Artinya, lanjut pria kelahiran 3 Januari 1976 tersebut, “Sineas Indonesia sesungguhnya memiliki ruang yang luas dan dalam untuk melakukan eksplorasi dalam berkarya, khususnya di genre film horor,” ungkap Joko Anwar yang melalui masa remajanya di Kecamatan Medan Amplas, Medan, Sumatera Utara.
Ia membandingkannya dengan tradisi hantu dalam film-film dunia Barat. Menurut Joko Anwar, di dunia Barat, hanya ada 3 jenis hantu, yaitu drakula, monster, dan zombie. “Semua film horor karya sineas Barat, hanya mengeksplorasi tiga jenis hantu tersebut. Seharusnya, dengan 42 jenis hantu di Indonesia, sineas kita mestinya bisa menguasai film horor dunia,” lanjut lulusan SMA Negeri 1 Medan tahun 1993 tersebut.
Mencermati Pengabdi Setan yang tayang serta diminati di 42 negara, Joko Anwar optimis bahwa jika sineas Indonesia serius menggarap film-film ber-genre horor, bukan tidak mungkin itu menjadi salah satu kekuatan industri kreatif Indonesia, khususnya film, yang bisa dipertaruhkan di kancah internasional.
Visi Joko Anwar tentang film sebagai industri kreatif Indonesia, itulah salah satu poin yang diapresiasi oleh Slamet Rahardjo. “Saya merasa terhormat menonton film-film Joko Anwar, karena ia menggarap film dengan standar yang tinggi. Semua itu dilandasi oleh pengetahuannya yang mendalam tentang apa yang ia kerjakan,” tutur Slamet Rahardjo.
Slamet Rahardjo yang kini telah berusia 73 tahun, adalah sosok yang lahir dan besar di dunia film, dari Sanggar Teater Populer. Melalui binaan kreatif Teguh Karya di sanggar tersebut, Slamet Rahardjo dikenal sebagai “pelanggan” Piala Citra di tiap penyelenggaraan Festival Film Indonesia (FFI).
Bahkan, di usia yang sudah lanjut tersebut, Slamet Rahardjo masih menyabet Piala Citra di FFI 2022, sebagai Pemeran Pendukung Pria Terbaik di film “Cinta Pertama, Kedua, dan Ketiga.” Pada FFI yang sama, Joko Anwar meraih Piala Citra pertama sebagai Sutradara Terbaik untuk film “Perempuan Tanah Jahanam.” Film ini juga berhasil menjadi peraih Piala Citra terbanyak, yakni enam kategori penghargaan di FFI tahun tersebut.
Diskusi film bertajuk "Film Horor Naik Kelas, Dari Grade B ke Genre Bergengsi" tersebut dilaksanakan beberapa hari sebelum peringatan Hari Film Nasional, yaitu pada Sabtu, 18 Maret 2023 lalu. Diskusi ini merupakan wujud kongkrit kepedulian rekan-rekan wartawan yang tergabung dalam Forum Wartawan Hiburan (Forwan) Indonesia, terhadap dunia perfilman nasional.
Genre film horor selama ini dipandang sebelah mata oleh publik. Namun, Joko Anwar berhasil menggarap genre horor tersebut, hingga karyanya diminati oleh berbagai lapisan masyarakat. Jumlah penontonnya bahkan melebihi genre film lainnya. Bahkan lagi, filmnya digemari oleh para peminat film di mancanegara.
Terkait “Film Horor Naik Kelas,” Joko Anwar menyebut, turun kelasnya genre film horor di mata masyarakat, terutama karena para sineas kurang sungguh-sungguh untuk memberikan yang terbaik. Ia berharap, potensi serta peluang genre film horor ini, bisa memberi motivasi kepada kalangan sineas untuk memberikan yang terbaik.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait