Sebelum Program Prakarsa Bagja Juara berjalan, jerami pascapanen di Desa Pasirtanjung umumnya dibakar karena tidak memiliki nilai ekonomi.
Tercatat sekitar kurang lebih 200 ton jerami dibakar setiap musim panen, yang berdampak pada pencemaran udara, peningkatan emisi karbon, risiko Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), serta penurunan kualitas tanah.
Di sisi lain, petani dan masyarakat juga menghadapi keterbatasan akses air bersih akibat tingginya biaya sambungan air PAMSIMAS yang mencapai sekitar Rp500.000 per rumah tangga.
Melalui program ini, rata-rata 2–3 ton jerami per musim panen yang sebelumnya menjadi limbah akhirnya kini dikelola secara produktif.
"Setelah program berjalan, tercatat pengurangan limbah jerami sebesar 673,9 ton per tahun, serta kontribusi terhadap penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)," kata Satria.
Sementara itu Wakil Bupati Karawang, Maslani menyampaikan apresiasi terhadap inisiatif Pertamina yang dinilai memberikan dampak nyata bagi lingkungan dan kesejahteraan warga.
“Atas nama Pemerintah Kabupaten Karawang, kami mengapresiasi kolaborasi ini. Program ini memberi solusi nyata bagi petani dan lingkungan, dan kami bangga Karawang menjadi yang pertama mencatatkan rekor ini,” ujar Maslani.
Fuel Terminal Manager Cikampek, Muhammad Andika Gunawan, menyatakan bahwa capaian ini menunjukkan komitmen Pertamina terhadap keberlanjutan.
“Program ini hadir untuk mengatasi persoalan lingkungan dengan mengolah jerami menjadi sumber daya bernilai bagi petani. Kini jerami menjadi simbol transformasi, dan rekor ini milik seluruh masyarakat Karawang,” ujar Andika.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait
