JAKARTA, iNews.id - Bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus merupakan langkah yang paling realistis bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk menghadapi Pilkada Jakarta. Ada dua alasan utama. Pertama, kesulitan dalam mencapai kesepakatan untuk berkoalisi dengan PDIP. Kedua, pelanggaran kesepakatan oleh Anies Baswedan, yang sebelumnya dijadwalkan akan diusung oleh PKS.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menjelaskan bahwa ada masalah yang belum terselesaikan antara PDIP dan PKS sejak Pilkada Jakarta 2017. Pada saat itu, PKS turut berkontribusi dalam kemenangan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, yang mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari PDIP.
Dendam masa lalu ini, menurutnya, menjadi kendala dalam membentuk koalisi. Faktor lain yang menghambat adalah primordialisme, yang membuat PKS dan PDIP saling berhadap-hadapan.
"Secara institusi, ini memerlukan usaha ekstra. Basis pemilih dan ideologi yang berbeda, ditambah cerita yang belum selesai hingga hari ini, membuat situasinya kompleks," ujarnya di Jakarta, Kamis (8/8/2024).
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa PDIP tidak akan menerima PKS begitu saja yang mengusung duet Anies Baswedan-Sohibul Iman di Pilgub Jakarta 2024. PDIP memiliki beberapa tokoh potensial yang bisa diusung dan banyak kursi di Jakarta.
“Kecuali jika PDIP benar-benar tidak memiliki suara, tapi faktanya suaranya cukup dekat. Jadi, kurang realistis dan rasional jika PDIP hanya menerima begitu saja. Ini menyebabkan deadlock, bukan hanya untuk wakil tetapi secara keseluruhan,” tegas Agung.
Editor : Sazili Mustofa
Artikel Terkait