UBUD, iNewsDepok.id - Lebih dari 21 negara tergabung dalam The Asian Productivity Organization (APO) belajar dari kesuksesan petani milenial Indonesia. Bukan tanpa alasan perwakilan negara-negara tersebut mengunjungi Indonesia, terbukti proses regenerasi petani telah berjalan dengan baik.
Lahirnya enterpreneur muda di bidang pertanian tak lepas menjadi semangat baru bagi sektor pertanian di Indonesia.
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo menaruh perhatian tinggi pada potensi generasi milenial. Syahrul mengungkapkan, generasi milenial merupakan bonus demografi di lndonesia yang tumbuh bersamaan dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi.
Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP), bersama APO menyelenggarakan seminar dengan tema 'Multi Country Observational Study Mission on Millennial Leaders to Drive Rural Development' di Bali pada tanggal 10-14 Juli 2023.
Ditemui di sela acara, Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi serta Kepala Divisi Pertanian APO, Tad Manabe mengemukakan bahwa pembelajaran kesuksesan petani milenial indonesia akan menjadi masukan bagi APO untuk berkontribusi pada keberlanjutan perekonomian sosial Asia Pasifik melalui pengembangan produktivitas pertanian.
38 delegasi yang mengikuti studi observasi berasal dari 21 negara anggota APO seperti Bangladesh, Kamboja, China, Fiji, Hong Kong, India, Iran, Jepang, Korea Selatan, Laos, Malaysia, Mongol, Nepal, Pakistan, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Turki, Vietnam dan Indonesia.
Dedi Nursyamsi mengungkapkan telah banyak petani millenial yang lahir menjadi pengusaha sukses.
"Ciri-ciri wirausahawan pertanian muda adalah menerapkan mekanisasi pertanian, pertanian cerdas, fasilitas dan teknologi modern, kegiatan bisnis, dan ilmu pertanian. Sebagian besar dari mereka mengembangkan kerja sama dan kemitraan antara pengusaha dan produsen di wilayah dan lokasi yang luas,” tambah Dedi, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/7/2023).
Salah satu sosok petani milenial sukses adalah Kadek Surya Prasetya Wiguna. Ia telah mengembangkan merek Cau Cokelat organik di Kabupaten Tabanan, Bali, menjadi lokasi pertama yang dikunjungi.
Cau Cokelat memberikan pembelajaran akan pengembangan kakao organik dari sejak penanaman hingga proses keberagaman produk hingga merek, pemasaran hingga penjualan yang dibuat langsung di area penanaman cokelat.
Pendapatan Cau Cokelat mencapai 1 Juta Dollar atau sekitar Rp15 miliar per tahunnya. Kadek Surya mengelola lebih dari 100 petani dan 170 karyawan yang sebagian adalah petani muda.
Menurut Kadek, petani muda tertarik untuk terus mengembangkan kakao organik karena nilai ekonomi yang lebih baik. Karena harga yang di atas rata-rata harga konvensional yaitu Rp65 ribu per/kg, ditambah pengembangan yang dilakukan Cau Cokelat mampu meningkatkan produksi organik dari 500kg/ha menjadi 1,5 Ton organik kakao perHa nya.
Tak hanya melihat manisnya bisnis cokelat, delegasi pun mengunjungi BOS Fresh Sayur yang dipelopori oleh AA Gede Agung Wedhatama. AA Gede mengembangkan komunitas petani muda keren, hingga petani mampu memiliki penghasilan Rp10-15 juta per bulannya. Saat ini BOS Fresh Sayur mengembangkan rantai bisnis hingga jaringannya sangat luas tersebar di berbagai wilayah di Bali, hingga memiliki berbagai macam produk dari petani dari kopi, kakao, sayur, stroberi, bawang putih, padi hingga pupuk organik
"Koperasi yang terbangun dari komunitas petani muda memiliki lima nila yaitu '5 K', yaitu kooperatif, komunitas, kolaboratif, kontribusi, dan tidak lupa harus keren," kata Agung.
Antusiasme para peserta ini terlihat jelas ketika sesi tanya jawab dan diskusi terkait kiat dan strategi penumbuhan agriculture millenial leader Indonesia.
Bagaimana mereka mendapatkan semangat di tengah persaingan usaha yang sangat kompetitif serta sejauh mana dukungan pemerintah dalam menyediakan lingkungan yang kondusif sehingga pertanian Indonesia dapat tumbuh dengan baik.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait