Ini Penyebab Kerajaan di Sunda Jarang Terjadi Perang Internal Berdarah, Filosofi Tri Tangtu Di Buana
Kerajaan Galuh di Sunda misalnya hidup pada abad 7-16. Pusat Kerajaan Galuh adalah di Ciamis Jawa Barat.
Prof Dr Agus Aris Munandar dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI yakin Tri Tangtu Di Buana membuat kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Kerajaan Sunda sudah harmonis dan selaras.
“Hampir tidak konflik berdarah secara internal di Kerajaan Sunda seperti terjadi di daerah lain,” kata Prof Dr Agus Aris Munandar dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI.
“Konflik terjadi pada awal kerajaan Sunda Purba, dengan Sanjaya akhirnya memilih mengembara ke timur dengan mendirikan Mataram Kuno. Setelah itu nyaris tidak ada konflik berdarah yang berkepanjangan,” tambahnya.
Konflik yang terjadi selanjutnya bukan konflik internal melainkan serangan dari kerajaan lain di luar kerajaan sunda.
Prof Agus Aris Munandar menilai filosofi Tri Tangtu Di Buana meresap dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Tatar Sunda. “Kehidupan menjadi harmonis, konflik diselesaikan dengan damai,” katanya
Alfonsus Sutarno dari FISIP UI mengungkapkan trilogi memang kental di masyarakat Sunda seperti Tri Tantu Di Buana, Tri Tantu Di Salira atau Pikukuh Tilu.
“Intinya hubungan dengan Tuhan, alam semesta dan manusia itu sendiri,” kata Alfonsus Sutarno.
“Damai tercipta dalam berbagai hal. Damai dengan diri secara pribadi, sesama manusia, dengan alam semesta dan tentu saja dengan Tuhan,” terang Alfonsus.
Sementara itu Dr H Yat Rospia Brata, MSi menyatakan konflik di kerajaan Sunda selalu ada. Namun konflik yang pelik bisa didamaikan.
“Ketika ada konflik, Resi turun. Kata-kata dari Resi didengarkan semua. Resi itu satu dari trilogi dalam Tri Tangtu Di Buana selain Rama dan Ratu,” jelas Dr H Yat Rospia Brata, MSi.
Editor : Mahfud
Artikel Terkait