JAKARTA, iNews.id - Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) Juju Purwantoro menilai, tindakan Ketua Umum DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan yang menyatakan bahwa Peradi merupakan satu- satunya wadah tunggal (single bar) organisasi advokat di Indonesia adalah tindakan inkonstitusional, tidak demokratis dan tidak relevan lagi.
Pasalnya, putusan MK Nomor 101/PUU-VII/2009 menetapkan bahwa UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dipenuhi syarat bahwa frasa di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya tidak dimaknai bahwa Pengadilan Tinggi atas perintah undang-undang wajib mengambil sumpah bagi para advokat sebelum menjalankan profesinya, tanpa mengaitkan dengan keanggotaan pada organisasi advokat yang pada saat ini, yang secara de facto ada dalam jangka waktu 2 tahun sejak amar putusan itu diucapkan.
"Selain itu, putusan MK tersebut juga menyatakan bahwa pasal 4 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya tidak dimaknai bahwa Pengadilan Tinggi atas perintah undang-undang wajib mengambil sumpah bagi para advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan organisasi advokat yang pada saat ini secara de facto ada dalam jangka waktu 2 tahun sejak amar putusan ini diucapkan," kata Juju lagi melalui pesan WhatsApp, Sabtu (18/3/2022).
Tak hanya itu, lanjut dia, dalam putusan MK Nomor 101/PUU-VII/2009, MK juga mempertimbangkan sebagai berikut: pasal 28 ayat (1) UU Advokat No.18/2003 juga mengamanatkan adanya organisasi advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat, sehingga para advokat dan organisasi- organisasi advokat saat ini secara de facto ada yaitu Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang harus mengupayakan terwujudnya organisasi advokat sebagaimana dimaksud pasal 28 ayat (1) UU Advokat.
"Hal yang tidak kalah pentingnya dan untuk dipahami bersama adalah bahwa penegasan MK terhadap persoalan konstitusionalitas organisasi advokat, melalui beberapa pertimbangan dalam putusannya, sejatinya tidak dapat dilepaskan dari keinginan kuat untuk membangun marwah advokat sebagai profesi yang mulia (officium nobile) guna dapat mewujudkan penguatan integritas, kompetensi, dan profesionalitas, selain fungsi utama memberikan perlindungan hukum terhadap para pencari keadilan (justiciabelen) melalui jasa advokat sebagai kuasa hukumnya," lanjut Juju.
Ia menegaskan bahwa putusan MK tersebut merupakan produk hukum yang bersifat final dan mengikat, yang telah ditetapkan secara konstitusional mengenai organisasi advokat yang dimaksud dalam UU Advokat.
"Sebagai produk final, putusan Mahkamah Konstitusi tersebut wajib ditaati dan dijalankan oleh seluruh pihak atau lembaga, termasuk para advokat yang dimaksud putusan a quo," imbuhnya.
Juju mengingatkan bahwa dalam putusan Mahkamah Konstitusi tentang single bar atau multi bar system merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, yakni Presiden dan DPR, yang tentu harus disesuaikan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.
"Dengan demikian, Otto Hasibuan yang saat ini mencoba mengungkit- ungkit lagi bahwa Peradi hanya sebagai satu- satunya wadah tunggal Organisasi Advokat, adalah inkonstitusional, tidak demokratis dan tidak relevan lagi," katanya.
Juju mengingatkan kalau saat ini Peradi sendiri terpecah menjadi lebih dari 5 organisasi advokat, dan semuanya eksis.
Otto mengatakan bahwa Peradi merupakan organisasi advokat satu-satunya yang diakui undang-undang, dalam acara pengangkatan dan pembekalan advokat Peradi di Grand Slipi, Jakarta Barat, Minggu (14/3/2022).
"Ditambah lagi dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa organisasi kitalah yang sah," katanya.
Otto berharap MA konsisten terhadap putusannya dengan memberlakukan kembali setiap advokat yang beracara di persidangan menunjukan kartu tanda pengenal advokat (KTPA) yang dikeluarkan DPN Peradi karena menurutnya, ketentuan ini sesuai dengan UU Advokat Nomor 18 Tahun 2008 sebagai satu-satunya wadah tunggal yang diakui.
"Kartu tanda pengenal advokat (KTPA) yang dikeluarkan DPN Peradi itu menjadi satu-satunya KTPA yang berlaku lagi di persidangan sebagaimana dulu," katanya.
Menurut dia, agar ketentuan tersebut berlaku efektif, advokat harus berada di dalam satu wadah tunggal (single bar), yakni di DPN Perad, dan menurutnya, , sistem single bar menjadi sesuatu keharusan untuk diperjuangkan.
"Single bar is a must, single bar adalah menjadi suatu keharusan. Saya terus berjuang untuk mempertahankan single bar bukan untuk kepentingan para advokat Peradi, tetapi saya berjuang untuk membela kepentingan para pencari keadilan," kata Otto.
Editor : Rohman
Artikel Terkait