JAKARTA, iNewsDepok.id - Sebagai suatu hukum dasar, sesuai Pasal 28 ayat (1) UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa “Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Di sisi lain, sesuai Pasal 33 ayat 4 UUD 1945 telah mengamanatkan “Kegiatan perekonomian (seperti infrastruktur pelabuhan, waduk, ketenagalistrikan, jalan, dan lain-lain) diselenggarakan berdasar prinsip berkelanjutan, berwawasan lingkungan”.
Untuk itulah, sesuai dengan Amanat Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dikembangkan, baik di level perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, dan sampai di level pengawasan serta penegakan hukum.
Sebagai salah satu bentuk instrumen yang diciptakan di UU 32 Tahun 2009, Amdal, UKL-UPL, dan Persetujuan Lingkungan merupakan safeguard untuk mengawal Pasal 33 ayat 4 UUD 1945 dan Pasal 28 ayat (1) UUD 1945 tersebut.
Seperti diketahui, sudah 4 tahun (sejak 3 November 2020), KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) mengimplementasikan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dimana telah diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023. Undang-Undang Cipta Kerja ini diselenggarakan dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui antara lain peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha.
Lebih lanjut, dalam rangka peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, beberapa upaya yang dilakukan Pemerintah meliputi :1) penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko; 2) penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha dan pengadaan lahan; 3) penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan 4) penyederhanaan persyaratan investasi.
Dalam UU Cipta Kerja ini, aspek lingkungan merupakan salah satu fokus yang merupakan persyaratan dasar perizinan berusaha dalam rangka peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha. Di sisi lain, UU ini juga mendorong pemenuhan aspek daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Pada dasarnya, dari sisi lingkungan, Pemerintah dapat melakukan kontrol terhadap segala potensi dampak lingkungan dan risiko lingkungan lainnya yang terjadi dalam dunia usaha dengan menetapkan pengaturan penerapan standar untuk melakukan suatu kegiatan usaha. Menggunakan Standar akan dapat diidentifikasi kemungkinan/ probabilitas terjadinya dampak lingkungan atau risiko lingkungan dari suatu kegiatan usaha. Dengan menggunakan konsep penerapan standar, Pemerintah dapat menetapkan kelayakan lingkungan suatu usaha dan/atau kegiatan sebagai dasar penerbitan.
Menindaklanjuti amanat UU Cipta Kerja tersebut serta demi memastikan proses implementasi PP 22 Tahun 2021 dapat berjalan secara maksimal, maka KLHK menerbitkan 2 Surat Keputusan yaitu:
1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 136 Tahun 2024 tentang Penugasan Proses Persetujuan Lingkungan yang merupakan Kewenangan Pusat kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Perizinan Berusaha
2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 137 Tahun 2024 tentang Petunjuk Teknis Tata Kelola Penerbitan Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Teknis, Rincian Teknis dan Dokumen Rincian Teknis Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan.
Penerbitan 2 Keputusan Menteri tersebut didasari beberapa hal yang melatarbelakangi antara lain:
1. Meningkatnya Permohonan PL di Pusat, (Meningkat 17 x lipat) dibanding sebelum UUCK
2. Perubahan Skema Pembagian Urusan Kewenangan Proses Dokumen Lingkungan Pasca UUCK
3. Regulasi Terkait Kewenangan Tumpang Tindih dan Tidak Sinkron (PP 5 Tahun 2021 dan UU Nomor 23/2014) yang malah menghambat percepatan penyelesaian Proses Persetujuan Lingkungan
4. Percepatan Proses dan Ketepatan Waktu Penyelesaian Permohonan menjadi Standar dan Implementasi Yang Harus ditetapkan.
Di tahun 2023, terdapat ± 1723 Permohonan yang telah dimohonkan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh internal KLHK melalui Inspektorat Jenderal KLHK serta oleh BPK RI menyebutkan terkait Persetujuan Lingkungan terdapat beberapa hal yang menjadi temuan salah satunya terkait waktu penyelesaian Persetujuan Lingkungan yang sebagian masih belum sesuai tata waktu. Terkait dengan penyelesaian sesuai tata waktu ini, maka dapat dipahami bersama, berdasarkan hasil evaluasi maka perlu ada perbantuan kepada Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan. Bentuk perbantuan ini adalah melalui perbantuan dari Provinsi/Kabupaten/Kota.
(Paling kanan): Dr. Hanif Faisol Nurofiq, S. Hut., M.P., Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL). Foto: Dok. KLHK
Dr. Hanif Faisol Nurofiq, S. Hut., M.P selaku Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) mengatakan, adanya sosialisasi dengan seluruh pihak, diharapkan secara bersama-sama dapat menerapkan dan mengimplementasikan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 137 Tahun 2024 tentang Petunjuk Teknis Tata Kelola Penerbitan Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Teknis, Rincian Teknis dan Dokumen Rincian Teknis Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan. "Keputusan ini adalah jawaban kami terhadap isu bahwa proses Persetujuan Lingkungan tidak terstandar dan lama. Dalam pengaturan ini telah diatur proses Persetujuan Lingkungan beserta tata waktunya," tandas Hanif (29/2) di Jakarta.
"Terkait keputusan ini, maka yang menjadi sangat penting adalah kedisiplinan kita bersama, karena telah diatur tata waktu baik di level pemerintah dan tata waktu di Pelaku Usaha dan konsultan. Terkait dengan ini, penerapannya akan dilakukan full melalui Sistem Informasi Amdalnet. Oleh karena itu saya berpesan kepada semua stakeholder bahwa penggunaan Amdalnet itu bukan lagi pilihan atau opsional tapi sudah menjadi kewajiban. Saya berharap terutama Direktorat PDLUK dapat segera memastikan bahwa ini terimplementasi di seluruh Indonesia. Melalui Rapat Kerja Nasional Amdal ini diharapkan tercipta sinergitas kebijakan pusat dan daerah yang saling terintegrasi sehingga koordinasi, konsolidasi, dan komunikasi dapat semakin efektif. Dengan semakin baiknya proses persetujuan lingkungan diharapkan kegiatan investasi di Indonesia meningkat sehingga lapangan pekerjaan semakin terbuka luas," pungkas Hanif.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait