BULELENG, iNewsDepok.id - Pariwisata di Bali telah dibuka seluasnya sejak awal tahun 2023, walau beberapa sektor pariwisata belum benar-benar pulih. Salah satunya adalah wilayah di Bali Utara.
Berbagai konsep dalam aktivitas wisata memang selalu berkembang, salah satunya konsep wisata edukasi di Kabupaten Buleleng. Kebun-kebun milik kelompok tani diubah konsepnya menjadi agro eduwisata.
Pandemi Covid-19 membuat semua sektor usaha terpuruk, tidak terkecuali sektor agro wisata.
Di Desa Pancasari, Buleleng Bali misalnya. Agrowisata stroberi yang semula diserbu wisatawan, kini masih sepi. Mereka terpaksa berinovasi. Salah satunya dengan menjual bibit stroberi.
Seperti yang dilakukan oleh Gede Adi Mustika, petani milenial dari Desa Pancasari yang mengubah rutinitas berkebunnya.
Semula dia sibuk melayani pengunjung dari wisatawan domestik maupun mancanegara, di Wiwanda Agro, sebuah agrowisata stroberi yang ia rintis sejak 2013 silam.
Sejak terjangan pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu, Gede Adi Mustika pun mengubah haluan strategi bisnis. Kebun seluas 50 are miliknya semula, dijadikan sebagai wahana wisata dan edukasi. Ada puluhan ribu tanaman stroberi berbagai jenis. Seperti Sachinoka, Rosalinda, dan Jumbo Bali.
Cerita tentang kebun agro wisatanya membawa ingatan Adi Mustika di tahun 2014.
“Pada umumnya petani stroberi yang ada disini mereka menjual produknya ke tengkulak. Kebetulan pasarnya ada di pasar Bedugul, jadi para tengkulak beli ke sini, dibawa ke Bedugul nanti terakhir setelah mereka makan, sampahnya kembali ke desa kami. Jadi saya coba untuk membuat ide ini memberikan sebuah edukasi, sensasi petiknya dengan buah yang segar, buah yang sehat, kita buka pertama kali cuma 6.000 pohon stroberi di sini, itu membeludak tahun 2014 kita launching, benar-benar launching kita bukan lagi jualan, sampai stroberi habis. Itu, jadi kita kembangkan dari 2014 sampai sebanyak ini sekarang ada 45.000 pohon,” kata Adi Mustika.
Tak hanya memberikan pengalaman memakan buah langsung di kebun hidroponik stroberi, namun Wiwanda Agro milik Gede Adi Mustika ini juga mengusung konsep wisata edukasi bagi pengunjung khususnya generasi milenial.
Selain menjadi wisata agro, tujuan utama Wiwanda Agro adalah mengenalkan potensi pertanian yang dimiliki Desa Pancasari yakni stroberi.
“Pertama kita berbagi ya, bahasanya berbagi jadi kita sering mengundang tokoh masyarakat, pemuda, semuanya saya undang ke tempat ini untuk tahu, jadi kalau masyarakat petani, tidak ada bukti mereka tidak akan ikut, jadi kita undang mereka datang ke sini untuk belajar terus, selalu untuk mengetahui. Jadi setelah melihat mereka melihat penghasilannya, mereka banyak tertarik, dari satu ini sekarang ada 60 di sini,” tutur Adi Mustika.
Melalui wisata edukasi ini diharapkan dapat mendorong kecintaan anak muda terhadap bidang pertanian yang dilakukan sembari berwisata. Ia juga berharap selepas berkunjung dan berinteraksi langsung dengan petani, pengunjung mempunyai ketertarikan untuk berkecimpung di bidang pertanian.
“Kita ubah mindset anak muda bahwasanya bertani itu kotor atau bertani itu kampungan. Kita berdasi maupun berseragam juga bisa,” jelasnya.
Wiwanda Agro hingga kini eksis mengembangkan sedikitnya 15 jenis stroberi, empat di antaranya menjadi unggulan: Sachinoka, Jumbo Bali, Sweet Stars, dan Rosalinda.
“Biasanya jenis stroberi besar ini adanya di benua Eropa dan Amerika. Tetapi setahun lalu sudah dikembangkan bibitnya oleh 1-2 orang petani kita disini. Akhirnya karena kurang publikasi, saya rangkul dan bina. Ternyata, setelah dipublis responsnya tinggi sekali dari teman-teman kita di Indonesia,” jelas Adi Mustika, yang saat ini juga menjadi asesor Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S).
Pertanian Modern Smart Green House Memantik Petani Milenial
Pada perjalanannya, pertanian modern sedang digalakkan Kementerian Pertanian (Kementan) di berbagai daerah.
Program pertanian digital dengan teknologi Screen House atau Smart Green House (SGH) yang diinisiasi oleh Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP), juga dinikmati para petani di Bali.
SGH merupakan program terobosan Kementerian Pertanian untuk membangun pertanian modern. SGH juga diproyeksikan menjadi pemikat atau meningkatkan minat kaum milenial di sektor pertanian, khususnya di bidang hortikultura.
Gede Adi Mustika sebagai ketua kelompok tani berkolaborasi dengan kelompok tani lainnya yaitu Sayram Garden dengan ketuanya Nyoman Mara Garden.
Pertanian dengan SGH ini menerapkan teknologi digital untuk pengembangan pertanian. Berkat teknologi ini, petani dilindungi dari ancaman gagal panen akibat cuaca yang berubah-ubah. Selain itu, penggunaan pupuk dan air akan semakin terukur.
“Alatnya sangat luar biasa, akan lebih efektif dan efisien dari segi proses produksi, penanaman bibit, pemupukan, dan panen. Akan menekan biaya produksi petani,” kata Ida Putu Sandiasa, selaku analis PSP Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng.
SGH mampu menghadirkan pertanian smart farming. Petani tidak perlu lagi ke lahan pertanian untuk mengontrol tanaman. Kendali perkembangan tanaman pertanian dilakukan melalui smartphone berbasis Android dan laptop yang terhubung internet.
Smart farming sendiri didefinisikan sebagai sistem pertanian berbasis teknologi yang dapat membantu petani meningkatkan hasil panen secara kuantitas dan kualitas. Di antaranya, Smart Green House, fertigasi berbasis Internet of Things (IoT), Unmanned Aerial Vehicle (UAV), dan The Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) image processing.
“Petani pasti punya impian memiliki kebun yang canggih, modern, dan smart. SGH ini saya lihat sebagai fasilitas yang menjadi kebutuhan pertanian modern. Harapan kami hasil produksi CF, sekaligus memikat generasi muda untuk bekerja di pertanian,” ujar Nyoman Mara.
Dalam suatu rangkaian sistem SGH, dipasang sejumlah sensor untuk memantau suhu, penggunaan air, dan kebutuhan cahaya. Semuanya diatur melalui sensor yang terhubung ke smartphone maupun laptop.
“Kita dulu petani konvensional di lahan terbuka. Kami kemudian membangun rumah lindung, tanaman terlindung dari hujan. SGH melindungi dari segala faktor pengganggu tanaman. Air hujan tidak masuk, ada insect net sehingga hama penyakit tidak masuk. Di dalam SGH dipasang sensor kelembaban media. Jadi tanaman kapan butuh makan, bisa dibaca oleh sensor. Sensor akan memerintahkan pompa memberi makan,” jelas Nyoman Mara.
Begitu juga untuk memantau kelembapan dan suhu, dipasang alat pengukur. Ketika suhu berlebihan, sensor akan memberikan sinyal untuk mengendalikan suhu. SGH juga mengatur intensitas cahaya matahari yang masuk.
“Jika sinar matahari dari pagi sampai jam 10.00 itu sehat untuk tanaman. Jam 12.00-14.00 itu bersifat membakar. Itu ada sensor yang mengatur secara otomatis, shading akan tertutup mengurangi intensitas matahari masuk. Dipasang alat namanya roof fan shading. Harapannya bisa memberikan hasil produksi lebih optimal,” katanya.
SGH memberikan banyak manfaat bagi pertanian, di antaranya terjadi efisiensi dan mendorong peningkatan hasil produksi sehingga akan turut mendongkrak pendapatan petani.
“Harapan kami, akan dapat meningkatkan pendapatan petani. Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) tidak hanya produksi tanaman hortikultura, tapi juga sebagai pusat pelatihan petani swadaya. Mahasiswa berbagai daerah hadir ke sini untuk mendapatkan pelatihan langsung oleh ketua bekerja sama dengan P4S lainnya,” katanya.
Kehadiran SGH sendiri dibuktikan Gede Adi Mustika dan Nyoman Mara dapat dimanfaatkan sebagai sarana agro eduwisata. Program dari Ditjen PSP berupa SGH ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang terampil dan mandiri di bidang agro teknologi dan agribisnis dengan potensi wisata dan provitas pertanian di daerah tersebut.
Manfaat bagi para petani, lanjut Nyoman Mara, bahwa petani adalah komponen tenaga kerja ketika kesulitan di SDM.
“Jadi ada tenaga kerja pertanian itu sifatnya dia hanya terpaksa bekerja, jadi di sana kami sering mengalami kendala dan mencari petani atau tenaga di pertanian itu mengalami kesulitan, kesulitannya apa? Kesan sebagai tenaga kerja di pertanian itu kotor. Nah dengan model ini dia akan bangga menjadi petani, dia akan bangga menjadi karyawan pertanian karena fasilitas mendukung secara betul-betul smart. Jadi dia akan menjadi suatu kebanggaan sebagai petani. Nah teknologi ini akan memberikan satu motivasi untuk orang-orang itu (agar) tertarik pada dunia pertanian. Kita di pertanian itu sering ditinggalkan oleh generasi muda, hanya tinggal generasi tua. (Lantas) kapan generasi muda tertarik, inilah sebagai solusi, bagaimana teknologi itu bisa diterapkan di dunia pertanian sehingga bisa mengefisiensi tenaga kerja, bisa memaksimalkan hasil dan dicintai oleh semua level kalangan, anak muda, milenial bisa tertarik dengan model seperti ini," jelas Nyoman Mara panjang lebar.
Setali tiga uang dengan Nyoman Mara, Gede Adi Mustika juga sangat bersyukur dengan hadirnya Smart Green House dari Kementerian Pertanian ini.
"Kalau menurut saya, SGH itu sangatlah menakjubkan, ya. Karena apa? Itu teknologi yang walaupun kita membayangkan saja susah, apalagi melakukan itu, harus belajar banyak. Jadi penting sekali SGH itu dibarengi dengan SDM yang bagus, nanti itu saya akan mungkin ke depan sangat banyak bisa belajar dari sana dulu untuk sistem SGH ini, karena sudah canggih banget, kan? Semua hal yang dipegang di laptop saja, sedangkan kita bukan dari laptop kan masih harus banyak hal yang perlu diinovasi jadi sempurna sekali SGH nya, itu memang kalau bisa ke depan itu yang lebih digalakkan,” pungkas Adi Mustika.
Editor : Mahfud
Artikel Terkait