"Jadi fungsi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) lebih efesien secara teknis," katanya.
Prof Henry Indraguna berpendapat, DPA menjadi tidak efektif karena dalam praktiknya tidak lagi menjadi sejajar dengan lembaga kepresidenan lainnya. DPA yang seharusnya menjadi salah satu alat kontrol kekuasaan justru menjadi subordinat presiden.
"Nah, ketika DPR RI sudah mampu mengembalikan marwahnya sebagai alat kontrol kekuasaan dengan tiga fungsi yang mereka miliki, maka DPA otomatis tak dibutuhkan kembali. Wantimpres menjadi lebih efisien karena secara berkala mengkaji, mengevaluasi kondisi sosial di masyarakat," paparnya.
Hasil kajian tersebut kemudian dijadikan masukan, pertimbangan dan evaluasi kebijakan yang diambil Presiden.
Lanjut Prof Henry Indraguna, keputusan revisi UU Wantimpres yang batal mengubah nomenklatur Wantimpres menjadi DPA patut diapresiasi.
"Perubahan nomenklatur kan harus dikembalikan juga pada filosofinya. Kalau menjadi DPA, harus dipahami tugas dan fungsi DPA sebagaimana filosofi pembentukannya dulu. Jika sekarang nomenklatur diubah menjadi Wantimpres RI, yakni dengan menambahkan RI di dalamnya, ini juga menegaskan bahwa Indonesia menganut sistem presidensil," pungkasnya.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait