Bentuk tugu yang menjulang tinggi mengandung falsafah “Lingga dan Yoni” yang menyerupai “Alu” sebagai “Lingga” dan bentuk wadah atau cawan yang menyerupai “Lumpang” sebagai “Yoni”.
Alu dan Lumpang adalah dua alat penting yang dimiliki setiap keluarga di Indonesia, khususnya rakyat pedesaan. Lingga dan Yoni merupakan simbol dari zaman dahulu yang menggambarkan kehidupan abadi. Unsur positif (lingga) dan unsur negatif (yoni) seperti adanya siang dan malam, laki-laki dan perempuan, baik dan buruk merupakan keabadian dunia.
Bentuk garis-garis arsitektur tugu ini mewujudkan garis-garis yang bergerak tidak monoton, naik melengkung, melompat, rata kembali, dan naik menjulang tinggi. Akhirnya, garis-garis tersebut menggelombang di atas bentuk lidah api yang menyala.
Badan tugu yang menjulang tinggi dengan lidah api di puncaknya melambangkan semangat yang berkobar dan tak kunjung padam dalam dada bangsa Indonesia.
Soedarsono sebenarnya tidak pernah mengenyam pendidikan atau sekolah formal di bidang arsitektur. Bakatnya dalam arsitektur muncul secara autodidak melalui latihan dan pengalaman.
Namun, saat berada di Bandung sebelum masa pendudukan Jepang, Soedarsono berguru kepada insinyur bangunan dan pengembangan kota bernama Thomas Nix. Saat itu, Nix bertugas di kantor Balai Kota Bandung dan mengerjakan bangunan militer serta perumahan sipil.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait