DEPOK, iNewsDepok.id - Dalam Al Qur'an, Allah SWT mengabarkan bahwa Dia menciptakan mahkluknya dalam dua sifat, yakni kasat mata (terlihat) dan tidak kasat mata (tidak terlihat) atau gaib.
Makhluk yang kasat mata adalah manusia, tumbuhan, hewan dan lain-lain yang dapat dilihat manusia dengan indera penglihatan (mata) manusia, sedang yang tidak terlihat adalah jin dan malaikat.
Manusia dibuat dari Allah SWT dari tanah, sementara jin dari api, dan malaikat dari cahaya.
"Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas" (QS. Al Hijr: 26-27).
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Malaikat itu diciptakan dari cahaya. Jin diciptakan dari api yang menyala-nyala, sedangkan Adam diciptakan dari apa yang telah dijelaskan kepada kalian." (HR. Muslim).
Tugas manusia dan jin relatif sama, sementara tugas malaikat berbeda.
Dalam QS. Az-Zariyat ayat 56, Allah SWT berfirman yang artinya: "Tidak aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku".
Sementara jika merujuk pada firman-firman Allah SWT dalam Al Qur'an, tugas malaikat adalah "membantu" Allah SWT dalam segala urusan, tetapi malaikat juga beribadah dan tunduk kepada Allah SWT. Tugas malaikat antara lain mencatat amal manusia, menyampaikan wahyu sebagaimana yang dilakukan Malaikat Jibril, menjaga neraka, menjaga surga, dan lain sebagainya
Dalam QS. Al-Infitar ayat 10-12, Allah SWT berfirman yang artinya: "Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (perbuatanmu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan".
Dalam QS. Ar-Ra'd ayat 11 Allah SWT berfirman yang artinya: "Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia".
Karena memiliki tugas yang sama, yakni beribadah kepada Allah SWT, manusia dan jin hidup pada alam yang sama, tetapi dalam dimensi yang berbeda, karena manusia berada dalam alam nyata, sementara jin dalam alam ghaib atau alam yang tak tampak oleh indera penglihatan manusia, tetapi jin dapat melihat manusia.
Karena kondisi ini, disadari atau tidak, manusia tidak sendirian di Bumi, karena ada makhluk lain yang tak terlihat yang juga memiliki aktivitas yang sama, sehingga tak mengherankan kalau banyak manusia, terutama yang memiliki indera keenam, dapat melihat makhluk-makhluk tak kasat mata itu yang jumlahnya tak hanya satu, melainkan banyak sekali.
Makhluk-makhluk ghaib itu juga ada yang menganut agama Islam, tetapi juga ada yang non Islam (kafir) sebagaimana pengakuan mereka yang diabadikan Allah SWT dalam QS. Al-Jin ayat 11 yang artinya: "Dan sesungguhnya di antara kami ada yang shalih dan di antara kami ada yang tidak demikian. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda".
Bila Anda telah menonton film "KKN di Desa Penari", Anda juga pasti dapat menyimpulkan bahwa sebagaimana halnya manusia, jin juga membentuk kelompok-kelompok masyarakat atau komunitas, dan di dalam masyarakat atau komunitas tersebut terdapat hirarki yang memungkinkan masyarakat/komunitas itu dapat diatur dan dibangun sedemikian rupa, sehingga memiliki peradaban seperti manusia.
Soal peradaban jin ini tercermin dari cerita-cerita masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia tentang adanya kerajaan-kerajaan atau kota gaib di lingkungan tempat tinggal mereka. Di antara kerajaan dan kota-kota ghaib itu konon pernah terlihat dan bahkan dapat dimasuki manusia, sehingga menjadi perbincangan dari waktu ke waktu.
Di antara begitu banyak kerajaan dan kota-kota ghaib di Indonesia, ada yang terkesan sangat fenomenal karena dikabarkan telah berulang kali menimbulkan keganjilan bagi manusia di sekitar tempat di mana kerajaan dan kota-kota ghaib itu berada. Yang mana saja? Berikut enam di antaranya:
1. Kerajaan Wentira
Tugu Wentira yang menjadi titik lokasi kerajaan Wentira. Foto: Istimewa
Kerajaan ghaib ini berada di sebuah hutan belantara di Sulawesi Tengah, tepatnya di jalur Trans Sulawesi antara kota Palu dan Kabupaten Parigi Moutong.
Pintu masuk kerajaan itu berada di sisi sebuah tebing yang undakannya mengarah langsung ke sebuah sungai yang di atasnya terdapat sebuah jembatan yang di salah satu sisinya terdapat sebuah tugu berwarna kuning dengan tulisan Ngata Uwentira. Tugu itulah sebagai penanda kalau di hutan di dekat situ terdapat kerajaan ghaib Wentira, dan dianggap sebagai salah satu titik terangker di sepanjang Jalan Trans Sulawesi.
Karenanya, setiap pengendara yang akan melintasi jembatan itu pasti akan membunyikan klakson sebagai simbol bahwa mereka meminta izin lewat kepada penunggu tak kasat mata di jembatan itu. Bahkan tak sedikit pengendara yang juga berhenti di situ dan kemudian menaruh sesajen berupa makanan atau lainnya di tempat itu sebelum melanjutkan perjalanan.
Konon, menurut para YouTuber yang pernah meliput tentang kerajaan ghaib itu, juga keterangan masyarakat sekitar, Kerajaan Wentira memiliki peradaban yang sangat maju, sehingga kota-kotanya bahkan lebih indah dan lebih megah dibanding di kota-kota dan negara milik manusia.
Kerajaan itu didominasi warna kuning dan penampilan masyarakatnya mirip dengan manusia, tetapi tidak memiliki garis di atas bibir.
Perempuan-perempuan di kerajaan itu cantik-cantik, sementara kaum laki-lakinya ganteng dan tampan.
Banyak yang mengaku pernah memasuki kerjaan itu, dan banyak pula cerita tentang orang yang hilang karena diculik atau dinikahi penghuni Wentira.
Konon, kerajaan ini dapat dilihat oleh orang-orang yang memiliki kemampuan khusus (indera keenam).
2. Kota Saranjana
Hutan di mana Kota Saranjana terlihat. Foto: Istimewa
Seperti halnya Wentira, kota ghaib ini juga memiliki banyak cerita yang mengesankan kalau kota yang dihuni para jin ini memang ada.
Kota gaib Saranjana dipercaya berada di hutan Pulau Halimun atau Pulau Laut, ibukota Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Banyak cerita mistis terkait kota ini. Di antaranya, pada tahun 1980an, ke Kotabaru datang kiriman alat berat dari Jakarta dengan alamat tujuan pengiriman Kota Saranjana. Pekabat di wilayah itu pun keheranan karena si wilayahnya tidak ada nama kota Saranjana, tetapi pengirim menunjukkan nota pemesanan yang mereka miliki, dan bahkan pejabat itu diberitahu kalau alat-alat itu telah dibeli secara kontan!
Konon, sejumlah orang mengaku pernah melihat ada kota dengan gedung-gedung megah menjulang ke langit beserta lampu-lampu yang menyala menerangi kegelapan malam. Lokasinya di hutan di mana Kota Saranjana diduga berada. Namun, ketika didatangi, kota itu lenyap begitu saja.
Tak hanya itu, seorang penduduk Kotabaru bernama Pua Leba dikabarkan telah sering keluar masuk Kota Saranjana, dan dari keterangannya diketahui kalau kota itu sangat megah dan indah, melebihi keindahan dan kota-kota di Indonesia maupun negara lain.
Sama seperti pendusuk Wentira, penduduk Saranjana pun memiliki penampakan fisik seperti manusia, tetapi tak ada garis di atas bibirnya.
Perempuan-perempuan di kota ini juga cantik-cantik, dan prianya tampan-tampan. Manusia yang memasuki kota ini disarankan untuk tidak memakan makanan atau buah-buahan yang ada di sana, karena jika pantangan ini dilanggar, mereka takkan bisa kembali ke dunia manusia.
3. Kerajaan Laut Selatan
Ilustrasi penampakan NYI Roro Kidul di Laut Selatan. Dok: SINDOnews
Kerajaan yang satu ini konon diperintah oleh seorang ratu bernama Nyai Roro Kidul. Banyak versi tentang asal usul penguasa Laut Selatan itu. Salah satunya adalah bahwa nama asli Nyo Roro Kidul adalah Putri Kandita, salah satu putri Prabu Siliwangi.
Konon, ketika Prabu Siliwangi berburu di hutan, dia tersesat dan bertemu dengan seorang perempuan cantik yang kemudian dinikahinya. Dari pernikahan itu lahirlah seorang putri yang sangat cantik dan cerdas yang dinamai Putri Kandita.
Seiring berjalannya waktu, Prabu Siliwangi ingin mengangkat Putri Kandita menjadi penggantinya, tetapi para selir tak senang dan putri itu diguna-guna hingga menderita penyakit parah yang menjijikkan.
Atas desakan selir, Prabu Siliwangi akhirnya dengan berat hati mengusir Putri Kandita. Dalam keadaan bingung karena tak tahu kemana, Putri Kandita mendapat bisikan dari sosok tak terlihat yang mengaku sebagai ibu kandungnya, dan disarankan ke Laut Selatan, serta mandi di sana. Putri Kandita menurut, dan dia benar sembuh.
Namun, karena merasa tak lagi punya tempat kembali, dia moksa menjadi makhluk gaib dan menjadi penguasa di laut itu.
Menurut hikayat, ibu kandung Putri Kandita yang dinikahi Prabu Siliwangi adalah jin, karena dia hidup di hutan dalam sebuah istana yang megah. Sebelum Putri Kandita lahir, Prabu Siliwangi meninggalkannya untuk kembali ke Pajajaran dan mengurus kerajaannya itu. Setelah Putri Kandita lahir, dia menyerahkan Putri Kandita kepada Prabu Siliwangi untuk diurus, dan setelah itu menghilang.
Telah sangat banyak cerita-cerita mistis tentang Kerajaan Laut Selatan, terutama tentang kesukaan Nyi Roro Kidul mengenakan pakaian hijau, sehingga wisatawan Pantai Laut Selatan disarankan untuk tidak mengenakan pakaian hijau, karena telah banyak orang berpakaian hijau yang hilang atau tewas diseret ombak saat berwisata ke sana.
4. Kerajaan Ghaib Padang 12
Tempat yang dipercaya sebagai lokasi Kerajaan Padang 12. Foto: Int
Kerajaan ini berada di antara Kecamatan Kendawangan dan Kecamatan Pesaguan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Kerajaan gaib ini bernama Padang 12, diduga karena berada di sebuah lahan kosong berpasir di mana di atasnya tumbuh pohon pinus dan ilalang. Luasnya 12 kilometer.
Sama seperti Kerajaan Wentira dan Saranjana, Kerajaan Padang 12 juga sangat megah, indah dan mewah, melebihi kota-kota di dunia manusia, dan penduduknya sejahtera. Konon, selain orang-orang yang memiliki kemampuan supranatural, kerajaan ini juga hanya dapat dilihat oleh orang-orang yang berhati bersih dan suci, jauh dari kesombongan dan ketamakan. Masyarakat Ketapang menyebut penghuni Kerajaan Padang 12 sebagai orang 'Limun' atau orang Kebeneran, tetapi banyak yang meyakini kalau mereka termasuk jin Islam.
5. Kerajaan Ghaib Masalembo
Ilustrasi keganasan perairan Masalembo. Foto: istimewa
Kerajaan gaib ini berada di sebuah kawasan perairan di antara Pulau Bawean di Jawa Timur, Kota Majene di Sulawesi Barat dan Pulau Tengah di Nusa Tenggara Barat, dan jika di antara ketiga lokasi itu ditarik garis khayal, maka akan membentuk segi tiga.
Jika Anda pernah mendengar tentang Segitiga Bermuda di Indonesia, nah, kawasan perairan itulah yang dimaksud. Mengapa begitu? Karena di perairan itu telah berulang kali terjadi insiden yang menelan banyak korban jiwa.
Pada 27 Januari 1981 Kapal Motor Penumpang (KMP) Tampomas II terbakar di perairan itu saat dalam perjalanan dari Pelabuhan Tanjung Priok ke Makassar. Insiden ini menewaskan sekitar 432 orang.
Pada 1 Januari 2007, pesawat Adam Air dengan nomor penerbangan 574 dikabarkan jatuh di perairan itu dan hingga kini pesawat membawa 6 kru dan 96 penumpang itu belum ditemukan.
Pada tahun yang sama (2007), KM Mutiara Indah, Fajar Mas dan Sumber Awal juga tenggelam di sana.
Penduduk setempat meyakini kalau perairan Segitiga Bermuda Indonesia itu memang angker karena ada kerajaan jin di situ.
Meski demikian, menurut informasi, di lokasi Kerajaan Masalembo tersebut terdapat pertemuan arus deras yang tekanannya mampu menimbulkan badai dan tornado atau puting beliung.
6. Kerajaan Gaib Alas Purwo
Pintu masuk hutan nasional Alas Purwo. Foto: Istimewa
Kerajaan yang berada di Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, ini dipercaya merupakan kerajaan jin terbesar di pulau Jawa. Para spiritual yang pernah mengunjungi hutan itu bahkan mengatakan, Alas Purwo merupakan tempat di mana para jin dari seluruh dunia bertemu dan berkumpul.
Masyarakat di sekitar hutan ini banyak yang telah melihat adanya aktivitas di hutan itu, seperti pasar, gedung-gedung bertingkat, dan sebagainya.
Dan memang, Alas Purwo dianggap sebagai salah satu hutan terangker di Pulau Jawa, bahkan Indonesia.
Editor : Rohman