JAKARTA, iNews.id - Ketua Panitia Penjaringan Presiden Republik Indonesia (P3RI), Lieus Sungkharisma, sepakat dengan pernyataan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti bahwa penundaan Pemilu 2024 dapat mancing gejolak di masyarakat yang berujung pada revolusi sosial.
"Kuatnya penolakan terhadap wacana penundaan Pemilu 2024 mengindikasikan bahwa rakyat tak ingin konstitusi dan amanat reformasi dilanggar. Alam demokrasi yang kita nikmati sekarang adalah buah dari perjuangan rakyat ketika menumbangkan rezim Orde Baru pada tahun 1998. Hargailah itu. Jangan karena ambisi kekuasaan segelintir atau sekelompok orang di pemerintahan, konstitusi dan amanat reformasi dikesampingkan dan dianggap tidak ada," kata Lieus, Selasa (1/3/2022).
Aktivis yang pernah dijerat kasus makar ini mengakui, berbahaya jika pemerintah merealisasikan wacana itu, apalagi jika DPR juga mendukung, karena saat ini tingkat kepuasaan masyarakat terhadap kepemimpinan Jokowi sangat rendah, tidak seperti yang dirilis lembaga survei yang mencapai 73%. Indikasinya adalah demonstrasi yang begitu marak, terutama setelah UU Cipta Kerja dan Permenkes Nomor 2 Tahun 2022 yang menetapkan bahwa dana jaminan hari tua (JHT) peserta BPJS Ketenagakerjaan hanya dapat dicairkan pada usia 56 tahun, diterbitkan.
Di sisi lain, meski Indonesia penghasil sawit terbesar di dunia, belakangan ini minyak goreng langka, sementara harga BBM dan tarif jalan tol dinaikkan lagi, dan harga kedelai sangat mahal, sehingga perajin tempe tahu sempat mogok berproduksi selama tiga hari pada Februari 2022 lalu.
"Belum lagi masalah utang yang terus menumpuk, yang pemanfaatannya tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Jadi, kalau wacana penundaan Pemilu 2024 benar-benar dilakukan, tidak menutup kemungkinan akan pecah revolusi sosial akibat akumulasi kemarahan dan kekecewaan masyarakat terhadap gaya kepemimpinan pemerintah sekarang ini," kata Lieus.
Sebelumnya, melalui keterangan tertulisnya, Senin (28/2/2022), LaNyalla mengatakan, wacana penundaan Pemilu bisa memicu revolusi sosial.
"Sekarang mungkin rakyat masih diam, masih punya batas kesabaran melihat tingkah pola elite politik, tapi kalau sudah kelewatan, bisa pecah revolusi sosial. Pemilik negara ini bisa marah dan para elite politik bisa ditawur oleh rakyat," katanya.
Ia mengingatkan bahwa satu-satunya sarana bagi rakyat untuk melakukan evaluasi atas perjalanan bangsa hanya melalui Pemilu 5 tahunan, karena sistem hasil amandemen UUD 1945 hanya memberi ruang itu.
"Itu pun rakyat sudah dipaksa memilih calon pemimpin yang terbatas, akibat kongsi partai politik melalui presidential threshold. Lalu sekarang cari akal untuk menunda Pemilu. Ini namanya sudah melampaui batas. Dan Allah SWT melarang hamba-Nya melampaui batas," tegas LaNyalla.
Menurut mantan ketua umum PSSI ini, secara logika, rakyat bakal berpikir bahwa ketimbang menunda Pemilu, lebih baik menunda pembangunan ibu kota negara (IKN), dan dia meminta para elite politik seharusnya tidak memberi masukan yang menjerumuskan kepada Presiden.
"Kasihan Pak Jokowi, Beliau kan sudah pernah menyatakan menolak tiga periode dan tidak mau diperpanjang. Rakyat masih ingat itu," katanya.
LaNyalla pun mengingatkan agar jangan menjalankan negara ini dengan suka-suka, karena hal itu tidak diperbolehkan mengingat ada konstitusi dan aturan perundang-undangan yang berlaku dan mengaturnya. Apalagi kalau negara dikelola secara ugal-ugalan dengan melanggar konstitusi, atau mencari celah untuk mengakali konstitusi.
"Saya berulang kali mengajak semua pihak untuk berpikir dalam kerangka negarawan," tegasnya.
LaNyalla pun mengatakan bahwa sistem Demokrasi Pancasila yang asli yamg diterapkan sebelum UUD 1945 diamandemen, adalah yang paling cocok untuk Indonesia.
Dalam sistem tersebut, jelas LaNyalla, MPR sebagai lembaga tertinggi diisi representasi partai politik, TNI-Polri, utusan daerah dan utusan golongan untuk sama-sama merumuskan haluan negara dan memilih mandataris MPR untuk menjalankan.
Seperti diketahui, wacana penundaan Pemilu 2024 digaungkan tiga pimpinan partai dan seorang menteri. Mereka adalah Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum PAN Zulkifli Hasan, dan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Editor : Rohman
Artikel Terkait