JAKARTA, iNewsDepok.id - Rusia meluncurkan Operasi Militer Khususnya ke Ukraina pada Februari 24 2022 lalu, menimbulkan reaksi keras dari negara-negara lain dan mendatangkan berbagai kombinasi sanksi yang menyebabkan pergolakan di seluruh dunia. Meski Joe Biden telah menyatakan bahwa Amerika Serikat tidak ingin berhadapan langsung dengan Rusia, kemungkinan terjadinya ekskalasi militer yang lebih besar tetap ada dan menimbulkan kekhawatiran akan apa yang disebut Perang Dunia III.
Sementara itu, pada saat yang sama gesekan-gesekan politik dan militer terus terjadi di belahan dunia yang lain, meningkatkan kekhawatiran akan meluasnya konflik. Kelima area ini disebut memiliki risiko terbesar untuk menjadi lokasi meletusnya Perang Dunia III.
- Ukraina
Pernyataan langsung dari Vladimir Putin mengenai rencana penggunaan senjata nuklir dan pembukaan babak kedua perang yang lebih besar di Ukraina semakin memperbesar kekhawatiran akan pecahnya Perang Dunia III, terlepas dari prediksi mengenai kebuntuan di sejumlah wilayah seperti di kota Bakhmut.
Ketidakmampuan Rusia untuk membuat kemajuan dalam pertempuran di Ukraina dan serangkaian ledakan yang terjadi di dalam wilayah Rusia baru-baru ini dapat kian mengancam stabilitas pemerintahan Putin, mendorong Moskow untuk meningkatkan eskalasi ke tingkat yang lebih berbahaya sambil menggandeng Iran dan Belarusia.
Selain itu, kekhawatiran atas kemampuan Ukraina untuk melanjutkan perang dalam jangka panjang dapat memaksa Kiev dan negara-negara Barat mengambil langkah-langkah berisiko untuk memecahkan kebuntuan. Jika hal ini terjadi, konflik dapat berkembang menjadi Perang Dunia III.
- Taiwan
Kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat, Nancy Pelosi, ke Taipei telah menimbulkan kemarahan dari Republik Rakyat China (RRC), membuat negara tersebut melakukan serangkaian latihan militer di semenanjung Taiwan yang secara signifikan berhasil meningkatkan ketegangan lintas selat.
Komitmen pemerintahan Biden untuk membela Taiwan menunjukkan bahwa Washington memiliki keprihatinan nyata atas prospek serangan China. Kekhawatiran tersebut dapat membuat Taiwan meningkatkan anggaran dan latihan militernya untuk mekanisme pertahanan diri. Besar kemungkinan hal akan ditafsirkan oleh China sebagai ancaman sehingga menyebabkan mereka ikut mengambil langkah sama, dan dengan demikian dapat semakin memperburuk gesekan antar kedua negara.
- Semenanjung Korea
Selama beberapa bulan terakhir, ketegangan antara Seoul dan Pyongyang telah meningkat secara signifikan. Peluncuran rudal Korea Utara telah berulang kali mengancam Korea Selatan dan menimbulkan kemarahan, menyebabkan peningkatan pelatihan militer seperti yang terjadi di semenanjung Taiwan.
Ambisi rezim Kim Jong-un untuk membuktikan kehebatan militer dan persenjataan nuklirnya kepada dunia membuat Korea Utara terlihat tidak sabar. Hal ini seringkali menguji kesabaran Korea Selatan, dan dalam beberapa kesempatan turut memengaruhi Jepang. Meski ketegangan ini bukan hal baru, kemungkinan pecahnya perang antar dua Korea tetap ada dan dapat menjadi sama destruktifnya seperti perang di Ukraina.
- Yunani-Turki
Melansir dari Business Insider, selama setahun terakhir ketegangan antara Yunani dan Turki telah meningkat secara substansial, sebagian besar didorong oleh perubahan kebijakan luar negeri Turki yang tegas dan oleh kerentanan domestik rezim Erdogan. Perselisihan antara Athena dan Ankara atas eksplorasi energi di Laut Aegea telah mendorong ketegangan saat ini, meskipun ketidaksepakatan teritorial yang mendasari argumen tersebut telah ada selama beberapa dekade.
Meskipun tampaknya tidak mungkin sekutu NATO akan secara terbuka menyerang sekutu NATO lainnya, konflik di masa lalu telah membawa kedua negara ke ambang perang, terlepas dari komitmen aliansi mereka. Setiap pertarungan antara Turki dan Yunani akan segera melibatkan NATO, dan hampir pasti akan menghasilkan intervensi oportunistik oleh Rusia.
- China-India
Meski hubungan politik antara China dan India dipererat dalam KTT G20 di Bali pada November lalu, sejumlah konflik antara kedua negara seperti yang terjadi di Lembah Galwan, Sikkim, dan perang Sino-Indian menunjukkan bahwa ketegangan tetap ada.
Bentrokan di sektor Tawang di negara bagian Arunachal Pradesh, ujung timur India, sebulan setelah KTT G20 di Bali adalah bukti nyata dari ketegangan yang belum berakhir dan hal ini kembali menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas regional. Kemampuan nuklir kedua negara pun disebut sebagai faktor utama yang dapat memicu ekskalasi serta memancing adu kepentingan negara-negara lain.
Pada titik tertentu baik India maupun China mungkin tergoda untuk menyelesaikan masalah melalui eskalasi. Inilah yang dikhawatirkan dapat membuka pintu menuju konflik yang jauh lebih besar dan merusak.
Terlepas dari berbagai prediksi yang ada, upaya menjaga perdamaian bergantung pada komitmen, keterampilan, dan kenegarawanan yang hati-hati dari setiap negara. Kita dapat berharap bahwa para pemimpin kekuatan besar dunia akan mengambil langkah yang lebih bijak di tahun ini.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait