi bejatnya di Yayasan KS, Yayasan Pesantren TM, pesantren MH, dan basecamp.
Editor : M Mahfud