Sementara itu, untuk melatih pendengarannya, Kawakami akan berlatih mendengarkan suara jarum jatuh ke lantai kayu di kamar sebelah.
Ia juga dilatih untuk menahan suhu panas dan dingin yang ekstrem, serta menjalani hari-hari tanpa makanan atau air.
Kawakami sering memanjat dinding, melompat dari ketinggian, dan belajar mencampur bahan kimia untuk menyebabkan ledakan dan asap. Meskipun pelatihan itu sangat sulit dan menyakitkan, ia menganggapnya sangat berharga.
"Latihan itu sangat sulit dan menyakitkan. Tidak menyenangkan, tetapi saya tidak terlalu memikirkan mengapa saya melakukannya. Pelatihan itu menjadi bagian dari hidup saya," ujarnya.
Pada usia 19 tahun, Kawakami mewarisi gelar master serta rahasia dari gulungan dan peralatan kuno. Baginya, seni ninja terletak pada kekuatan kejutan, bukan kekerasan atau kekuatan fisik.
Mereka memanfaatkan kelemahan lawan yang lebih besar dan lebih kuat untuk mengelabui mereka, sambil mengalihkan perhatian mereka agar bisa menang.
Dan menurutnya, kemampuan untuk bersembunyi di tempat yang paling tidak terduga adalah senjata terhebat seorang ninja.
"Kami memiliki pepatah, bahwa Anda dapat lolos dari kematian dengan bersembunyi di bulu mata musuh Anda; itu berarti Anda berada sangat dekat sehingga dia tidak dapat melihat Anda," katanya.
Saat ini, Kawakami mengelola Museum Ninja Iga-ryu di Iga, yang terletak 220 mil barat daya Tokyo, dan ia juga terlibat dalam penelitian di Universitas Mie yang dikelola oleh pemerintah, di mana ia mempelajari sejarah ninja.
Dia telah memutuskan untuk tidak mewariskan pengetahuannya dan memilih menjadi ninja terakhir dari klan Ban.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait